Nanairo CRAYON part 8 chapter 2


Fandom : Jrock staring The GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine, Sadie n more…

Author : ~Keka~

* * *


Keiyuu tidak mengerti mengapa banyak orang yang tiba-tiba berkumpul di kamarnya. “Kalian ini pada ngapain sih disini?!” Tanyanya dengan bingung pada kelima temannya. Nao, Akiya, Mizuki, Izumi dan juga Chiru.

“Sssst.. jangan keras-keras Kei. Nanti yang lain pada dengar.” Ucap Chiru sambil menutup rapat pintu kamar Keiyuu setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain di sekitar ruangan itu. Ia juga mengunci pintu kamar itu dan membuat Keiyuu bingung.

“Kenapa pake dikunci?” Tanya Keiyuu. Tapi Chiru tidak menjawabnya dan malah memaksa Keiyuu ikut bergabung bersamanya dan teman-temannya yang lain.

“Sekarang siapa duluan yang mau ngomong?” Tanya Chiru sambil memandang Nao dan Izumi secara bergantian.

“Aku, aku duluan yang ngomong!” Seru Izumi mendahului Nao yang baru saja mau mengangkat tangannya.

“Kenapa semangat sekali kamu ini Izupei? Memangnya yang kamu bicarakan dengan Saga itu sebegitu pentingnya?” Tanya Nao sedikit sewot.

“Penting Nao. Ini menyangkut nyawa seseorang.” Seru Izumi kembali.

“Yang ingin aku sampaikan ini juga menyangkut nyawa seseorang, lebih tepatnya nyawa banyak orang!” Ucap Nao tidak mau kalah. 

“Ya sudah sudah, aku aja yang duluan ngomong.” Ucap Chiru yang tidak mau memperuncing perdebatan antara Nao dan Izumi. Ia mulai pembicaraan dengan menegaskan bahwa kucing Rika telah mati.

“Kucing itu sudah aku, Akiya dan Nao kubur di dekat tempat pembuangan sampah. Dan aku minta kalian semua merahasiakan ini dari Rika.”

Keiyuu mengangguk meskipun ia tidak mengerti bagaimana kucing gemuk yang nampak sangat sehat itu bisa mati. “Kenapa kucingnya bisa mati?” Tanya Keiyuu penasaran.

“Dibunuh.” Jawab Chiru singkat.

“Dibunuh???!!!” Keiyuu nampak sangat terkejut. “Ba- bagaimana mungkin??? Memangnya kalian tau darimana?”

Chiru lalu menceritakan panjang lebar tentang percakapan Aoi dan temannya yang tidak sengaja terdengar oleh Chiru. Ia juga bercerita pada Keiyuu dan Izumi bahwa kucing itu mati mengenaskan dengan isi perut terburai keluar dan kepala nyaris lepas. Saking ngerinya, Chiru sampai tidak sanggup meneruskan ceritanya dan Akiya lah yang melanjutkannya.

“Tadinya aku pikir kucing itu dibunuh dengan benda tajam seperti pisau, tapi setelah kuperiksa ternyata kucing itu mati dicekik sebelum akhirnya ditusuk-tusuk oleh pisau.” Ucap Akiya tampak tenang.

“Aku masih gak percaya orang yang dikenalkan Aoi itu bisa berbuat demikian.” Kata Izumi.

“Dan kamu juga harus percaya ucapanku ini. Kalian juga.” Ujar Nao tiba-tiba.

“Memangnya apa yang harus kami percayai Nao?” Tanya Mizuki semakin bingung. Izumi juga sama bingungnya seperti Mizuki dengan ucapan Nao itu.

“Orang itu berbahaya, teman Aoi itu yang waktu itu ingin menyerangku bersama Yuura.”

“Hah??!!! Cerita yang mana lagi ini?” Tanya Izumi sambil menggaruk-garuk kepalanya. Nao lalu menceritakan kronologis dan cerita selengkapnya saat ia pertama kali bertemu Yuura dan merasa dibuntuti oleh orang yang membawa pisau tajam dan ingin menyerangnya.

“Memangnya kamu yakin orang itu temannya Aoi?! Kamu kan bilang kalo malam itu gelap dan wajah laki-laki itu sebagian tertutup topinya. Bisa aja itu orang lain.”

“Aku yakin Izumi. Bibir laki-laki itu yang paling menjelaskan.”

Izumi tertawa mendengar ucapan Nao itu. “Sampe segitunya merhatiin bibirnya,”

Mizuki juga terkikik geli mendengarnya. “Naoran hobi merhatiin bibir seksi.”

“Bu- bukan gitu, tapi karena waktu itu yang terlihat memang bibir dan bagian bawah wajahnya, jadi ya.. ya itu deh yang kuperhatiin. Tapi ada lagi yang lain.”

“Apa itu?” Tanya Keiyuu penasaran.

“Kalung yang dipakainya. Laki-laki yang berniat menyerangku itu memakai kalung yang sama dengan temannya Aoi itu. kalung itu sangat mencolok, walau ditempat gelap sekalipun bentuknya sangat terlihat jelas karena sepertinya terbuat dari bahan platina pilihan yang nampak sangat berkilau meski di kegelapan.”

Akiya tampak serius mendengarkan semua ucapan Nao. Ia tahu temannya itu tidak mengada-ada dengan ucapannya. Dari dulu Nao punya ingatan yang baik tentang orang-orang yang ditemuinya. Dan ia bisa secara detil menceritakan ciri-ciri orang yang bahkan hanya dilihatnya secara sekilas.

“Bisa aja cuma kebetulan kalo orang itu punya kalung yang sama. Kalung kan bentuknya banyak yang sama.” Ucap Chiru yang meskipun tidak menyukai teman Aoi itu, namun tetap tidak percaya dengan kata-kata Nao.

“Aku tau kalung itu Chiru. Dulu waktu aku menemani seorang tante-tante kaya, tante-tante itu memakai kalung yang sama seperti itu. karena aku sangat tertarik makanya aku bertanya tentang kalung itu dan tante itu memberitahuku bahwa kalung seperti itu sengaja dipesan khusus dan hanya diproduksi sebanyak 3 buah. Satu adalah miliknya dan dua dimiliki oleh sahabatnya yang seorang dokter sekaligus ilmuwan. Katanya dua kalung itu akan diberikan pada kedua putranya.”

“Hah benarkah?! Kebetulan yang aneh. Berarti teman Aoi dan orang yang mau menyerangmu itu anak kembar dari sahabatnya tantemu itu Nao.” Chiru berusaha menyimpulkan dengan analisanya.

“Ah mana mungkin gitu Chiru, kamu ini sembarangan menyimpulkan.”

“Aku kan cuma sedikit berpendapat. Kok kamu yang sewot sih Mizuki?!!”

Mizuki menutup rapat mulutnya, daripada harus mendengar omelan Chiru. “Iya iya aku bakalan diem dan cuma mendengarkan semua ucapan kalian tanpa perlu komentar lagi.” Ucapnya sambil menggeser posisi duduknya menjauh dari Chiru.

“Apa kalian mau lihat kalung itu?” Tanya Nao yang kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Chiru nampak terkejut melihatnya. “Darimana kamu dapet itu Nao?” Tanyanya sambil memperhatikan secara detil benda di tangan Nao yang tidak lain adalah kalung yang diceritakannya.

“Ini milik tante itu. aku kan sudah bilang kalo aku tertarik kalung ini, makanya aku mengambilnya saat tante itu lengah. Gara-gara kalung ini makanya tante itu mememerintahkan anak buahnya untuk mencariku dan merebut kembali kalung ini. Tapi menurutku.. kalung ini sangat berharga.. jadi ya.. kusimpen deh.” Ucap Nao cengar-cengir sambil mengamati kalung berbahan platina dan bertabur berlian itu.

“Tapi menurutku.. liontin kalung ini sedikit berbeda dengan milik teman Aoi.” Ujar Akiya sambil mengamati secara sungguh-sungguh kalung di tangan Nao.

Nao juga ikut memperhatikannya dengan sungguh-sungguh dan ucapan Akiya memang benar. Ia menemukan perbedaan pada liontin kalung yang di tangannya dengan liontin kalung yang digunakan teman Aoi. “Liontin ini lebih kecil, tapi lebih berkilau ya..” Ujarnya sambil mengangkat kalung itu sejajar dengan tatapan matanya.

“Lebih berkilau berarti yang di tanganmu lebih banyak berliannya. Wajar sih, soalnya kalung itu milik tante-tante.” Ucap Mizuki yang ikut memperhatikan kalung di tangan Nao.

“Berarti kalung ini lebih bernilai.” Nao tampak tersenyum menyadari bahwa benda di tangannya mungkin saja bisa mengubah hidupnya. “Kalo dijual.. kira-kira laku berapa ya..” Tanyanya sambil membayangkan lembaran-lembaran yen yang bisa didapatkannya dari menjual benda itu.

“Jangan Nao! Kalung seperti ini pasti ada sertifikatnya. Apalagi jumlahnya cuma 3 buah. Kalo kamu menjualnya sembarangan, mungkin akan segera ketahuan kalo kalung ini curian.”

“Ya ya Akiya benar Nao. Jangan sampe kamu ditangkap polisi gara-gara jual tu kalung. Benda curian kayak gitu biasanya cuma aman kalo dijual di pasar gelap, dan biasanya dihargai penadah dengan harga beli jauh di bawah harga aslinya.”

“Darimana kamu tau Mizuki?” Tanya Chiru nampak heran dengan perkataan Mizuki. Mizuki berkata seolah-olah ia memang tahu segalanya.

“Ah ng.. i- itu sih hal umum. Semua orang juga tau kan?!”

“Aku gak tau.” Jawab Chiru. Hal yang sama juga diucapkan oleh Keiyuu dan Nao.

“Jadi harganya bakal murah ya... wah sayang sekali. kalo gitu kalung ini bakal kusimpen aja dan gak bakal kujual.” Tekad Nao sambil menyimpan kalung itu kembali ke dalam saku celananya.

=====OOO=====

Sementara itu di lain tempat, dengan kesedihan tak beralasan, Rika tampak kebingungan saat tidak menemukan seorang pun yang bisa diajaknya bicara. Hiroto dan Bou sudah tertidur, sementara Chiru dan lima teman laki-lakinya yang lain tidak satupun ada yang nampak batang hidungnya.

Rika pergi ke dapur seorang diri dan duduk disana sambil memutar-mutar pensil di tangannya mencoba mencari sedikit inspirasi. Tapi pikirannya sama sekali buntu dan akhirnya ia memilih kembali ke kamar.

Dalam perjalanan menuju kamarnya itu, ia melihat laki-laki itu duduk sendirian. Tampak termenung dan memikirkan sesuatu. Raut wajahnya yang halus tersorot sedikit dengan cahaya bulan yang mencoba menerobos masuk melewati tirai jendela di hadapannya.

“Kau sedang apa sendirian? Aoi mana?” Tanya Rika mencoba memberanikan diri menyapa laki-laki itu.

Laki-laki itu menoleh dan menatap dirinya dalam diam. Cukup lama, sampai Rika dihinggapi sedikit perasaan takut karena laki-laki itu hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa.

“Aoi sudah tidur. Hari ini dia sangat lelah.” Ucap laki-laki itu pada akhirnya disertai senyum yang ramah. Kebekuan yang tadi Rika rasakan mendadak cair dengan senyum manis laki-laki itu.

“Kau sendiri tidak tidur? Ini kan sudah malam.” Tanya Rika sambil mencoba mendekati laki-laki itu dan beramah tamah dengannya.  

Lagi-lagi laki-laki itu hanya diam dan tersenyum kecil. “Bagaimana denganmu?” Tanyanya kemudian.

“Ah aku?! Aku gak bisa tidur.”

“Ada yang dipikirkan?” Tanya laki-laki itu lagi.

Rika mengangguk pelan. “Kucing kesayanganku tadi siang hilang. Aku takut kalo kucing itu kenapa-napa.”

“Kau menyukai hewan seperti itu?”

“Iya, memangnya kenapa?”

“Ah tidak, hanya saja hewan seperti itu memang menggemaskan. Wajar jika kau bersedih.”

“Iya memang menggemaskan, tapi sudahlah.. kalo kucing itu memang akhirnya harus pergi.. ya mau diapain lagi.”

Laki-laki itu terlihat tersenyum saat Rika mengucapkan itu. entah apa arti dibalik senyum itu, Rika sama sekali tidak tahu meskipun ia hanya menganggap itu sebagai suatu bentuk keramahan saja.

“Boleh aku bertanya Rika-san?”

“Haa mau nanya?? Nanya apa? Panggil Rika aja deh.”

“Ah iya Rika.. kalau boleh tau.. siapa saja yang tinggal di rumah ini?” Tanya laki-laki itu.

Rika sedikit bingung dengan pertanyaannya. “Memangnya penting mengetahui siapa aja yang tinggal disini?”

“Tidak sih, hanya saja.. aku ingin lebih mengenal semua orang yang ada disini. Dan sepertinya mereka sedikit kurang menyukai keberadaanku.”

“Itu tidak benar. Semua orang disini sangat ramah, apalagi kau teman Aoi.. kami senang sekali Aoi mengajak temannya kemari.”

“Benarkah begitu?”

Rika mengangguk. Dan laki-laki itu kembali tersenyum mengetahui keberadaannya diterima.

Rika lalu mencoba memberitahu laki-laki itu. “Yang tinggal disini ada aku, Chiru dan Riku. Tapi Riku pergi ke rumah orang tuanya karena ada anggota keluarganya yang sakit. Lalu ada Aoi, Naoran, Akiya, Keiyuu dan juga Mizuki. Kemudian ada Hiroto yang baru pindah disini beberapa hari yang lalu, selain itu kadang-kadang Izumi juga menginap disini. Dan tadi sore Hiroto membawa temannya Bou..”

“Bou??!” Laki-laki itu tampak terkejut saat Rika menyebut nama Bou.

“Iya Bou, memangnya kenapa?”

“Ah tidak, hanya saja aku punya seorang teman yang punya adik bernama Bou.” ucap Laki-laki itu sambil menyibakkan rambut pirang yang sedikit menutupi wajahnya. Rika sempat berpikir.. cakep banget orang ini, emaknya ngidam apa ya waktu ngandung dia.. =D

“Ada apa Rika-san?” Tanya laki-laki itu saat menangkap gerak-gerik Rika yang menatap wajahnya cukup lama.

“Ah itu.. gak.. gak papa kok. Aku hanya berpikir.. Bou itu anak yang manis.” Rika mencoba mengalihkan tatapan matanya pada hal lain.

“Manis bagaimana?” Tanya laki-laki itu.

“Yaa.. manis.. rambutnya panjang pirang seperti anak perempuan. Tubuhnya juga mungil. Tidak mirip anak laki-laki.”

“Oh begitu ya..” ucap laki-laki itu sambil tersenyum. Rika tidak tahu, tapi laki-laki itu senang mengetahui bahwa Bou itu adalah Bou yang sama. Bou yang ia ketahui adalah adik Aki.

“Baiklah Rika-san, aku ingin tidur dan sebaiknya kau juga begitu. Senang bicara denganmu, lain kali apa kau tidak keberatan kalau kita mengobrol lagi?”

Rika menggeleng. “Tentu, aku juga suka ngobrol ma kamu. Ya udah deh, aku juga udah mo tidur.” Ucap Rika sambil meninggalkan laki-laki itu terlebih dahulu. Rasanya ada hal aneh yang ia rasakan, entah apa. Ia mencoba mengingat-ingat..

Oh iya.. namanya siapa ya.. kok aku bisa lupa..

=====000=====

“Hah sakit???!!!” Tanya Chiru tampak terkejut saat mendengar kata-kata Izumi. “Tora itu sakit apa?”

“Entahlah Chiru, tapi sepertinya Tora mengalami penyumbatan saluran darah ke jantung dan kelainan paru-paru. Dari kecil dia sudah punya kelainan jantung dan sebelah paru-parunya tidak bekerja dengan baik.”

“Hah serius??!! Tapi orang itu gak keliatan kayak orang sakit.”

Keiyuu tampak setuju dengan ucapan Chiru. “Iya bener, kayaknya dia seger buger banget.”

“Menurut Saga, selama ini Tora selalu menutupi rasa sakitnya. Dia juga gak mau ada orang yang tau kalo dia sakit keras. Bahkan Hiroto juga gak tau. Sebenarnya dia dilarang orang tuanya tinggal di kota ini karena udara kota ini sangat buruk untuk paru-paru dan jantungnya yang bermasalah, tapi Tora ngotot karena dia ingin menemani Hiroto tinggal dikota ini demi melihat Hiroto meraih cita-citanya masuk universitas terkemuka.”

“wah kasihan sekali Tora-kun. Lalu sekarang bagaimana? Apa kita harus memberitahu Pon Pon?” Tanya Nao.

“Itu sudah pasti kan Nao. Pon harus tau ini sebelum semuanya terlambat.” Ucap Izumi.

“Tapi Izupei, memangnya Tora-kun gak bisa sembuh. Bagaimana dengan jalan operasi? bukannya orang tua Tora-kun itu kaya raya?!”

“Iya sih Kei, tapi biarpun dioperasi.. kemungkinan juga gak bisa sembuh, soalnya Tora juga mengalami komplikasi sistem pernapasan.”

“Ah rumit banget. Cakep-cakep penyakitan.”

Chiru memukul kepala Mizuki. “Bukan penyakitan! Tapi dia itu emang punya kelainan organ dalam, kesian dikit napa sih?!!” Seru Chiru pada Mizuki.

“Ini juga aku lagi kasian sama dia!!” Seru Mizuki setengah kesal pada Chiru.

“Kalian berdua ini dari tadi berisik aja!! Sudah sudah, kalian balik aja ke kamar masing-masing.” Ujar Nao setengah mengusir Chiru dan Mizuki.

“Iya iya aku juga ngantuk, mau tidur. Oyasumi semuanya.. besok aja kita lanjutin ngobrolnya. Yang penting sekarang kita harus hati-hati sama orang rambut pirang itu.” ucap Chiru sambil berjalan meninggalkan kamar Keiyuu.

“Yang harus hati-hati itu seharusnya dia. Dia itu yang bisa dibunuh karena terlalu cerewet.”

“Jangan ngomong gitu dong Mizuki. Chiru itu kan keibuan.” Ujar Nao cekikikan.

Mizuki memanyunkan bibirnya, lalu juga pergi meninggalkan kamar Keiyuu.

Sekarang hanya tinggal Nao, Akiya, Keiyuu dan Izumi.

“Jadi siapa diantara kita yang harus memberitahu Pon Pon tentang keadaan Tora?” Tanya Izumi sambil memperhatikan wajah Akiya, Nao dan Keiyuu secara bergantian.

Akiya yang dari tadi diam akhirnya mulai bicara. “Biar aku saja yang memberitahunya.”

====000====

Aki meraih ponselnya sesaat setelah ponsel itu berdering. Nama yang tampak di layarnya membuat Aki harus menarik sudut-sudut bibirnya dan membentuk senyum menyeringai.

“Apa yang kau inginkan?” Tanya Aki pada seseorang yang suaranya terdengar dari ponselnya.

“Kau tahu hal menarik apa yang kutemukan disini?” Laki-laki itu malah balik bertanya pada Aki.

“Entahlah, tapi tentu saja Aoi menarik buatmu kan?!”

“Lebih daripada itu Aki. Aoi memang menarik dan selalu membuatku bergairah, tapi ada hal menarik lain yang membuatku lebih bergairah.”

“Apa itu?” Tanya Aki mencoba untuk tidak penasaran.

“Mungkin ini kebetulan yang membawa keberuntungan. Aku bertemu laki-laki yang saat itu bersama Yuura, adikku. Dia tinggal bersama Aoi.”

“Oh..” sahut Aki datar tampak tidak tertarik.

“Ya aku tahu kau memang tidak tertarik, tapi bagaimana dengan hal lain yang ingin kusampaikan ini.”

“hal lain apa?” Tanya Aki masih tampak tidak tertarik.

“Bersemangatlah Aki, aku tahu kau sedih karena kehilangan adikmu.”

“ya kau benar, dan itu semua karena salahmu.”

“Hahahaa.. bagaimana kalau aku beritahu dimana dia berada.”

“Maksudmu?” Tanya Aki terdengar lebih antusias.

“Tentu saja adikmu Bou, dia di dekatku saat ini. Bersama teman sekolahnya, dan tinggal satu atap denganku.”

“Kau serius?”

“Apa aku terdengar bercanda?!! Percayalah.”

Aki kembali menarik senyumnya. Ucapan laki-laki itu memang membuatnya jauh lebih bersemangat. “Baiklah, sekarang beritahu aku bagaimana keadaannya?”

“Entahlah, aku belum bertemu langsung dengannya. Tapi dari cerita yang kudengar dari salah seorang penghuni rumah ini, aku yakin kalau adikmu itu memang berada di rumah yang sama dengan yang kutempati ini.”

“Sebaiknya memang kau tidak usah bertemu dengannya, Bou mengenalimu.”

“Ya aku tau, anak itu bisa saja lari saat melihatku atau menceritakan apa yang kita lakukan malam itu.”

“Kau jangan takut, aku mengenal Bou dan aku yakin dia tidak akan pernah menceritakan apa yang dilihatnya.”

“Karena itu dia diam saja saat kau memaksanya...”

“Sudahlah, jangan singgung lagi hal itu.”

Ucapan Aki itu membuat lawan bicaranya tertawa. “Kau beruntung punya adik seperti dia. apa rasanya enak bermain dengan adik sendiri?”

Aki hanya tersenyum meskipun tahu bahwa lawan bicaranya tidak mungkin bisa melihat senyumannya.

“Ah iya, aku baru ingat.” Ucap laki-laki itu lagi. “Teman lamamu juga ada di rumah ini.”

“Teman lama?” Tanya Aki bingung. “Teman lama siapa yang kau maksud?”

“Orang yang pernah bersama-sama denganmu, membereskan semua jejak kejahatan organisasi hitam kita, dan orang yang melepas semua pekerjaan kotornya karena kematian adik perempuannya.”

Aki tampak terkejut. Ia tahu siapa orang yang dimaksud lawan bicaranya. Ia terkejut karena tidak menyangka jika teman lamanya itu masih berada di kota yang sama dengannya.

“Mizuki??!! Apa yang kau maksud itu Mizuki??” Tanya Aki masih tidak percaya.

“iya memang dia. aku memang sempat tidak mengenalinya. Dia tampak berbeda dari terakhir aku melihat fotonya.”

“Apa dia mengenalimu?” Tanya Aki.

“Tentu saja tidak. Apa kau lupa aku belum pernah sekalipun bertemu dengannya?!”

Aki kembali tersenyum. “ya kau benar. Mizuki sudah berhenti saat kau mulai aktif sebagai pembunuh menggantikan pekerjaannya. Apa dia baik-baik saja?”

“Sangat baik. Orang pasti tidak pernah mengira jika ia pernah berprofesi sebagai pembunuh keji. Sekali-kali kau perlu juga bertemu dengannya.”

Aki menyeringai. “Tentu saja.” Ujarnya singkat. ia sudah membayangkan.. pertemuannya dengan Mizuki pasti akan sangat menyenangkan. Apalagi ia sudah tiga tahun lebih tidak bertemu dengan Mizuki yang pernah membunuh banyak orang tanpa perasaan itu.

Mizuki.. aku merindukanmu.. sangat sangat merindukanmu...

Ucap Aki dalam hati sesaat setelah pembicaraannya diponsel berakhir. ia menggengam ponselnya beberapa saat sampai ia menolehkan wajahnya pada sebuah foto yang terpampang di sebuah frame.



Fotonya bersama Mizuki...

* * *


t. b. Kontinyut~

0 komentar:

Posting Komentar