Nanairo CRAYON part 9



Fandom : Jrock staring The GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine, Sadie n more…

Author : -Keka-

* * *


48 jam..

Waktunya sudah semakin sempit. Tapi Yuura masih tidak tahu bagaimana caranya menyelamatkan laki-laki yang menolongnya. Satochi-san.. apa yang bisa kuperbuat untukmu? Tanya Yuura dalam hati.

Ia mencoba mengingat semua hal yang ditunjukan oleh penglihatannya tentang laki-laki itu.

Hanya darah...
Darah dan darah...
Laki-laki itu hanya bersimbah darah..
Aku tidak tahu apa penyebab kematiannya
Aku tidak bisa mencegah kematiannya

Yuura mulai putus asa, apalagi begitu menyadari bahwa ia dijaga ketat dan dilarang keras melangkahkan kakinya keluar rumah. yuura tidak mengerti mengapa semua orang jadi memperlakukannya seperti anak kecil yang kapan saja bisa hilang jika luput dari pengawasan.

Sejak kejadian itu, semua orang jadi aneh terhadapnya. Bahkan Kai semakin sering menatapnya dengan tatapan dalam, seperti melihat Yuura dengan cara berbeda. Kai tidak seperti Kai yang biasanya.

“Ada apa Yuura?” Tanya ‘pemilik rumah’ saat Yuura berdiri di hadapannya sambil menundukkan kepala.

“Aku.. ingin pergi sebentar.” Ucap Yuura ragu-ragu.

Laki-laki tampan di hadapannya itu hanya tersenyum misterius seperti biasanya. Yuura tahu apa arti senyumannya itu. itu berarti tidak akan pernah.

“Kau sudah tahu apa jawabanku.” Ucap laki-laki itu.

“Jawabannya ‘TIDAK’ begitu kan maksudmu?!” Tegas Yuura dengan nada sedikit kesal.

‘Pemilik rumah’ itu hanya tersenyum sambil mengelus rambut Yuura. bukan mengelus, lebih tepatnya mengacak-acak rambut Yuura.

“Kau ini makin lama makin mengesalkan.” Seru Yuura seraya menghardik tangan ‘pemilik rumah’ dari kepalanya. Belum pernah rasanya ia berkata dan bersikap seperti itu, apalagi langsung di hadapan ‘Pemilik Rumah’ yang sudah sangat baik memberinya tempat tinggal dan makan gratis.

“Kenapa kau berpikir aku mengesalkan?”

“Kalau tidak mengesalkan, mana mungkin tunanganmu bunuh diri di hadapanmu.” Seru Yuura. ia sadar atas semua yang diucapkannya.

Sesaat ‘Pemilik Rumah’ itu tampak terkejut, tapi akhirnya ia bersikap biasa saja. Ia tidak heran jika Yuura mengetahui hal itu.

“Tunanganku?! Darimana kau tahu tentang wanita bodoh itu?”

Yuura jadi makin kesal. “Kau menyebutnya bodoh!!?? Apa kau tidak punya perasaan?!! Dia bunuh diri karena dirimu. Dan sekarang rohnya tidak tenang dan terus terperangkap di rumah ini. Kau membuatnya menderita!”

Laki-laki itu menundukkan wajahnya. Kehampaan yang tadi nampak di wajahnya entah bagaimana berubah menjadi bentuk kesedihan.

“Apa kau bisa berbicara dengannya?” Tanya ‘Pemilik Rumah’ itu.

Yuura mengangguk. “Dia terus berada di kamarmu dan mengganggu tidurku. Dia ingin merasukiku dan menggunakan tubuhku untuk menyatakan cinta padamu.”

“Begitu ya.. pantas kau tidak betah di kamar itu.” ‘Pemilik Rumah’ itu tersenyum. Meskipun tersenyum, tapi wajah laki-laki itu tetap mengisyaratkan kesedihan.

“Kau ingin tahu kenapa aku menyebutnya bodoh?”

Yuura hanya diam. Sebenarnya ia tidak tertarik pada hantu wanita dan hubungannya dengan si ‘Pemilik Rumah’. Bukan sesuatu yang penting untuk ia ketahui.

“Aku menyukainya. Dia wanita yang hebat. Cantik, sangat anggun dan pandai dalam segala-galanya.” ‘Pemilik Rumah’ itu mulai mengawali ceritanya. Yuura jadi bingung, rasanya pengakuan itu sedikit berbeda dari yang ia dengar keluar dari mulut berlumuran darah hantu wanita itu.

“Meski aku menyukainya, tapi aku tidak akan pernah mungkin bisa mencintainya. Rasa suka dan cinta itu berbeda. Aku mengaguminya sebagai wanita yang hebat, tapi aku sadar jika aku tidak akan pernah bisa membuatnya bahagia. Kau tahu aku ini apa?”

Yuura tidak menjawab pertanyaan itu. meskipun ia tahu jawabannya.

“Aku tidak bisa mencintai wanita. Aku menerima pertunangan itu hanya untuk menyenangkan perasaan orang tua. Tapi aku sadar.. aku tidak perlu terus berpura-pura. Aku mencintai laki-laki.”

Ya, Yuura tahu hal itu. sesuatu yang sepertinya berbahaya. Yuura mencoba mengambil jarak dari ‘Pemilik Rumah’ itu. bukan maksud apa-apa, hanya saja ia merasa perlu mengambil tindakan itu.

Lagi-lagi ‘Pemilik Rumah’ itu tersenyum melihat tindakannya.

“Kau jangan takut. Aku tidak mungkin tertarik pada bocah sepertimu, walaupun yah.. kadang-kadang aku juga berhasrat ingin menyentuhmu.” Ujar laki-laki itu seraya tertawa kecil.

Itulah yang Yuura takutkan dari laki-laki itu.

“Sudahlah Yuura, aku hanya menganggapmu seperti adikku. Sama seperti Kai memperlakukanmu. Kemarilah, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”

Yuura ragu-ragu, tapi ia tetap saja mengikuti kemana ‘Pemilik Rumah’ itu pergi.

“Ini semua kenangan tentang wanita itu. aku sudah berniat membuangnya, tapi entahlah.. aku masih menyimpannya disini.”

Yuura melihat foto-foto wanita itu. sangat berbeda dengan visualisasi yang selama ini ia lihat. Wanita itu memang sangat cantik dan anggun, bodoh sekali ada laki-laki yang mencampakkannya.

“Kau mungkin berpikir aku bodoh karena mengabaikan wanita secantik ini.”

Tepat. Ucapan ‘Pemilik Rumah’ itu tepat seperti apa yang ada dipikiran Yuura.

“Aku memang bodoh. Tadinya dengan menerima pertunangan itu, aku berharap secara perlahan bisa mencintainya. Tapi nyatanya tidak. perasaan manusia itu sesuatu yang aneh untuk dimengerti.”

“Kalau kau tidak mencintainya, seharusnya kau ucapkan secara langsung padanya dan jelaskan alasan kau tidak mencintainya.”

“Aku sudah melakukan itu Yuura, tapi dia tidak mau mengerti dan terus berkata akan berjuang keras membuatku perlahan-lahan bisa mencintainya. Karena itu aku menyebutnya bodoh. Dia bodoh karena terlalu mengharap lebih kepadaku, padahal dia bisa memperoleh yang lebih baik dari diriku.”

“Lalu kenapa dia bisa tiba-tiba bunuh diri?” Tanya Yuura yang perlahan mulai menemukan ketertarikannya.

“Itulah yang kusesalkan dan tidak kumengerti. Dia melihatku bersama You, laki-laki yang kucintai. Lalu ia mengambil pisau dan menghujamkan pisau itu pada You. You terluka meski hanya luka gores di lengannya. Aku marah sekali, lalu menampar wajah wanita itu. selanjutnya bisa ditebak..

Wanita itu gelap mata dan mengiris lehernya sendiri dengan pisau di tangannya sebelum aku sempat mencegahnya.”

“Tidak bisa diselamatkan?!”

‘Pemilik Rumah’ itu lagi-lagi hanya menunduk dengan wajah tampak sedih. “Pisau itu sangat tajam. Hanya sekali iris sudah bisa memotong urat nadinya. Mati di tempat saat itu juga. Dia hanya sempat berkata sambil tersenyum.. selamanya akan selalu mencintaiku. Bagaimana menurutmu... bodoh sekali kan wanita itu?!”

Yuura tidak mau mengakuinya. Tapi ia juga berpikir hal yang sama. Wanita itu bodoh karena mencintai hal sia-sia yang di bawa sampai akhir hayatnya.

“Lalu apa kau tidak bersedih? Wanita yang sekarang menjadi hantu gentayangan itu berkata padaku bahwa kau tidak sedikit pun bersedih dan menangisi kematiannya.”

Laki-laki itu kembali tersenyum. “Aku ini laki-laki yang kaku. Aku tidak bisa menangis meskipun aku sangat sedih. Aku tidak bisa tertawa meskipun aku sangat bahagia. Sedikit yang tahu bahwa aku sangat bersedih atas kematiannya. Aku menyalahkan diri sendiri atas kematiannya. Aku tertekan dengan kematiannya. Aku.. aku ini.. ah.. bodoh. Aku memang bodoh. Tidak pernah bisa menghargai perasaan wanita.”

Yuura tertegun. Belum pernah ia melihat ‘Pemilik Rumah’ itu menunjukkan emosinya yang begitu dalam di hadapannya.

“Semua memang salahku. You juga pergi karena salahku. Sesaat setelah kematian wanita itu, You berkata bahwa ia merasa bersalah karena mencintaiku dan merusak kehidupan normalku. Setelah itu ia memutuskan pergi dariku entah kemana. Satu-persatu orang terdekatku pergi dan meninggalkanku sendiri. Aku juga pergi meninggalkan orang tuaku sesaat setelah bertengkar hebat dengan mereka. Mereka sudah tidak peduli padaku, bahkan saat kematian kakakku... mereka sama sekali tidak memberitahuku karena menganggapku bukan bagian dari keluarga lagi. Aku benar-benar orang yang menyedihkan.”

Yuura merasa kasihan dan iba melihat laki-laki yang ada di hadapannya. Ternyata ‘Pemilik Rumah’ yang tampak angkuh itu juga punya sisi lemah dan kesedihan mendalam yang tidak pernah coba ia tunjukan di hadapan orang lain. Yuura ingin sekali mencoba menghiburnya, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya.

“Sudahlah Yuura, sekarang kau boleh pergi mencari Kai dan bercerita dengan riang kepadanya bahwa ‘Pemilik Rumah’ adalah orang yang cengeng.” Ucap laki-laki seraya tertawa dengan mata berkilau menampakkan kesedihan.

Yuura tidak mungkin melakukan itu. Meskipun ingin, tapi ia tidak mungkin menjadikan kesedihan orang lain sebagai bagian dari kesenangannya.

“Ka- kau.. tidak sendirian.. bukannya masih ada aku, Kai, para pembantu dan orang-orang yang setia menemanimu disini.”

“Ya itu benar.. tapi terkadang aku berpikir.. kalian semua tidak sungguh-sungguh menghormatiku dan tetap berada disini karena semata-mata aku orang yang kaya.”

“Hah?!! Jadi kau berpikir bahwa aku dan Kai disini karena memanfaatkanmu? Ya mungkin sih, aku juga berpikir.. aku senang disini karena kau orang kaya dan punya banyak uang. Baiklah, kalau kau tidak suka.. aku dan Kai akan pergi dari sini. Kami masih bisa hidup meski tanpa uangmu.” Ucap Yuura kesal.

Laki-laki itu tertawa lepas. Menurutnya, Yuura itu lucu. Polos dan jujur dengan apa yang ingin diucapkannya.

“Tidak Yuura, jangan pergi. Aku hanya bercanda. Meskipun kalian memanfaatkanku, tapi aku senang. Secara tidak sadar aku juga memanfaatkan kalian. Aku memelihara kalian karena senang melihat kalian memberi kebahagian padaku. Mungkin orang sepertiku ini sedikit aneh. Aku langsung menyukai Kai begitu melihat ia tersenyum padaku. Rasanya baru kali itu aku melihat senyuman yang tulus.”

“Memangnya kapan kau bertemu pertama kali dengan Kai?”

‘Pemilik Rumah’ itu tampak mengingat. “Entahlah, aku tidak ingat.”

“Ya, kau memang sudah terlalu tua untuk mengingat. Jangan terlalu dipaksakan.” Ujar Yuura bercanda. Laki-laki itu tersenyum lalu memeluknya tiba-tiba. Membuat Yuura sangat terkejut.

“Kau anak nakal.”

“Aaakh.. lepaskan!!” Rengek Yuura yang mencoba melepaskan diri dari pelukan laki-laki itu.

“Baiklah, aku lepaskan.” Laki-laki itu melepaskan Yuura setelah mencium kening pemuda itu dan menyentil telinganya.

“Kau ingin pergi kan?!”

Yuura mengangguk. Ia memang ingin sekali pergi.

“Baiklah kau boleh pergi.”

“Serius?!!” Tanya Yuura masih tidak percaya.

“Kau boleh pergi tapi tidak sendiri.”

Yah, Yuura memang sudah menduga hal itu. Tapi ia mengiyakan daripada sama sekali tidak diijinkan pergi. Yuura mulai menyusun rencana.. ia harus bisa melepaskan diri dari pengawasan setelah ia meninggalkan rumah si ‘Pemilik’.

=====999=====

“Tidak usah sekolah. Hari ini kita bolos aja.” Ucap Hiroto pada Bou. Bou jadi bingung karena sepertinya Hiroto juga semakin bandel seperti dirinya, padahal biasanya Hiroto paling anti membolos.

“Gak kayak Pon Pon yang biasanya. memangnya gak papa kalo Pon bolos? Bukannya Pon mo jadi anak pintar biar bisa masuk universitas?!”

“Ng.. ya sih.. tapi aku pikir ini hari yang baik untuk bersenang-senang. Apalagi karena kita sudah lama gak jalan bareng-bareng. Biasanya kan kamu lebih suka membolos dengan Izumi daripada denganku.”

“Habis, Pon Pon sendiri yang selalu nolak kalo aku ajak bolos.”

Hiroto nyengir. Biasanya ia memang tidak terlalu suka membolos karena ia ingin jadi anak yang pintar dan membahagiakan ibu serta... yah Tora. Tapi karena kekecewaannya pada Tora, Hiroto jadi tidak yakin dengan tujuan hidup dan masa depannya. Ia jadi berpikir.. tidak perlu susah-susah sekolah dan memperoleh prestasi bagus. Toh itu hanya akan menyenangkan Tora. Dan Hiroto tidak mau melihatnya senang. Ia sendiri tidak sadar jika ia bisa sangat membenci Tora seperti itu.

“Hiroto, aku perlu bicara denganmu.”

Hiroto menoleh saat mendengar seseorang yang memanggil dan berbicara dengannya.

“Akiya-kun?!”

Ia terkejut melihat sosok itu. apa yang ingin Akiya bicarakan hingga mencarinya di tempat yang tidak terduga. Seharusnya saat ini, seperti yang diketahui Hiroto, Akiya seharusnya berada di kampusnya. Dan kalaupun ia ingin bicara dengan Hiroto, bukannya itu bisa dilakukan nanti setelah mereka sama-sama berada di rumah. tapi nampaknya Akiya sangat serius, mungkin sesuatu yang ingin dibicarakannya itu sangat penting. Begitu pikir Hiroto.

Hiroto menolehkan wajahnya pada Bou. hanya dengan melihat tatapan Hiroto, Bou tahu apa yang harus dilakukannya.

“Baiklah Pon, aku akan menunggumu di cafe yang ada di seberang jalan itu.” tunjuk Bou pada sebuah cafe mungil dengan nuansa warna pink.

Hiroto mengangguk. Dan setelah kepergian Bou, ia segera mengikuti langkah Akiya yang menepi menuju sebuah taman kecil yang nampak sepi.

“Akiya-kun mau bicara apa denganku?” Tanya Hiroto begitu ia dan Akiya sudah mengambil posisi duduk bersebelahan di sebuah bangku taman.

Beberapa saat Akiya hanya memperhatikan sekumpulan anak-anak kecil yang bermain pasir di sebuah bak pasir di taman itu. tidak berapa lama kemudian, Akiya berganti memandang Hiroto. Tatapan matanya tampak ragu-ragu. Dan Hiroto sulit menangkap ekspresi dari laki-laki itu. menurutnya, Akiya itu adalah seorang laki-laki yang susah ditebak hanya dengan melihat wajahnya. Tidak seperti Nao yang sangat gampang menunjukkan ekspresinya.

“Hiroto.. aku ingin tahu bagaimana perasaanmu pada Tora?” Tanya Akiya tiba-tiba.

Hiroto lama tidak menjawab. Ia hanya bingung kenapa Akiya bertanya itu padanya. Apa mengetahui perasaannya pada Tora menjadi hal yang penting untuknya? Setahu Hiroto, Akiya adalah sosok yang tidak mau terlalu mencampuri urusan orang lain jika urusan itu tidak menyangkutkan dirinya.

Tapi Hiroto ingat bahwa Akiya dan Tora adalah teman yang saling mengenal baik dan akrab. Tidak jarang mereka menghabiskan waktu berdua saja selama seharian untuk pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan. Bahkan Hiroto pernah iri saat Tora pergi hingga malam bersama Akiya, sedangkan ia dan Saga sekalipun tidak turut diajak serta.

“Kenapa Akiya-kun bertanya itu?” Hiroto balik bertanya.

Akiya melepaskan tatapannya pada Hiroto lalu menunduk dan memperhatikan ujung sepatunya sebelum akhirnya menatap Hiroto kembali.

“Aku tahu saat ini kamu sedang marah padanya.”

Hiroto makin tidak mengerti. Bagaimana Akiya tahu hal itu.

“Marah?! Marah kenapa?” Hiroto bertanya bingung untuk menutupi sesuatu yang ingin ia tutupi.

“Tora menyayangimu Hiroto.. kalaupun dia melakukan sesuatu yang menyakitimu.. sesungguhnya dia sangat menyesal melakukan itu. kamu harus memaafkannya.”

“Melakukan apa?” Hiroto masih bertanya seolah-olah tidak mengetahui apa maksud Akiya.

“Saga memberitahuku dan Izumi bahwa..”

“SAGA?!! Apa yang dia katakan pada kalian?!!” Hiroto mendadak tampak emosi. Ia akhirnya tahu bahwa Akiya dan juga Izumi atau bahkan seluruh orang yang mengenalnya sudah tahu permasalahannya dengan Tora. Sesuatu yang sebenarnya ingin ia tutup rapat-rapat.

“Tenanglah Hiroto, Saga hanya ingin membantumu dan juga Tora. Tidak ada hal lain..”

“Sudahlah, Akiya-kun tidak usah bicara padaku kalau hanya ingin membahas tentang mereka berdua! Maaf, tapi aku buru-buru. Kalau ada yang ingin dibicarakan lagi, sebaiknya nanti saja setelah berada di rumah.”

Hiroto pergi dari hadapan Akiya setelah berkata seperti itu. entah mengapa Akiya tidak bisa mencegah kepergiannya dan membiarkan anak itu pergi begitu saja dari hadapannya.

Selepas kepergian Hiroto, Akiya yang baru saja berbalik ingin meninggalkan taman itu malah dikejutkan oleh kemunculan Nao dan Chiru yang tiba-tiba.

“Kamu ini ngomong apa sih Akiya?!! Kenapa pake berbelit-belit gitu??!!” Tanya Nao tampak geram.

“Iya nih Akiya-kun kelamaan ah ngomongnya. Hiroto malah jadi salah paham gitu. Kan kalo gini malah jadi repot urusannya.” Chiru ikut-ikutan menambahkan.

Rupanya sejak tadi baik Nao maupun Chiru sudah mengamati dirinya bersama Hiroto. Mereka memang ahli dalam hal menguntit dan menguping pembicaraan orang tanpa seorang pun yang tahu.

“Jadi sebaiknya bagaimana menurut kalian?”

Nao dan Chiru hanya diam. Mereka sebenarnya juga tidak menyalahkan Akiya sepenuhnya. Hiroto itu memang masih kecil untuk bisa diajak bersikap dewasa dan berbicara dengan kepala dingin. Pasti ujung-ujungnya sehalus apapun bahasa yang kita gunakan, Hiroto akan merasa tersinggung dengan ucapan yang menjurus pada hubungannya bersama Tora.

“Sebaiknya kita pulang aja dulu. Kita pikirin langkah selanjutnya di rumah, lagian aku baru ingat kalo Rika sendirian di rumah sama laki-laki aneh temannya Aoi itu. bahaya kan kalo sampe tu anak ikut-ikutan dibunuh.”

“Hush!! Jangan ngomong sembarangan Chiru! Kan ada Keiyuu.”

“Memangnya si pendek itu bisa diandelin?!! Keiyuu kan lagi sibuk ngajarin anak tetangga sebelah main piano. Kalo lagi main piano, si Keiyuu bisa gak peduli apa-apa.”

“Ah iya bener juga.” Nao akhirnya membenarkan ucapan Chiru. Lalu bersama Akiya dan Chiru, ia buru-buru kembali ke rumah kosnya.

======999======

Tepat setelah mobil berhenti saat trafic light berwarna Merah, Yuura dengan cepat membuka pintu mobil di sampingnya yang tidak terkunci dan keluar dari mobil itu. dua orang yang ditugaskan mengawal Yuura menjadi terkejut. Mereka tidak menyangka Yuura akan berniat melarikan diri karena sebelumnya Yuura tampak duduk dengan tenang sambil membaca buku seperti biasanya.

Salah seorang pengawal itu buru-buru keluar dari mobil dan mengejar Yuura yang berlari dengan cepat menyebrangi jalanan dengan berbagai kendaraan dan menembus para pejalan kaki yang jumlahnya sangat banyak karena hari itu adalah hari kerja yang sangat sibuk.

Yuura tahu dirinya sangat ahli dalam melarikan diri. Dan dengan tubuh rampingnya, ia tidak punya kesulitan dalam hal berlari. Yuura bersembunyi dan membaur dengan kerumunan orang-orang yang buru-buru menyeberangi jalan. Selepas dari seberang jalan itu, ia yakin pengawalnya sudah tidak bisa lagi mengetahui jejaknya karena pengawalnya itu mengambil jalan lain yang berlawanan dengan arahnya.

Dengan tubuh bersandar di sebuah bangunan toko elektronik yang tidak terlalu besar, Yuura mencoba mengatur nafasnya sebelum melangkahkan kakinya kembali. Wajahnya menunduk dengan nafas tersenggal. Lalu ia menegadahkan wajahnya berusaha mengambil udara yang lebih banyak sebelum akhirnya menghembuskan udara itu kembali. Saat menatap sekitarnya, ia sudah tidak merasa asing dengan tempat yang nampak dalam penglihatannya. Tempat yang pernah secara tidak sengaja dikunjunginya. Dengan transportasi umum memang perlu waktu hingga 2 jam untuk sampai, tapi dengan kendaraan pribadi bahkan hanya perlu waktu setengah jam untuk menjangkaunya.

Langkah-langkah kaki Yuura dengan mantap menapak jalanan di sekitar deretan pertokoan itu. sampai akhirnya ia berhenti ketika melihat sosok itu. sosok yang tidak terlalu besar. Sosok yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya.

Orang itu juga menatap Yuura seperti mengenalinya. Kemudian sebelum Yuura sempat menduga, orang itu sudah menghampiri dirinya.

“Kau teman Nao yang waktu itu kan?” Tanyanya dengan suara yang masih polos seperti bocah remaja.

Yuura ingat. Orang yang ada di hadapannya ini adalah adik kos Nao, meskipun Yuura lupa siapa namanya.

“Hi ro to.. kau ingat?”

Yuura mengangguk. Ia ingat meskipun ia sempat lupa siapa namanya.

“Ah iya Hiroto, kau sedang apa disini dengan seragam seperti itu?”

Yuura menatap seragam sekolah Hiroto. Ia tahu bahwa pada jam segini seharusnya anak-anak sekolah sedang berada di kelas menerima pelajaran dan bukan berkeliaraan di deretan pertokoan.

Hiroto cengar-cengir. “Aku membolos dengan teman sekelasku, tapi aku tidak bisa menemukannya. Padahal tadi aku hanya meninggalkannya sebentar dan dia bilang akan menungguku di cafe itu. tapi saat aku ke cafe itu, eh dia nya malah gak ada.” Ungkap Hiroto.

Yuura menatap cafe yang ditunjuk Hiroto itu beberapa saat, lalu ia melepas kacamatanya dan kembali mengamati cafe itu. hiroto sedikit bingung dengan sikapnya meskipun tidak berkata apa-apa.

Apa yang ditunjukkan matanya kali ini juga sudah tidak asing lagi. Yuura melihat bocah laki-laki bertubuh mungil yang waktu itu pernah bertandang di tempat tinggalnya hanya untuk mengembalikan dompetnya yang tidak terlalu berharga.

“Temanmu itu bernama Bou?” Tanya Yuura.

Hiroto bingung tapi tetap mengangguk. Bagaimana orang di hadapannya itu bisa tahu??

“Hi.. Hiro.. sepertinya temanmu itu sedikit kebingungan dan ketakutan.”

“Kebingungan dan ketakutan? Memangnya apa yang terjadi dengannya dan bagaimana kau bisa tahu?” Tanya Hiroto makin tidak mengerti.

Yuura tidak punya waktu untuk menjelaskannya. Ia segera menarik Hiroto buru-buru. Secara tidak langsung, Yuura sudah dua kali melihat wajah Bou yang ketakutan. Dan ia tergerak menolong anak itu. Dengan penglihatan yang ditunjukkan matanya, Yuura berusaha mengikuti jejak langkah Bou yang pergi terburu-buru. Matanya berguna saat ini, dengan mata itu ia bisa melihat kejadian yang pernah berlangsung beberapa saat yang lalu. Dan itu membimbing langkahnya menemukan Bou yang terduduk lemas dengan wajah cemas di sebuah bangunan sepi yang nampak seperti kuil.

“Kamu ngapain disini Bou? Bukannya tadi kamu bilang akan menungguku di cafe itu?!”

Bou tidak menjawab dan hanya memburu memeluk Hiroto yang juga sama shocknya ketika tubuhnya dipeluk temannya itu.

“Aku melihatnya disana.. dia ada disana..”

“Dia?? Dia siapa?!! Hei hei tenang dong. Jelasin yang bener..”

“Aki!!” Seru Bou panik.

“Aki?!! Maksudmu Aki kakakmu itu ya?”

Bou mengangguk masih dengan wajah ketakutan. “Dia ada di cafe itu, karena itu aku lari sebelum dia sadar dan melihatku.”

“Tenang Bou. Dia gak lihat kamu kan?!”

“Sepertinya begitu, tapi aku takut. Aku pikir.. waktunya tidak akan lama sampai dia benar-benar bisa menemukanku.”

Yuura tidak tahu siapa Aki itu, tapi ia tahu sepertinya Aki itu kakak Bou dan Bou tidak ingin bertemu dengannya dengan alasan yang Yuura sendiri tidak tahu.

Bou sedikit terkejut saat matanya menatap Yuura.

“Yu.. Yuura?!! Kau bersama Hiroto.. apa kalian saling kenal?”

“Ya bisa dibilang begitu.” Yuura nyengir.

Sementara Hiroto juga ikut-ikutan terkejut. “Jadi kalian juga saling kenal?!”

======999======

Laki-laki itu memperhatikannya. Sungguh-sungguh. Padahal awalnya ia hanya tertarik berbicara padanya hanya untuk mengorek beberapa keterangan. Tapi akhirnya ia benar-benar tertarik dengan semua yang didengarnya. Laki-laki itu tidak menyangka Rika yang tampak pemalu apalagi saat berhadapan dengannya yang juga tidak punya ketertarikan pada wanita, lambat waktu akhirnya bisa bercerita panjang lebar kepadanya tanpa ada perasaan canggung dan belakangan malah tampak seenaknya.

Rika memegang rambutnya dan berceloteh mengatakan rambut pirang miliknya sangat lucu.

“Kamu kayak Jrocker ya.. rambutnya pake dibentuk ribet kek gini. Keramasannya kayak apa?? Ke salon berapa kali seminggu?? Apa gak risih kalo rambutnya nutupin mata gitu??” Tanya Rika memberondong.

Laki-laki itu hanya menjawab semua pertanyaan Rika dengan kepala menggeleng dan senyum seperti biasa.

“Rambut aslinya warna apa?” Tanya Rika lagi, padahal ia sudah tahu jawaban dari pertanyaan itu.

“Sama seperti warna rambutmu.”

Rika terkejut saat laki-laki itu menyentuh rambutnya. Baru saja ia mau menyingkirkan tangan laki-laki itu, tapi ada yang lebih dulu menepis tangan itu dari rambutnya.

“Jangan pegang-pegang temanku seenaknya!!! Kamu juga Rika! Ngapain sih ngobrol-ngobrol sok akrab sama dia?!!”

Rika terkejut saat Chiru tiba-tiba berkata seperti itu.

“Ngomong apa sih Chi..”

Chiru tidak menjawab dan hanya sibuk menarik tangan Rika. membawanya jauh meninggalkan laki-laki yang tadi mengobrol dengannya.

======999======

“Jangan dekat-dekat dia! Kita itu gak tau siapa dia dan apa tujuannya disini!!”

Rika tidak mengerti dengan ucapan Chiru. Ia hanya menoleh menatap Nao dan Akiya, berusaha meminta penjelasan lain dari mereka berdua.

“Sini deh biar aku aja yang jelasin. Kamu sama Akiya pikirin aja gimana caranya ngasih tahu Hiroto yang keras kepala itu.”

Rika makin tidak mengerti, terlebih saat Nao mengajaknya jalan-jalan ke luar rumah.

“Kita mau kemana Naoran?”

“Ke warung es krim. Kamu suka es krim kan?!”

Rika mengangguk girang. “Nao mau traktir ya... asiiikk!!”

“Jangan seneng dulu. Memangnya aku traktir gak ada imbalannya.”

“Mo minta imbalan apa? Jangan aneh-aneh ya..”

“Aneh-aneh gimana? Aku cuman mo minta dikenalin ma Hizaki.”

“Hizaki??? Hizaki siapa?”

“Itu lho.. cewek yang rambutnya ikal trus mukanya imut-imut kayak boneka porselen.”

Rika mencoba memutar otaknya dan mengingat. Ia memang sedikit punya kesulitan mengingat orang-orang di sekitarnya. Tapi akhirnya ia tertawa tertahan begitu tahu siapa Hizaki itu.

“Apa menurut Nao... Hizaki itu cantik?!”

Nao tampak malu-malu, tapi akhirnya ia mengangguk.

Rika makin terkikik geli melihatnya.

“Nao suka yang seperti Hizaki itu?”

“Bu- bukan gitu.. tapi aku suka cewek manis yang imut-imut dan menurutku Hizaki itu...”

“Tapi Hizaki itu bukan ce..”

“NAORAN!!!”

Nao terkejut saat ada yang menepuk pundaknya dari belakang dan menyebut namanya dengan keras, membuatnya tidak mendengar ucapan Rika yang terputus.

“Yuura??! Kamu disini.. lho Hiroto kamu sama Bou juga..”

“Kamu mau kemana Nao? Aku butuh bantuanmu. Sekarang juga kita ke rumah kos mu.” Paksa Yuura. membuat Nao mengalihkan langkahnya dengan canggung.

“Apa harus sekarang??”

“Iya ini mendesak.”

Nao mau tidak mau menuruti Yuura. membuat Rika cemberut karena merasa dilupakan.

“Nao... katanya mau traktir es krim!!” Rajuk Rika.

“Rika-san, kita pulang aja ya.. Rika-san katanya mo ngepang rambut Bou.” ucap Bou lembut.

Rika tersenyum menatap anak itu. “Tapi, apa Bou gak keberatan rambutnya Rika macem-macemin..”

“Gak masalah, nanti Bou ajarin Rika-san merawat kuku biar indah.”

Rika makin semangat dan buru-buru mengajak Bou pulang. Membuat Hiroto makin aneh melihat mereka. Kayak acara cewek-cewek aja pake ngebentuk rambut ma ngerawat kuku. Sadar gak sih kalo Bou itu cowok!! Gerutu Hiroto dalam hati.

======999======

Dengan menghisap sebatang rokok, laki-laki itu mencoba memandang pemandangan kecil yang tampak dari jendela di hadapannya. Ia tahu dirinya tidak diharapkan. Mungkin orang-orang sudah sangat peka mencium segala perbuatan dan niat busuknya, hingga mereka tidak bisa lagi ditipu dengan tutur bahasa yang ramah dan sikap santun yang coba ia tunjukkan.

Hanya Aoi dan gadis berambut pendek itu yang bisa menerima keberadaannya. Ia juga tidak mengerti mengapa Aoi bisa dengan tulus mencintainya, padahal ia sudah sering menyakiti laki-laki itu. Atau mungkin memang karena Aoi yang bodoh..

Bukan.

Bukan Aoi yang bodoh..

Hanya dirinya yang terlalu pintar untuk bisa mengelabui laki-laki itu.

Meskipun ia sudah cukup merasa bersalah karena hanya Aoi satu-satunya orang yang tidak bisa ia sakiti. Meskipun seandainya ia harus menyakiti laki-laki itu, tapi ia bertekad akan menyembuhkan luka laki-laki itu.

Dan seandainya suatu saat nanti ia terpaksa harus membunuh Aoi..

Ia berjanji akan menghabisi nyawanya sendiri setelah itu.

Suara tawa terdengar berdenting-denting mengisyaratkan kegembiraan. Ia sendiri tidak pernah tertawa dengan rasa gembira seperti itu dan ia selalu iri saat mendengar dan melihat orang lain tertawa tanpa ada sedikit beban pun di pundak mereka.

Laki-laki itu bergerak ke arah jendela berusaha lebih dekat untuk melihat siapa pemilik suara tawa-tawa itu. Dan matanya memancarkan kegairahan yang sangat saat ia melihat anak laki-laki itu. Anak laki-laki dengan tato di lengan atasnya.

Ia tertawa bahagia..

Dan tidak terluka..

Di satu sisi ia merasa bahagia karena mengetahui kenyataan itu..

Tapi disisi lainnya ia merasakan kebencian saat melihat anak laki-laki itu gembira.

Kegairahan di matanya dan tubuhnya semakin menjadi saat ia sadar akan segera bisa bertemu dengannya. Terlebih bukan ia sendiri yang mencarinya, tapi anak laki-laki itu sendiri yang datang mendekat kepadanya.

Kita memang sudah ditakdirkan bertemu..

Yuura...

Adikku tercinta...

=======999=======

t. b. Kontinyut~

0 komentar:

Posting Komentar