Nanairo CRAYON part 12 -Time of Dead-

Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine, Sadie n more…
Author: -Keka-

* * *


“Hei kalian mo kemana?”

Nao menoleh saat Keiyuu memanggilnya, padahal Nao baru saja ingin angkat kaki dari rumah bersama Yuura.

“ng.. ka- kami mo jalan-jalan Kei.”

“Jam segini??? Inikan sudah hampir malam Nao, berbahaya berkeliaran di luar rumah kalo hari mulai gelap.”

Nao tahu itu, tapi Yuura memaksanya mencari orang yang bernama Satoshi Takayasu itu, makanya ia mau saja diajak keluar rumah walaupun hari mulai gelap.

“Hanya sebentar Kei, kami akan pulang sebelum jam makan malam.” Ucap Nao yang langsung menarik tangan Yuura, lalu keluar meninggalkan rumah.

Keiyuu ingin mencegah, tapi ia mengurungkan niat itu karena menyadari hal itu sudah tidak berguna untuk saat ini.

Di belakang Keiyuu, Akiya tampak memperhatikan dengan penuh curiga meskipun ia tidak berkata apa-apa.

==1212==

“Anak itu bergerak.”

“Seorang diri?”

“Tidak. tapi dengan seorang temannya.”

“Dia punya teman??”

“Sepertinya begitu.”

“Lalu bagaimana dengan orang itu?”

“Maksudmu Uruha?”

“Iya, dia.. bukannya dia juga tinggal di rumah itu dengan kekasih laki-lakinya. Berarti dia sudah bertemu dengan adiknya dan punya banyak kesempatan untuk mendekati pemuda bermata setan itu, termasuk membunuhnya sewaktu-waktu.”

“Mao, ucapanmu itu tidak akan terjadi. Uruha bukan orang gegabah yang akan membunuh di tempat yang tidak tepat seperti di rumah itu. kita tahu rumah itu bukan hanya dihuni satu atau dua orang saja. Bahkan Mizuki juga ada di rumah itu.”

Mao tersenyum mendengar ucapan Tsurugi. “Mizuki ya.. bodohnya dia.. Kenapa dia masih juga ada di kota ini? apa dia pikir dengan mengubah diri menjadi orang baik-baik.. dia yakin keberadaannya tidak bisa kita temukan?!”

“Entahlah Mao, tapi kurasa dia masih menetap di kota ini karena kota ini adalah tempat kelahirannya dan tempat kelahiran adiknya yang mati tertembak itu. mungkin dia masih ingin mengenang kebersamaannya dengan mendiang adiknya itu.”

“Hei hei kalian, berhentilah membicarakan si pengecut Mizuki itu sebelum pemuda itu menghilang bersama temannya.” Ucap Kei yang duduk di jok belakang mobil dan masih memusatkan matanya pada sosok Yuura dan Nao yang berjalan terburu-buru.

==1212==



Satochi tersenyum saat mengakhiri percakapan hangatnya di ponsel. Tadinya ia tidak yakin, tapi ternyata istrinya mau memaafkan dirinya dan mengerti dengan semua penjelasannya. Wanita itu akan kembali, bukan hari ini. tapi besok Satochi akan menjemputnya di dermaga itu, tempat dimana mereka pertama kali bertemu dan tempat dimana Satochi pernah melamarnya.

Karena terlalu senang, Satochi sampai tidak mendengarkan ketukan pintu rumahnya. Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya ia sadar dan melongok ke arah pintu itu.

Siapa? Tanyanya dalam hati.

Untuk menjawab pertanyaannya, ia berdiri dari posisi duduknya dan berjalan menuju pintu itu. mungkin hanya Miya, Tatsurou atau Yukke. Begitu pikirnya, tapi ternyata dugaannya salah. Yang datang hanyalah dua pemuda yang sepertinya tidak begitu ia kenal. Tapi setelah memperhatikan lebih lama, Satochi akhirnya mengenali salah satu dari mereka dan segera membukakan pintu itu.

“Kau Yuura?”

“Ah Satochi-san syukurlah aku masih bisa bertemu denganmu.” Ucap Yuura bersemangat.

“Memangnya ada apa? Apa ada sesuatu yang penting?”

“Iya penting banget.” Tanpa menunggu dipersilahkan, Yuura langsung masuk begitu saja di rumah itu. Nao berusaha mencegahnya, tapi terlambat. Lagipula orang yang dipanggil Yuura dengan Satochi-san itu sama sekali tidak keberatan.

“Boleh aku duduk dan minta minum?” Tanya Yuura tanpa basa-basi.

Satochi mengangguk begitu saja, lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya laki-laki itu kembali dengan membawa minuman yang diinginkan Yuura.

“Arigatou.” Ucap Yuura singkat setelah meneguk habis gelas pertamanya. Sepertinya ia sangat kehausan.

“Maaf karena kami merepotkanmu Satochi-san. Temanku ini memaksa ingin bertemu denganmu malam-malam begini.” Ucap Nao. Melihat ekspresi bingung dari Satochi, akhirnya Nao memberanikan diri mengenalkan diri terlebih dahulu. “Namaku Naoran. Yuura bilang, beberapa hari yang lalu anda menyelamatkannya.”

Satochi mengangguk singkat. “Bukan hal yang hebat. Hanya kebetulan saja aku melihatnya dalam masalah.”

“Ya karena itu, kali ini dia ingin menghindarkan anda dari masalah.”

Satochi makin tidak mengerti dengan ucapan Nao. “Maksudmu?”

“Ng.. sebenarnya Yuura bisa melihat hidup anda yang tinggal- ”

“Ah Satochi-san, anda tidak niat bepergian dalam waktu dekat ini kan?!” Yuura tiba-tiba memotong ucapan Nao.

“Memangnya kenapa? Sepertinya ada yang aneh dengan kalian.”

“Ti- tidak ada apa-apa. Tapi keadaan cuaca buruk beberapa hari ini. jadi sebaiknya anda berdiam diri saja di rumah dalam waktu dua atau tiga hari ini.”

Satochi bingung dengan ucapan Yuura, meskipun ia tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak tertawa. “Kau ini aneh Yuura. jauh-jauh datang ke rumahku hanya untuk melarangku pergi keluar rumah karena kondisi cuaca yang buruk.”

“Sebenarnya bukan hanya kondisi cuaca yang buruk, tapi ada hal lain yang gak bisa kujelasin. Pokoknya Satochi-san harus tetap di rumah. itu semua demi keselamatan anda sendiri.” Yuura terdengar ngotot dan memaksa. Ucapannya semakin membuat Satochi bingung.

“Yuura dengar, aku tidak mengerti dengan ucapanmu. Tapi percayalah, aku akan baik-baik saja dan terima kasih karena sudah repot-repot memikirkan keselamatanku.”

“Ta- tapi Satochi-san... aku sungguh-sungguh..”

Satochi menepuk pelan kepala anak itu. “Aku percaya. Tapi cobalah berpikir logis, meskipun aku berada di rumah.. keselamatanku belum tentu terjamin. Lagipula ada hal penting yang harus kulakukan besok.”

“Besok? Apa tidak bisa ditunda sampai minggu depan?!”

“Maaf Yuura, tapi besok tepat tiga tahun pernikahanku dengan istriku. Aku sudah berjanji untuk menjemputnya di dermaga tempat aku pertama kali bertemu dengannya dan melamarnya.”

Dermaga... ya, tempat itu yang terlihat di mata Yuura.

“TIDAK!!! Pokoknya anda gak boleh kesana!! Ini menyangkut nyawa anda!! Kalau memang sangat penting, biar aku yang menggantikan anda pergi ke tempat itu, aku yang akan menjelaskan pada istri anda perihal ketidakhadiran anda. Ini memang gak masuk akal, tapi percayalah.. anda akan kehilangan nyawa jika ngotot tetap pergi kesana!!”

Satochi tertegun dengan ucapan Yuura. ucapan anak itu memang tidak bisa diterima akalnya.

“Kumohon Yuura, jangan mengada-ada. Meskipun kau bilang kalau aku akan mati jika pergi ke tempat itu, tapi aku akan tetap kesana.”

“Dengar dulu Satochi-san, Yuura bermaksud baik dengan memperingatkan anda. Dan jika aku jadi anda, aku akan mendengar kata-katanya.”

“Mungkin kalian memang punya niat baik, tapi aku gak mungkin menerima mentah-mentah semua ucapan kalian yang membingungkan ini. kalian bukan Tuhan yang bisa mengetahui kapan kematianku akan tiba. Dan aku bukan tipe orang yang percaya ramalan.”

“Ini bukan ramalan, tapi aku betul-betul melihatnya..”

“Melihatnya? Melihat apa? Kematianku?! Oh sudahlah Yuura, aku yakin kau bukan pemilik mata Shinigami yang bisa melihat tanggal kematian orang-orang.”

“Yuura memang gak punya mata shinigami, tapi matanya lebih hebat daripada mata shinigami. Anda harus percaya itu Satochi-san.”

“Sudahlah, hentikan bualan kalian. Aku tidak bermaksud mengusir, tapi sebaiknya kalian pulang saja. Ini sudah malam.” Ucap Satochi tanpa terdengar jika ia sedang ingin marah.

“Tu- tunggu Satochi-san.. baiklah aku mengerti keinginanmu untuk pergi ke dermaga itu, tapi bolehkah kami ikut kesana besok?!” Lagi-lagi Yuura berkata dengan ekspresi setengah memaksa.

“Hei Yuura, yang bener aja. Dia kan pengen ketemu bininya,, masa’ kita ikut ngintil di belakang?! Itu kan gak lucu.” Bisik Nao.

“Tapi gak ada pilihan lain Nao.” Yuura balik berbisik.

Meskipun tampak berpikir lama, namun akhirnya satochi mengangguk. “Baiklah, terserah padamu Yuura. besok kau akan lihat sendiri kalau aku akan baik-baik saja. Dan mungkin ini akan jadi cerita menarik yang bisa kuceritakan pada istriku besok.” Satochi kembali tersenyum. “Oh iya, karena sudah malam.. sebaiknya kalian menginap saja di rumahku. Besok pagi kita berangkat ke dermaga itu. tempatnya sangat jauh. Ada di kota kelahirannya yang terpaut beberapa distrik dari tempat ini, memakan waktu seharian penuh jika menggunakan mobil. Aku sudah bilang pada istriku akan menjemputnya pada pukul delapan malam.”

==1212==

Akiya tampak menanti dengan cemas saat Keiyuu, Rika dan Chiru menghampirinya.

“Oi, napa Aki? Kok ngelamun?” Tanya Rika sambil menyendok es krim di mangkuknya.

“Nao.”

“Nao?? Mangnya napa dia?” Gantian Chiru yang bertanya.

“Belum pulang ya sama anak itu.. padahal kan ini udah malam. Katanya bakal pulang sebelum makan malam. Ini sih udah mau tengah malam.” Ucap Keiyuu yang ikut-ikutan cemas.

“Memangnya mereka kemana?” Tanya Chiru lagi.

Akiya menggeleng. “Tadi malam Nao cerita tentang anak itu. Katanya ada sesuatu yang istimewa dengan matanya, tapi Nao gak cerita lebih lanjut dan cuma bilang kalo dia dan anak itu harus mencari seseorang yang perlu diselamatkan nyawanya.”

Keiyuu, Rika dan Chiru hanya melongo tanpa berkomentar apa-apa.

Sementara itu, ada seseorang yang mendengarkan ucapan Akiya dari balik dinding ruangan yang tidak tertutup itu.

Orang itu adalah Uruha.

==1212==

“Mereka gak keluar juga dari rumah itu. apa perlu kita menunggunya semalaman?”

“Iya kita tunggu saja, ketua sudah memerintahkan kita untuk menangkap hidup-hidup anak itu. mungkin dia menginap di rumah itu, besok pagi dia pasti keluar dari sana. Sementara ini, kita tidur dan bergantian berjaga satu persatu setiap dua jam sekali.” Perintah Tsurugi yang diiyakan oleh kedua temannya, Mao dan Kei.

“Mao, sebaiknya kau hubungi Aki dan beritahu keadaan kita disini. Jangan biarkan dia memberitahu Uruha dimana adiknya berada, orang itu bisa saja mengacaukan rencana kita.”

Mao mengeluarkan ponselnya dan mengangguk malas dengan perintah Tsurugi.

==1212==

Kanon memeluk tubuh kecil itu saat ia benar-benar yakin bahwa sosok kecil yang di hadapannya adalah Bou.

“Aku mencemaskanmu.” Ucap Kanon sembari mengusap rambut pirang Bou yang tergerai.

Hiroto yang melihat mereka hanya bisa menghela nafas panjang. Akhirnya dua orang itu bertemu juga. Begitu pikirnya.

“Kanon, ini dimana?” Tanya Bou saat memperhatikan sekelilingnya setelah terlepas dari pelukan pengawal pribadinya itu.

“Ini rumah nenekku. Kamu aman disini Bou.”

Bou tersenyum dan mengangguk lega mendengar ucapan Kanon. Lalu ia menoleh pada Hiroto yang berada di belakangnya. “Kanon, ini Pon Pon..”

“Ya aku sudah tau. Aku berterimakasih padanya karena sudah menjaga dan mengantarmu ke rumah ini.”

Hiroto tersenyum canggung. “ng.. Bou kan juga temanku, wajar kalo aku membantunya sedikit.”

“ng.. Kanon.. bolehkah Pon menginap di rumah ini?” Bou memohon pada Kanon dengan ekspresi yang dibuat menggemaskan.

“I- iya boleh saja..” Kanon jadi kikuk saat melihat wajah Bou yang begitu dekat dengannya.

Bou tersenyum sembari mencium lembut pipi Kanon. “Makasih ya..”

Seketika wajah Kanon menjadi merah padam. Ia senang meskipun Bou hanya mencium pipinya.

==1212==

Semangat dan keceriaan yang tertoreh di wajah itu, membuat Yuura semakin sakit mengetahui bahwa nyawa orang itu tidak lama lagi. Rasanya ia pernah merasakan perasaan yang seperti ini. ingin menyelamatkan seseorang namun ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia ingin mencegah kepergian laki-laki itu, tapi tidak bisa. Keinginan kuat Satochi untuk bertemu dengan istrinya lebih besar daripada ketakutan akan kematiannya.

Sebenarnya tidak sedikit pun Satochi meragukan ucapan Yuura, tapi ia hanya berpikir bahwa hidupnya ada di tangan Tuhan. Dan jika Tuhan sudah menghendaki kematiannya, maka dengan bersembunyi dan menjauhi sumber penyebab kematian itu tidak akan mengubah apapun pada takdirnya.

Satochi mengeluarkan mobil dari bagasi rumahnya dan berhenti tepat di hadapan Yuura dan Nao.

Nao tampak ragu saat ingin masuk ke dalam mobil itu, tapi tidak dengan Yuura. tanpa menunggu perintah, ia langsung masuk ke dalam mobil itu. yuura hanya berharap, Satochi akan mengubah pendiriannya dan mengikuti sarannya untuk tetap berada di rumah. tapi sepertinya laki-laki itu tetap bersikukuh dengan pendiriannya dan tidak ada yang bisa Yuura lakukan selain mengikuti kemana laki-laki itu pergi dan memastikannya tidak sedang dalam bahaya.

Dari arah seberang jalan, Tsurugi, Mao dan Kei sudah mengincar kepergian mobil itu. tapi mereka tidak yakin jika target mereka yang tidak lain adalah Yuura ada di dalam mobil itu.

Untuk itu Mao meminta Kei untuk memeriksa rumah Satochi dan memastikan rumah itu sudah tidak berpenghuni, sementara Mao dan Tsurugi membuntuti mobil Satochi dari belakang.

==1212==

Pertemuan dengan Reita, memaksa Saga untuk datang ke rumah itu, rumah yang saat ini ditempati Hiroto sebagai tempat kos. Hal itu dilakukannya sekedar untuk memastikan bahwa keadaan Hiroto baik-baik saja sekaligus untuk berusaha membujuk Hiroto agar mau bertemu Tora yang keadaannya semakin tidak baik. Saga tidak sadar bahwa kedatangannya di rumah itu membuatnya bertemu kembali dengan kawan lamanya.

“Maaf Saga, tapi Pon gak pulang tadi malam.” Ucap Rika yang menyambut kedatangannya di pintu masuk.

“Dia kemana?” Tanya Saga mendadak seperti orang panik.

Rika menggeleng. “Gak tau tuh, dia sih perginya sama Bou. katanya mo nginap di rumah temannya Bou.”

Meskipun Rika sudah berkata demikian, namun sisa kecemasan di wajah Saga yang biasa tenang masih tampak terlihat. “Kapan dia kembali?”

Lagi-lagi Rika menggeleng. “Seharusnya sih hari ini, soalnya dia gak bawa baju ganti. Lagian besok dia masih harus ke sekolah, jadi mungkin nanti siang dia sudah pulang.”

“Ng.. Rika.. boleh aku minta tolong padamu?”

“Ya boleh aja sih, mangnya mo minta tolong apa?”

“Tolong hubungi aku kalo Hiroto sudah tiba di rumah ini.”

Rika mengangguk. Sedikitnya itu membuat Saga lega. Dan laki-laki itu memutuskan pergi. Namun baru dua langkah ia melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suara yang dulu cukup akrab di telinganya.

“Saga? Kaukah itu?!”

Saga kembali menoleh ke belakang. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh cukup tinggi di belakang Rika yang bersosok chibi.

“Uruha??!!”

Wajah Saga terkejut tiba-tiba menyadari sosok itu ada di hadapannya. Padahal ia yakin sudah tidak mungkin lagi melihatnya.

“Wah kalian saling kenal ya?” Tanya Rika memperhatikan bergantian wajah Saga dan Uruha.

“iya, dia ini sahabat baikku.” Ucap Uruha sembari merangkul pundak Saga. “Sudah lama kami tidak bertemu. Aku sangat merindukannya.”

“Untung juga ya bisa ketemu disini. Kalo gitu kalian ngobrol-ngobrol aja di dalam, nanti aku siapin minuman ma makanan kecil.”

“Gak usah repot-repot Rika.. aku dan Saga akan mengobrol di tempat lain saja. Beritahu Aoi kalo aku akan segera kembali.”

Rika mengangguk seiring kepergian Saga bersama Uruha. Aneh. Begitu pikir Rika. meskipun bertemu teman lamanya, tapi wajah Saga tidak terlihat senang.

==1212==

Sudah lewat tengah hari dan beratus-ratus kilometer mereka lalui, tapi sepertinya perjalanan mereka masih panjang tanpa masing-masing menyadari bahwa saat ini mereka sedang dibuntuti.

“Untuk apa kita mengikuti mereka sampai sejauh ini?” Tanya Mao kesal sambil terus mengemudikan mobilnya.

“Di dalam mobil itu ada pemuda itu. Kei memberitahuku di rumah itu sudah tidak ada siapa-siapa, jadi kesimpulannya.. Yuura di mobil itu. mungkin ia sadar nyawanya terancam dan ingin melarikan diri ke kota lain. Dari arah tujuannya sepertinya dia ingin ke Fukuoka.”

“Kenapa gak langsung aja kita salip mobil mereka dan paksa dia keluar dari mobil itu lalu membawanya ke markas. Lagipula ini terlalu riskan, bagaimana kalo tiba-tiba kita kehilangan jejak mobil itu?”

“Tenanglah Mao, aku sudah memasang alat pelacak di mobil itu secara diam-diam tadi malam. Aku sudah memprediksi hal ini. lagipula terlalu berbahaya menyalip mobil mereka di tempat ramai seperti ini. tunggullah sampai mobil itu tiba di tempat tujuannya.”

“Ya baiklah, terserah dirimu saja.”

==1212==

“Sudah lama ya Saga.. sejak aku membunuh orang itu dan mereka memisahkan kita. Bagaimana kabarmu? Kudengar kau punya seorang adik tiri dan gara-gara dia kau memutuskan berhenti dari pekerjaanmu.”

“Aku baik-baik aja, tapi yang lebih penting.. sedang apa kau di rumah itu?”

“Maksudmu di rumah tempat tinggal Aoi?”

“Kau mengenal Aoi?” Saga balik bertanya.

“Dia kekasihku, Saga. Kami saling mencintai.”

“Bagaimana kau bisa mengenalnya?”

Uruha setengah tertawa. “Aku mengenalnya waktu dia menyelamatkanku yang nyaris tenggelam. Dia orang baik yang sangat memahami karakterku. Aku sangat mencintainya.”

“Dia tau kau seorang pembunuh?”

Uruha menggeleng. “Tapi aku akan segera berhenti seperti dirimu. Kudengar kau berhenti karena seorang laki-laki yang seharusnya menjadi targetmu telah menyadarkanmu. Apa itu benar?”

“Entahlah Uru, aku memang merasa tidak cocok dengan pekerjaan itu. kau tahu kan kalo selama ini kita hanya dimanfaatkan?! Aku merasa harus keluar dari lingkaran setan itu dan menjalani kehidupan dengan semestinya.”

“Kita memang dimanfaatkan, tapi apa kau lupa kesenangan saat membunuh dan rasa bahagia saat melihat darah?”

“Aku sudah tidak ingat rasanya. Hanya bau amis. Aku lebih bahagia saat bersama orang-orang yang aku cintai.”

“Iya kau benar. Karena itulah aku juga ingin berhenti dan hidup berdua dengan Aoi. Tapi setelah memastikan kematian anak itu terlebih dahulu dengan mataku sendiri.”

“Adikmu?! Apa kau masih mendendam padanya??”

“Tentu saja Saga. Aku tidak bisa lupa saat dengan tenangnya anak itu mencabut pisau yang tertancap di jantung ayah dan ibuku.”

“Tunggu Uruha, apa kau yakin adikmu itu pelakunya?”

“Tidak ada siapa pun selain dia di sana. Yuura terlalu mempercayai matanya. Padahal apa yang dilihatnya hanya modifikasi dari pikirannya yang terlalu berkembang dengan imajinasi-imajinasi yang menyesatkannya. dia terlalu percaya orang tua kami akan membunuhnya.. karena itu dia membunuh mereka karena ketakutan akan hal itu. mata itu menjaganya, tapi sebenarnya mata itu hanya menyesatkannya. setan yang berdiam diri di matanya itu telah membuatku membencinya.”

“Yang dilihatnya bukan hanya sekedar imajinasi, tapi benar-benar terjadi. Kau juga tau hal itu. berulang kali organisasi memanfaatkannya, lalu mencuci otaknya untuk membuatnya lupa atas apa yang dilihatnya.”

“Ya itu benar, tapi kenyataan yang diperlihatkan matanya tidak seratus persen benar. Dia tidak bisa membedakan mana imajinasinya dan kenyataan sesungguhnya. Karena terlalu percaya dengan apa yang dilihatnya, dia justru membahayakan nyawa orang di sekitarnya. Dan mungkin saat ini, dia juga sedang berada dalam posisi itu. karena itu lah aku ingin membunuhnya. Semata-mata bukan hanya karena dendam, tapi karena aku masih menyimpan sedikit rasa sayang padanya. Aku ingin membuatnya berhenti melihat hal-hal yang tidak diinginkannya.”

==1212==

Satochi menghentikan mobilnya tepat di hadapan sebuah kedai sushi di pinggiran kota.

“Kalian lapar kan?!”

Nao dan Yuura menggeleng, tapi perut mereka tidak bisa berbohong. Ya, mereka memang sangat lapar karena perjalanan bermil mil tanpa henti. Mereka hanya berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar kendaraan, setelah itu mereka melanjutkan kembali perjalanan dengan tujuan agar sampai di fukuoka sebelum hari gelap.

“Orang itu baik banget Yuura, mau mentraktir kita makan sebanyak ini.” ucap Nao saat dihadapkan berbagai aneka sushi di hadapannya. “Berapa sisa umurnya?” Tanya Nao berbisik saat memastikan bahwa Satochi yang duduk di sudut ruangan bersama seorang laki-laki tua yang sepertinya dikenalnya itu tidak mendengar ucapannya dan ucapan Yuura.

“lima jam.”

“Lima?? Hanya lima?!!” Nao mengacungkan tangan kirinya dengan memperlihatkan telapak tangan dan kelima jarinya. Lalu ia tampak menghitung-hitung.. “Berarti orang itu akan mati setelah dua jam pertemuannya dengan sang istri di dermaga itu. Atau jangan-jangan dia gak mati di dekat dermaga tapi dalam perjalanan pulang dari dermaga itu..”

“Engga Nao, aku melihat jelas dermaga itu. laki-laki itu terkapar dengan tubuh bersimbah darah.”

“Lalu apa kamu melihat apa penyebab dia bersimbah darah?”

Yuura menggeleng. “Sepertinya karena tusukan benda tajam. Dan aku gak tau siapa pelakunya.”

“Apa mungkin istrinya?”

“Entahlah Nao, aku juga gak liat ada sosok wanita di sana.”

“Coba kamu liat lebih jelas, paksa matamu melihat lebih dari yang kamu liat saat ini.”

“Sudah Nao, tapi semuanya sama aja.”

“Wah repot juga, padahal kita sudah mengikuti dia sampe sejauh ini. lalu apa kamu liat dimana posisi kita saat laki-laki itu mati terbunuh.”

Yuura menggeleng. “Laki-laki itu terkapar sendirian, dermaga itu sepi sampai ada seorang petugas patroli yang menemukannya dua jam kemudian. Setelah itu baru terlihat banyak orang yang berkerumun, sepertinya pegawai pelabuhan. Dan ada ambulan yang membawa mayat laki-laki itu.”

“Yuura, jangan-jangan kita ikut mati juga bersama laki-laki itu.. ta- tapi mayat kita ada di tempat lain..” Nao mendadak merinding membayangkannya. “Aku gak mau ikutan mati muda gara-gara mengikuti laki-laki itu.”

“Tenang Nao, aku gak liat tanda-tanda kematian di wajahmu.”

“Serius nih?! Aku jadi takut. Kalo tau aku bakal mati, aku kan bisa cepat-cepat pergi ke tempat Hizaki dan bilang suka padanya sebelum semuanya terlambat.”

“Hizaki siapa?”

“Ng.. dia gadis cantik yang aku sukai.” Wajah Nao tampak malu-malu.

“Hihihii.. ternyata ada ya.. aku pikir Nao gak akan suka sama seorang gadis.”

“Ngomong apa itu, aku ini kan bukan homo.”

“Iya iya aku tau.” Yuura tertawa kecil sambil menundukkan wajahnya. Lalu terlihat di mata Nao, sesuatu yang tersembunyi dan menghiasi leher temannya itu.

“Yu- Yuura.. kalung yang kamu pakai itu..”

“Ah kalung ini ya... aku baru memakainya beberapa hari yang lalu. Kai yang memberikannya padaku. Dia bilang kalung ini milikku.”

“Kai? Siapa??”

“Dia itu laki-laki yang menyelamatkanku beberapa tahun yang lalu. Dan sekarang aku menganggapnya sebagai kakakku.”

Nao ingin bertanya lebih banyak, tapi hal itu urung dilakukannya karena Satochi sudah menghampiri mereka kembali.

“Kalian sudah selesai?”

“I- iya..” Nao berkata gugup. Kegugupannya lebih disebabkan karena kalung yang dipakai Yuura sama persis dengan kalung yang dipakai teman Aoi.

“Kalo begitu kita lanjutkan perjalanan lagi sebelum hari mulai gelap.”

Yuura dan Nao mengangguk, meskipun mereka berdua berharap Satochi tidak akan pernah sampai ke dermaga itu.

Lewat dari satu jam perjalanan, Nao masih berusaha mencari celah untuk menanyakan prihal kalung itu kepada Yuura. Tapi waktunya memang kurang tepat. Mungkin Nao perlu berbicara panjang pada Yuura setelah urusan mereka dengan Satochi selesai.

Sejurus kemudian Satochi kembali menghentikan mobilnya. Kali ini di tempat yang lebih sepi. Hanya ada sebuah minimarket yang punya sedikit kehidupan di tempat itu.

“Kalian tunggulah disini.”

“Satochi-san, anda mau kemana?”

“Hanya sebentar. Aku ingin membeli makanan ringan di minimarket yang ada di ujung jalan itu.”

“Bi- biar aku saja.” Yuura mengajukan diri.

Satochi menghela nafas panjang. Ia merasa ruang geraknya dibatasi, tapi karena Yuura memaksa, jadi tidak ada yang bisa dilakukannya selain menuruti keinginan anak itu.

Setelah kepergian Yuura sekitar lima menit yang lalu, Satochi tampak memperhatikan sebuah mobil yang berjarak sekitar 100 meter dari tempat mobilnya diparkirkan. Ia merasa mobil itu sudah membuntutinya sejak memasuki wilayah Fukuoka.

Tidak. bukan hanya sejak di Fukuoka, tapi lebih dari itu. mungkin sejak awal mobil itu memang mengikutinya. Ada yang mereka incar. Tapi Satochi tidak yakin jika ia yang mereka inginkan. Satochi tidak ingat pernah punya musuh, tapi untuk apa mobil itu mengikutinya?

“Ng.. Nao.. kau lihat mobil hitam yang terparkir di belakang itu?”

“Anda juga menyadarinya, Satochi-san?!!”

“Kau juga?!”

Nao mengangguk. “Mobil itu sudah mengikuti kita sejak awal. Tadinya aku hanya berpikir itu kebetulan, tapi udah sampe sini sih namanya bukan lagi kebetulan.”

“Apa Yuura juga tau mobil itu mengikuti kita?”

Nao menggeleng. “Entahlah, tapi kurasa penglihatannya lebih peka daripada kita. Mungkin dia juga sudah tau.”

“Lalu apa kau pernah melihat mobil itu sebelumanya, Nao?”

Lagi-lagi Nao menggeleng. “Baru kali ini aku melihatnya. Ng.. apa mungkin orang itu mengikuti anda, Satochi-san?”

“Bukan Nao, kurasa bukan aku yang diincarnya. Satochi tampak berpikir. Sepertinya ia memang pernah melihat mobil itu entah dimana, tapi ia lupa.

“Bukan musuhmu kan Nao?”

Nao menggeleng cepat. “Bu- bukan.. a- aku memang sering terlibat masalah dan dipukuli, ta- tapi sekarang aku sudah gak punya musuh.”

Satochi menatapnya curiga. “Benar begitu..”

“Ng.. ya.. kurasa memang begitu.” Nao cengar-cengir.

Satochi kembali berpikir. Kalau bukan dirinya dan Nao, berarti yang diincarnya adalah Yuura. tapi kenapa Yuura diincar?

Satochi memang tidak mungkin menemukan jawaban dari pertanyaanya. Tapi akhirnya ia mengingat sesuatu.

Orang-orang itu memang mengincar Yuura. mobil itu pernah dilihatnya saat menolong Yuura yang pingsan dan disekap beberapa orang.

“Wah Yuura lama banget sih, ini kan sudah lebih dari setengah jam. Masa beli makanan dan minuman di minimarket aja selama ini?!!” Ucap Nao sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Satochi juga merasa kepergian Yuura terlalu lama.

“Kau tunggu disini Nao, aku akan menyusulnya.”

“Hei Satochi-san, tunggu!!” Nao berusaha menghentikan laki-laki itu, tapi gerakan Satochi lebih cepat.

==1212==

“Kau ingat kami Yuura?”

Yuura menatap dua orang yang menghadangnya dan kedua orang itu telah sukses membuatnya terpojok di sebuah gang sempit yang gelap.

“Kalian yang waktu itu menyerangku...”

“Iya benar, apa kau sudah ingat? Kau bermaksud melarikan diri dari kami?!”

“Aku tidak mengerti ucapan kalian, aku tidak sedang dalam pelarian. Dan sebaiknya kalian minggir, aku mau lewat!!”

“Tunggu dulu Yuura!” Salah satu dari mereka menghadangnya lebih dekat. “Ikutlah dengan kami secara baik-baik.”

“Hah?!! Yang bener aja!! Emangnya apa untungnya aku mengikuti kalian?!!”

“Jawabannya mudah... kau tidak akan terluka jika menuruti ucapan kami. Sebaliknya jika tidak mau, kami akan memaksamu dengan... yah sedikit kekerasan.” Ucap laki-laki di belakang Yuura yang saat ini sudah mengeluarkan sebilah pisau tajam. Yuura jadi benar-benar merasa terdesak.

==1212==

Di tempat lain...

“Nao dan anak itu gak pulang tadi malam. Sekarang juga sudah malam. Apa mereka berniat gak pulang lagi?!” Tanya Chiru sambil mengaduk-aduk kuah sobanya.

“Memangnya mereka tidur dimana kalo gak pulang?” Keiyuu balik bertanya sambil membereskan meja makan.

“Mungkin di rumah Yuura. kata Nao.. Yuura itu tinggal di rumah mewah. Daripada Nao, apa gak seharusnya kita lebih mencemaskan Pon Pon?! Dari tadi malam dia juga belum pulang.” Ucap Rika yang ikut membantu Keiyuu membereskan meja makan dan bersiap mencuci tumpukan-tumpukan piring.

“Kalo anak itu sih gak usah dicemasin. Tadi siang dia telpon aku dan katanya dia gak pulang sampe besok. Rasanya rumah ini mendadak sepi ya.. Izumi juga sudah dua hari gak nginap disini. Dan rasanya Mizuki mendadak jadi lain.” Keiyuu berkata dengan ekspresi tenang.

Berbeda dengan Akiya yang sedang duduk di pojokan ruang. Meskipun tenang dan diam, tapi sebenarnya saat ini ia sangat cemas memikirkan kepergian dan keselamatan temannya. Apalagi setelah beberapa waktu lalu secara tidak sengaja ia mendengar pembicaraan antara Mizuki dan teman Aoi yang bernama Uruha itu. Ia sadar jika selama dua tahun belakangan ini ternyata ia telah hidup seatap dengan seorang mantan pembunuh dan sekarang ada seorang pembunuh aktip yang sedang berkeliaran di sekitarnya. Akiya sengaja diam dan tidak buru-buru memberitahukan hasil temuannya ini pada teman-temannya yang lain. Hal itu dilakukannya semata agar tidak membuat mereka panik dan melakukan tindakan-tindakan bodoh. Yang perlu dilakukannya saat ini hanyalah berbicara dengan Aoi.

==1212==

Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Yuura hingga membuatnya terhuyung ke belakang dan kacamatanya terlepas.

Yuura mencium bau anyir. Bibirnya berdarah dan kepalanya sedikit pusing setelah terkena hantaman sebanyak dua kali. Yuura berusaha melindungi dirinya meskipun gagal karena dua orang yang menyerangnya sangat berpengalaman.

“YUURA!!!”

Seorang laki-laki tampak berlari menuju tempatnya.

Yuura melihat jelas saat laki-laki itu ingin menghampirinya.

Jangan.. Satochi-san.. jangan kemari..

Sekarang semuanya cukup jelas. Kejadiannya berulang seperti beberapa tahun yang lalu. Entah bagaimana ingatan itu kembali terbersit. Ia melihat seorang wanita terbunuh. Dan wanita itu mati terbunuh gara-gara dirinya.

Hal yang sama sebentar lagi akan berulang pada Satochi. Ternyata memang ia yang menjadi penyebab kematian Satochi.

Seorang laki-laki yang dipanggil temannya dengan nama Tsurugi tampak menghampiri Satochi dengan menghunus sebilah pisau. Awalnya Satochi tidak kesulitan menghindari serangan laki-laki itu. apalagi ia memang menguasai keterampilan beladiri. Tapi karena keletihan fisik akibat mengendarai mobil selama berjam-jam, membuat Satochi kehilangan konsentrasi dan pisau di tangan Tsurugi sukses menembus perut laki-laki itu.

Hal itulah yang dilihat Yuura saat ini. dan hal itu akan terjadi hanya dalam hitungan beberapa menit kemudian. Bahkan mungkin tidak akan sampai dalam hitungan mundur 120 detik.

Terlambat bagi Yuura untuk memaksa Satochi pergi meninggalkan dirinya. Laki-laki itu terlalu peduli pada sekitarnya dan baginya menolong Yuura mungkin lebih penting daripada sekedar menjaga nyawanya. Bahkan ia seperti tidak ingat jika istrinya saat ini sudah menunggu kedatangannya di dermaga itu.

Kematian Satochi bukan karena kenekatannya pergi ke dermaga itu, tapi karena Yuura memaksa mengikutinya. Jika Yuura tidak bersikeras mengikutinya, nasib Satochi tidak akan se-naas ini. laki-laki itu tidak perlu terkena tusukan pisau karena berusaha menolongnya.

Dalam penglihatan Yuura, gerakan kedua laki-laki yang saling menyerang itu seperti melambat. Dan Yuura seperti melihat batas waktu yang terhitung mundur satu-persatu secara perlahan dan matematis. Dimulai dari angka 33 dan angka itu terus berhitung mundur hingga menjadi angka satu dan akhirnya nol.

Satochi terkapar sambil memegangi perutnya yang mengucurkan darah. Sedangkan Yuura yang ingin menolongnya malah mendapat hantaman keras di tengkuk belakangnya dan akhirnya pingsan. Mao menyeretnya segera masuk ke dalam mobil sebelum ada orang yang melihat perbuatan mereka.

Tsurugi masih ingin menusuk Satochi lagi untuk memastikan bahwa laki-laki itu benar-benar mati, tapi Mao sudah memaksanya meninggalkan laki-laki itu.

“Biarkan dia!! Cepatlah Tsurugi, sebelum ada orang yang melihat ini!!”

Tsurugi mundur, masih dengan tangan memegang pisau. Lalu ia masuk ke dalam mobil yang dikemudikan Mao. Jarak beberapa meter, tampak Nao yang tadi sibuk mencari-cari Satochi dan Yuura. Ia hanya sempat melihat Yuura diseret masuk ke dalam mobil yang kini bersiap melaju. Nao berinisiatif mengejar mobil itu sebelum mobil itu melesat pergi.

“Ada yang mengejar kita di belakang.”

“Tabrak dia Mao!” Seru Tsurugi. Mao mengerti lalu memundurkan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan menabrak Nao yang mengejar di belakang. Nao panik tidak bisa menghindar dan pasrah saat perutnya dihantam bagian belakang mobil itu.

Setelah memastikan orang yang ditabraknya tumbang, Mao kembali memasukkan gigi dan menginjak gas lebih cepat lalu secepat kilat meninggalkan tempat itu.

Peristiwa itu cukup menimbulkan keributan dan orang-orang mulai bermunculan dengan ekspresi bertanya-tanya.

Nao merasakan sakit yang teramat sangat diperutnya. Ia juga merasakan sesak dan akhirnya terbatuk lalu mengeluarkan darah dari mulutnya. Mungkin ada pendarahan di rongga perutnya dan ia kembali berpikir apa ia akan ikut mati... sampai akhirnya pandangan matanya kabur dan Nao ikut pingsan di tengah jalan yang sepi kendaraan namun sudah dikerumuni banyak orang.

Sementara itu, tak jauh dari tempat Nao ditabrak, jemari tangan laki-laki yang terkapar bersimbah darah itu masih bergerak.

Satochi bangkit sambil memegangi perutnya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya masih berusaha mencari-cari sesuatu. Cincin itu. cincin yang ingin ia berikan pada istrinya sebagai hadiah ulang tahun pernikahan. Cincin itu terjatuh saat ia berkelahi dengan orang yang akhirnya menikamnya. Ia terus mencari cincin itu meskipun pendarahan di perutnya semakin deras. Seharusnya ia masih bisa meminta pertolongan dan ia yakin nyawanya masih bisa diselamatkan jika orang-orang segera membawanya ke rumah sakit. Apalagi saat ini ia mendengar suara sirine ambulan.

Tapi entahlah apa karena bodoh,, namun Satochi tetap bersikeras mencari cincin itu. dan setelah menemukannya, ia malah bergegas menuju dermaga yang masih berjarak kurang lebih lima kilometer. Sudah setengah jam yang lalu seharusnya ia tiba di dermaga itu dan menyerahkan cincin sebagai permintaan maaf, tapi segala sesuatu yang sudah dirancang manusia memang tidak akan terlaksana jika Tuhan sudah punya rancangan sendiri.

Satochi mengendarai mobilnya dengan susah payah. Ia berusaha menutupi luka tusukannya dengan memakai jaket lebih tebal. Namun tanpa bisa diduga akhirnya mobil yang dikendarainya tiba-tiba berhenti karena kehabisan bahan bakar, padahal jarak dermaga masih kurang lebih satu kilometer lagi. Tidak ada yang bisa Satochi lakukan selain berjalan kaki dengan tertatih-tatih.

Karena terus bergerak itulah darahnya semakin banyak mengalir dan wajahnya semakin pucat. Darah itu menetes di sepanjang jalan yang ia lewati. Satochi tidak peduli itu, ia hanya terus berpikir untuk sampai ke dermaga bagaimana pun beratnya perjuangan yang harus ia lewati.

Hampir jam sepuluh malam, jalanan itu semakin sepi. Satochi hanya berharap istrinya akan tetap setia menunggu kedatangannya. Tapi mana mungkin ada wanita seperti itu. meskipun sangat setia, mana mungkin ada wanita yang tetap menunggu meskipun laki-laki yang ditunggunya sudah telat selama dua jam.

Kenyataan itu membuat Satochi terpuruk. Setidaknya ia berharap ingin melihat sosok istrinya meskipun batas waktunya tinggal menghitung detik.

Dan keinginannya terkabul.

Wanita itu tetap menunggu di sana.

Bahkan sosoknya begitu indah meskipun Satochi hanya melihatnya dari belakang.

Jarak mereka terpaut sekitar 100 meter. Satochi ingin menyebut dan memanggil nama wanita yang dinikahinya tiga tahun yang lalu itu. tapi suaranya sudah tercekat dan ia tidak sanggup menanggung penderitaan lebih lama. Volume darahnya sudah semakin berkurang dan ia sudah merasa di ambang kematian.

Ia hanya ingin wajah wanita itu berpaling padanya dan satochi melihat wajahnya sebelum ia benar-benar pergi, tapi wanita itu hanya terus menatap arah yang berlawanan dan perlahan mulai berjalan menjauhi posisi Satochi berada. Wanita itu akan segera meninggalkan dermaga tanpa ia sadar bahwa orang yang dinantinya sejak tadi sudah datang dengan susah payah hanya demi dirinya.

Wanita itu menangis menyadari suaminya tidak datang menyusulnya. Ia mulai berpikir bahwa suaminya memang tidak mencintainya, tapi ia tidak menyesal menikah dengan laki-laki itu karena memang hanya Satochi lah orang yang paling dicintai.

Saat ini wanita itu sudah mengambil keputusan...

Ia tidak ingin mendengar kata-kata Satochi lagi meskipun laki-laki itu berlutut di hadapannya.

Dan memang itulah yang terjadi...

Ia tidak akan pernah mendengar suara suaminya lagi..

karena saat ini Satochi sudah...

menghembuskan nafasnya yang terakhir...

==1212==


t.b.Kontinyut~

0 komentar:

Posting Komentar