Nanairo CRAYON Part 6


Nanairo CRAYON (Seijaku no Majiwari)
Part: 6


Fandom : Jrock staring The GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine n more…
Author : -Keka-



---------------------------


Dari arah kejauhan, tampak dua orang pemuda sedang mengamati sesuatu. Mereka tampaknya sudah berdiri lama di seberang jalan itu. seorang dari mereka tampak bosan dan akhirnya memilih menghisap rokok untuk menghilangkan kebosanannya.


“Sampai kapan kita terus menunggu disini? Apa tidak sebaiknya kita masuk saja mencarinya disana?”


“Tidak perlu. Aku cuma ingin memastikannya baik-baik saja.”


“Konyol sekali kamu ini Tora. Kalo cuma seperti itu sebaiknya kita tidak perlu menunggunya berjam-jam. Ini melelahkan.”


“Diamlah Saga! Aku sudah memintamu untuk tidak ikut.”


“Mana bisa aku membiarkanmu sendirian. Keadaanmu itu sudah cukup membuatku cemas.”


Tora menatap Saga lembut dan mengulas senyum di wajahnya. “Terimakasih memperhatikanku.”


Saga membalas dengan senyuman tipis. “Segalanya akan kulakukan hanya untukmu.”


“Berhentilah menggodaku Saga.”


“Aku tidak menggodamu. Ini sungguh-sungguh. Ah sudahlah lupakan saja, liat itu.. sepertinya anak itu sudah keluar dari sekolahnya.”


Tora memandang sejurus dan menangkap sosok Hiroto diantara banyak anak-anak SMA lainnya. Hiroto tampak baik-baik saja dan memang itulah yang diinginkan Tora.


“Apa kamu ingin menghampirinya? Mungkin kita bisa membujuknya pulang.”


Tora menggeleng. “Sebaiknya tidak usah. Hiroto melakukan apa yang memang diinginkannya. Itu keputusannya.”


Saga menghela nafas dan membuang puntung rokoknya begitu saja. Dia tidak mengerti apa yang ada dipikiran Tora. Dia tahu bahwa Tora sangat mencemaskan Hiroto, tapi dia tidak mengerti alasan Tora yang seolah-olah membiarkan Hiroto pergi begitu saja. Saga sungguh tahu bahwa sesungguhnya Tora tidak ingin berada jauh dari sosok Hiroto, sosok itu sangat berarti dalam hidupnya.


“Wah lihatlah, sepertinya Pon pon cukup terkenal. Banyak gadis cantik yang mendekatinya.”


Tora memperhatikan apa yang diperhatikan oleh Saga. Hiroto memang sedang dikelilingi beberapa gadis yang tampak seperti teman sekelasnya. Ia tampak mengobrol seru dengan gadis-gadis itu. dan beberapa dari gadis itu tampak tertawa. Hiroto memang sosok yang menyenangkan, kadang-kadang kepolosannya itulah yang membuatnya semakin terlihat lucu. Tora cukup puas meskipun hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Dia berpikir bahwa anak itu tidak membutuhkan dirinya. Tora memang tidak berguna apa-apa bagi Hiroto. Dan karena alasan itulah makanya Hiroto pergi dari sisinya. Begitulah yang dipikirkan laki-laki tampan bertubuh tinggi itu.


Tora berbalik dan berniat pergi, tapi Saga menahannya. “Kita sudah cukup lama menunggu disini. Apa cuma ini yang kamu inginkan? Melihatnya lalu pergi.. ini bodoh sekali Tora.” Saga tampak mengeluh. Ia inginkan yang terbaik untuk kedua temannya, tapi ia merasa permasalahan yang sesungguhnya tidak akan selesai jika mereka berdua terus-terusan menghindar tanpa berbicara.


Tora tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengacuhkan Saga dan ingin secepatnya pergi. Saga masih berusaha menahannya, tapi ia menghentikan tindakan itu saat melihat wajah Tora yang sedikit memucat. “Kamu baik-baik saja?” Tanya Saga tampak cemas.


Tora hanya mengangguk singkat. “Sudahlah Saga, sebaiknya kita pulang.”


Kali ini Saga menurut. Ia tidak bisa terus memaksa Tora, apalagi dilihatnya keadaan laki-laki itu tidak cukup baik. Mereka akhirnya pergi.


Sementara itu, Hiroto sekarang sudah berjalan sendiri. Tidak ada lagi gadis-gadis yang tampak menemaninya. Ia tidak ingin cepat-cepat pulang. Meskipun ia merasa nyaman tinggal di rumah kos nya yg baru, tapi ia tetap merasa ada yang kurang.


Jarak beberapa meter dihadapannya, Hiroto melihat Izumi yang tampak cemas memperhatikan sekelilingnya. Hiroto mendekatinya dan menepuk pundak senpainya itu. Izumi tampak terkejut seperti mendapat serangan dadakan.


“aakh.. kau Hiroto.. a- aku pikir..”


“Kau pikir siapa?” Tanya Hiroto yang melihat kecemasan di wajah Izumi.


“Tidak. Tapi ada orang gila yang mengikutiku.”


“Orang gila?” Hiroto mengerutkan keningnya. Dia tidak melihat ada orang yang cukup tidak waras sedang mengikuti Izumi.


“Sudahlah, lupakan saja.” Izumi menghembuskan nafas dengan berat lalu menarik tangan Hiroto dan membawanya ketempat yang lebih sepi. “Kau tau dimana Bou?” Tanya Izumi tiba-tiba.


Hiroto menggeleng cepat. Ia tidak tahu dan cukup cemas juga dengan keadaan temannya itu. “Dia tidak masuk sekolah hari ini. Aku juga baru akan menanyakannya padamu. Memangnya kenapa dengannya?”


Izumi juga sama menggelengnya. “Pengawalnya yang bernama Kanon itu tadi menemuiku dan menanyakannya. Sepertinya dia sangat cemas. Aku pikir sepertinya ada yang gawat dengan Bou. Orang tuanya juga menanyakannya padaku.”


“Apa Bou pergi dari rumah?”


Izumi lagi-lagi menggeleng. “Mungkin memang iya seperti itu. aku tidak tau, Bou sosok yang tidak bisa ditebak hanya dengan melihat wajahnya yang ceria. Mungkin sesungguhnya dia punya masalah dengan keluarganya. Akhir-akhir ini aku juga melihatnya tampak murung.”


“Bagaimana kalau kita ikut mencarinya. Mungkin kita bisa bertanya pada teman-teman terdekatnya.”


Izumi mengangguk. “Tapi sebelum itu. ayo kita pergi dulu. Aku mau numpang ngungsi.”


“Ngungsi? Memangnya rumah Izu-kun kenapa?”


“Itu dia masalahnya. Orang gila itu ada di rumahku. Aku sudah cukup stres menghadapinya.”


Hiroto masih tampak bingung, siapa orang gila yang dimaksud Izumi? Meskipun penasaran, tapi ia tidak bertanya lebih jauh dan akhirnya menjajari langkah Izumi yang menuju kearah rumah kosnya.


------000------


Pintu kamar terbuka, Bou bisa melihat sosok laki-laki yang tidak lain adalah Aki.


“Kau lapar?” Tanya Aki. Bou tidak menjawab. Ia hanya merasa lelah sepanjang hari terus-terusan berada di kamar. Dan ia merasa akan mati jika sejam lagi tidak keluar dari kamar itu.


“Kau kemana saja? Apa kau mau membunuhku dengan mengunciku disini?!”


Aki tersenyum lalu berusaha menyentuh Bou yang lebih dulu menghindar. “Jangan sentuh aku!” Bou terdengar membentak.


“Kau ini lucu. Bukankah kau menginginkanku, lalu kenapa menghindar saat aku ingin menyentuhmu?”


“Hah yang benar saja!!?? Aku sama sekali tak mau melihatmu lagi! Aku ingin keluar dari sini secepatnya!”


“Baiklah, tapi makan dulu ini. Aku tidak mau melihat adikku mati di jalan karena kelaparan.”


Bou tampak ragu, meskipun sesungguhnya ia memang sangat lapar. Tapi ia tidak pernah percaya maksud baik dari Aki.


“Ayolah Bou.. aku tidak mungkin meracunimu. Kau adik yang paling kusayangi.”


Bou tersenyum sinis. “Tentu saja kau menyayangiku. Selama aku masih bisa kau jadikan mainanmu. Kau itu sungguh memuakkan!”


Aki menjatuhkan dirinya di atas sebuah sofa yang ada di kamar itu. ia hanya tersenyum menanggapi ucapan Bou tersebut.


“Sekarang juga aku ingin pergi.”


“Jangan merengek seperti itu. kau tau hanya disini satu-satunya tempat yang kau butuhkan. Percayalah, aku akan melindungimu. Jauh dari ayah. Bukankah itu yang kau inginkan?!”


“Tapi tidak bersamamu!”


Jawaban Bou cukup tegas, namun Aki masih bisa melihat keragu-raguan di dalamnya. Aki tahu kalau jauh di dalam lubuk hati adiknya itu, Bou sangat merindukannya.


“Tetaplah bersamaku.. aku janji tidak akan menyakitimu.”


Entah mengapa Bou menangkap ada nada ketulusan di ucapan Aki itu. apa Bou harus mempercayainya? Begitu kejamnya perlakuan Aki padanya selama ini, apa Bou masih bisa mempercayainya?


Tiba-tiba Bou teringat kejadian beberapa tahun yang lalu saat ia masih berusia sepuluh tahun. Ayahnya yang bertabiat buruk memukulinya untuk kesalahan Bou yang sebenarnya sangat sepele. Saat itu Aki datang tiba-tiba dan memeluk tubuhnya, mengumpankan tubuhnya sendiri menjadi sasaran empuk ayahnya. Ia seperti tidak ingin Bou terluka dan terus melindunginya meskipun ayahnya semakin memperkeras pukulannya dan kayu yang dihantamkan ke tubuh Aki patah menjadi dua. Sadar dan tidak sadar, Aki selalu melindunginya. Meskipun ia juga kerap kali menyiksa Bou dengan melakukan tindakan tercela yang semestinya tidak dilakukannya pada adiknya sendiri.


“Apa yang kau pikirkan Bou? Aku sungguh-sungguh mengatakannya. Aku tidak akan menyakitimu. Kau bisa mempercayai semua ucapanku. Aku bersumpah demi Ai.”


Kenapa dia menyebut nama Ai? Tanya Bou dalam hati. Ai adalah saudara perempuannya yang meninggal karena gagal jantung. Bou memang tahu bahwa Aki menyayanginya, setidaknya Aki tidak akan menyakiti Ai seperti ia menyakiti Bou.


Bou memutuskan duduk, entah kenapa ia mendadak mempercayai Aki. Meskipun ia berusaha mengambil jarak dari kakaknya itu.


“Kau memutuskan tinggal?”


Bou tidak menjawab. Ia hanya diam lalu mengambil makanan yang dibawakan Aki. “Aku hanya merasa lapar. Dan aku tidak bisa berpikir dengan perut kosong.”


Aki tertawa kecil. “Kau memang adikku. Makanlah yang banyak, kalau butuh sesuatu kau tinggal minta saja kepadaku.”


Bou mendongakkan wajahnya. “Kau mau pergi lagi?” Tanyanya pada Aki yang sudah beranjak dari sofanya.


“Tidak. Aku hanya akan menunggu seseorang. Dan sebaiknya kau tetap di ruangan ini. Aku tahu kau sudah tidak betah, tapi setidaknya hanya untuk malam ini.” Ucap Aki yang kemudian mendekati Bou dan mencium lembut pipi anak itu sebelum akhirnya pergi dan menutup pintu kamar.


------000-----


Hiroto mendengar seseorang menggedor pintunya dengan sangat keras, padahal ia sedang asik menelpon sejumlah nomor yang ia ketahui cukup dekat dengan Bou. Ia menjadi sangat cemas dengan Bou hingga rela meluangkan waktunya untuk mencari jejak taman baiknya itu.


Hiroto mengerutkan keningnya, ia merasa sangat terganggu dengan suara gedoran di pintu kamarnya itu. ia pun mendekati pintu itu dan membukanya.


“Sa- Saga..”


Hiroto tampak terkejut. Ia tidak menyangka kalau orang yang menggedor-gedor pintu kamarnya itu adalah Saga.


“Kamu harus ikut denganku sekarang!” Saga menarik tangan Pon Pon sebelum Pon sempat berbuat apa-apa.


“Ada apa? Kenapa tiba-tiba?! Aku sedang ada urusan yang harus kuselesaikan. Kamu gak bisa paksa aku kayak gini.”


Saga tidak memperdulikan ucapan Hiroto dan terus menariknya dengan paksa, bahkan ia nyaris menyeret Hiroto. Chiru dan Rika yang melihatnya hanya bisa bengong.


“Eh Saga, Pon Pon mo dibawa kemana?” Tanya Rika dan Chiru hampir bersamaan.


“Aku pinjam dia agak lama. Malam ini Hiroto tidak akan pulang sampai urusannya denganku selesai.”


Hiroto sedikit berontak, lalu melepaskan paksa tangannya yang ditarik-tarik oleh Saga. “Aku gak mau! Apa sih masalahmu denganku? Seingatku gak ada!”


Saga mendadak serius dan wajahnya berubah menjadi marah. “Oke! Masalahmu memang bukan denganku, tapi aku juga merasa bertanggung jawab! Apa alasanmu tiba-tiba pergi begitu saja?! Kamu itu menyusahkanku dan juga Tora!”


“Bukannya kalian akan lebih bebas jika aku tidak ada!” Hiroto meninggikan nada bicaranya. Karena suaranya itu, penghuni kos yang lain tampak keluar dan menatap penasaran ke arah mereka berdua.


“Ada apaan sih?” Tanya Naoran pada Rika dan Chiru yang hanya bisa menggeleng.


“Kenapa kamu berpikir aku dan Tora bisa bebas jika kamu pergi dari rumah?” Tanya Saga berapi-api.


“Bukankah alasannya sudah jelas. Aku cuma pengganggu diantara kalian berdua!” Seru Hiroto.


Nao yang menyenderkan tangannya di pundak Keiyuu tampak mengerti permasalahannya. “Oh.. ternyata karena cinta segitiga.” Bisik Nao.


“Ssst.. mereka lagi serius, sebaiknya kita pergi aja.” Ajak Keiyuu yang tampaknya tidak mau mengganggu permasalahan Saga dan Pon Pon.


“Mana bisa pergi kalo seru gini.” Mizuki juga jadi ikutan bersemangat dan tampak cekikikan sampai Chiru harus menyikut rusuknya. “Hush!! Penonton jangan berisik!” Seru Chiru.


“Kamu ini memang kekanak-kanakan Pon Pon! Kapan kamu sadar dan bisa dewasa hingga tidak perlu menyusahkan seperti ini?!”


“aku tidak perlu jadi dewasa untuk mengetahui semua yang kalian lakukan. Aku sudah bosan dan merasa muak melihat hubungan kalian berdua!”


“Oh.. jadi kamu merasa cemburu..”


“Ce- cemburu?! Kenapa aku harus merasa cemburu? A- aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan bersama aniki.”


“Ucapanmu itu yang menjelaskan segalanya. Kamu tahu kalau kamu tidak bisa berbohong. Sebaiknya akui saja kalau kamu mencintai Tora dan menginginkannya lebih dari sahabat. Ungkapkan padanya sebelum semuanya..”


“Tidak ada! Tidak ada yang harus kuungkapkan!! Kenapa kamu memaksaku?! Kamu hanya ingin mempermalukanku!” Hiroto tampak memandang sekelilingnya. Ia memang tampak malu, terlebih saat semua teman kosnya memperhatikannya. Bukan hanya Chiru dan Rika, tapi juga Naoran, Keiyuu, Mizuki, Izumi, Akiya, bahkan Aoi.


Saga semakin terlihat marah, ia kembali menarik tangan Hiroto. Kali ini lebih keras. Lalu ia memegang kedua pundak Hiroto, mendekatkan tubuhnya dan tiba-tiba mencium bibir cowok itu.  


Hiroto terkejut. Tidak menyangka dengan tindakan Saga yang tiba-tiba itu. bukan hanya Hiroto, tapi semua orang yang melihatnya juga terkejut. Rika sampai menjatuhkan gelas air minum yang dipegangnya.


“A- apa yang...”


“Aku menciummu! Memangnya ada yang salah?! Itukan yang kamu liat saat aku di kamar Tora!? Kamu pikir aku serius melakukannya bersama Tora?!”


Hiroto masih bengong. Ia tidak tahu harus berbuat dan berkata apa sampai Saga kembali menariknya.


“Sekarang juga kamu harus ikut aku!! Jangan mengelak jika tidak ingin kecewa pada akhirnya.”


Kali ini Hiroto menurut. Entah kenapa ia merasa tersihir. Apa karena sentuhan bibir Saga di bibirnya??? Selama ini Hiroto bahkan tidak pernah membayangkannya. Bibir yang tampak sensual itu akhirnya mendarat di bibirnya. (mangnya pesawat xDD)


Selepas kepergian Hiroto bersama Saga. Ruangan itu langsung berubah hening. Wajah-wajah di ruangan itu tampak melongo. Sebenarnya apa yang barusan terjadi? Mereka pun tampak tidak percaya. Semua kecuali Aoi. Aoi hanya bisa tersenyum melihatnya. Baginya ciuman antar laki-laki itu sudah sangat biasa. ^^


---------000--------


Sakit sekali. Rasanya seperti ada jutaan pisau ygn menghujami dada Tora. Ia merasa sangat lemah dan seperti ingin mati. Tapi ia tidak mau mati, setidaknya sampai ia bisa melihat Hiroto dan mengungkapkan hal yang sebenarnya.


Tora terduduk lemah masih memegangi dadanya. Ia mengambil obat penahan rasa sakitnya dan menegaknya. Cukup membantu. Setidaknya sakit yang ia rasakan sekarang sudah tidak seberapa dibandingkan rasa sakit yang dirasakannya tadi.


Tora baru akan beranjak ke tempat tidurnya saat ia mendengar langkah-langkah kaki menuju kamarnya. Ia mendengar suara Saga dan suara lain yang sangat dirindukannya.


Suara Hiroto..


“Tidak mau!! Kenapa kamu memaksaku?! Saga lepas..”


“Sudah masuk saja!” Saga mendorong Hiroto masuk ke dalam kamar Tora, lalu ia menutup pintu itu dan menguncinya dari luar. “Selesaikan masalah kalian!” seru Saga dari balik pintu.


Hiroto tampak kebingungan, terlebih saat menyadari bahwa Saga telah menguncinya di dalam kamar bersama Tora.


“Hiroto..” Panggil Tora lembut.


Hiroto terkejut. Ia tampak ragu saat membalik tubuhnya. Wajahnya tertunduk. Ia sebenarnya sangat ingin, tapi ia tidak sanggup menatap wajah Tora yang ada di hadapannya.


“Kenapa kamu pergi dari sini?” Tanya Tora.


Hiroto tidak sanggup menjawabnya. Memang benar semua apa yang diucapkan Saga. Ia pergi karena cemburu dan tidak tahan melihat Saga yang terlalu dekat bahkan intim dengan Tora. Ia sangat sakit hati saat melihat Saga dan Tora berciuman mesra di tempat tidur.


“Ti- tidak papa. Aku hanya ingin suasana baru.” Ucap Hiroto membohongi dirinya sendiri.


Tora tahu kalau Hiroto berbohong. Ia pun mendongakkan wajah Hiroto dengan menyentuh dagunya. Mata polos itu tidak sanggup berbohong.


“Katakan yang sejujurnya.”


Mata Tora menatapnya langsung. Menembus ke dalam mata Hiroto. Dan Hiroto semakin tidak bisa berbohong saat mata itu terus memperhatikannya. Wajah Tora sangat dekat dengan wajah Hiroto. Hidungnya yang mancung dan bibirnya yang indah menawan, sungguh tidak sanggup Hiroto terus menatapnya. Ia ingin lebih. Ingin melumat bibir itu, meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya. Jujur saja, selama ini ia memang tidak pernah berciuman dan pengalamannya dengan Saga yang tadi itu adalah yang pertama kalinya.


Hiroto langsung mengalihkan pandangannya dan melepaskan diri dari tatapan mata Tora, tapi Tora tidak membiarkannya. Ia menarik tangan Hiroto dan mendorong tubuh Hiroto hingga terdesak di dinding. Laki-laki itu kemudian meremas kedua lengan Hiroto dan membuatnya mengaduh kesakitan.


“Aniki sakit..”


“Jangan memanggilku seperti itu. aku tidak pernah menganggapmu adikku.”


“Baiklah, tapi lepaskan tanganmu. Kamu menyakitiku.”


“Kalau begitu katakan yang sebenarnya. Kenapa kamu pergi meninggalkanku? Apa ada sesuatu yang membuatmu merasa tidak nyaman berada di dekatku?”


Hiroto menggeleng. “Aku selalu merasa nyaman di dekatmu, tapi aku...”


“Tapi apa?” Tora tampak tidak sabar.


Hiroto menarik nafas panjang. Ia tidak yakin apa ia harus mengatakannya. Sungguh berat. Ia merasa Tora akan membencinya apabila ia mengatakan kalau selama ini ia mencintainya. Mencintainya lebih dari sahabat. Itu tentu seperti sebuah penghinaan terhadap laki-laki. Dicintai seorang laki-laki, itu sungguh tidak wajar. Dan Hiroto tidak mau Tora menjauhinya karena itu. tapi Tora terlihat menikmati saat melakukan hal-hal mesra bersama Saga. Mereka bukan hanya berciuman, tapi Hiroto sempat melihatnya melakukan hal lebih meskipun belum sampai berhubungan badan.


Bodoh kau Hiroto.
Tentu saja aniki tidak merasa canggung melakukannya bersama Saga
Toh Saga adalah kekasihnya
Dia tidak akan merasa terbebani
Saga memang sanggup membuat pria dan wanita bertekuk lutut


“Katakan Hiroto.. apa alasanmu meninggalkanku?”


Hiroto masih tidak sanggup mengatakannya. Ia masih terus berusaha mengalihkan pandangannya pada hal lain, padahal jarak wajah Tora dengan wajahnya tidak lebih dari sepuluh senti.


Tora kembali memalingkan wajah itu selurus dengan tatapan matanya. Hiroto tidak sanggup berkedip. Jaraknya dengan Tora semakin dekat. Nafasnya bahkan terasa hangat.


Sedetik kemudian ia merasakan sesuatu yang hangat dan lembut membelai bibirnya. Hiroto tidak percaya itu. bagaimana mungkin Tora menciumnya.


Hiroto mendorong Tora cukup kuat. Ia sangat terkejut dan reflek melakukannya. Padahal ia sadar bahwa ia sangat mendambakan ciuman itu. tapi keinginan dan gerakannya bertolak belakang.


“Kamu tidak suka?” Tanya Tora dengan wajah yang tampak kecewa.


Hiroto kembali diam. Ia sangat suka, tapi ia masih tidak bisa mempercayainya. Ia berpikir bahwa Tora hanya main-main. Pasti setelah ini Tora akan tertawa dan menyebutnya bodoh.


“Aku tidak bisa dipermainkan seperti itu.”


“Kenapa kamu berpikir aku main-main Pon Pon? Apa kamu tidak bisa merasakannya? Selama ini aku selalu memperhatikanmu. Aku memperhatikanmu bukan karena kamu sahabatku, tapi aku menganggapmu lebih dari itu. kamu adalah yang terpenting dalam hidupku.”


Hiroto masih tidak bisa mempercayai ucapan Tora itu. Ia tahu, sekarang ini Tora dan Saga pasti sedang mempermainkannya. Dan Hiroto tidak mau merasa tertipu.


“Sudahlah, kalian membuatku ingin tertawa. Beginikah cara kalian untuk memaksaku kembali kesini.. a- aku ingin kembali ke tempat kosku. Berikan kunci kamar ini.”


“Tidak ada padaku. Terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi aku sungguh-sungguh mengatakannya.” Kali ini wajah Tora semakin serius. Hiroto antara ingin yakin dan tidak. Betapa bahagianya ia jika semua ini memang benar nyata.


Hiroto berbalik menghadap pintu dan menggedor pintu itu. “Saga.. sudah cukup main-mainnya! Ayo buka pintu ini!!”


Tora menundukkan wajahnya. Dadanya kembali sakit. Bukan karena penyakitnya, tapi karena perasaannya tidak tersampaikan pada Hiroto. Ia merasa sangat kecewa. Ia tahu Hiroto menginginkannya, tapi mengapa Hiroto tidak percaya dengan apa yang diucapkannya. Padahal ia sangat tulus.


Tora mengepalkan tangannya. Sekarang perasaan kecewanya berubah menjadi kemarahan. Ia harus membuktikan pada Hiroto bahwa ia sungguh-sungguh. Ia tidak mau Hiroto menyepelekan perasaannya yang begitu dalam. Laki-laki itu kemudian membalik dengan kasar tubuh Hiroto dan kembali mencium bibirnya dengan terburu-buru. Ciumannya kali ini lebih dalam. Bukan hanya sekedar memainkan bibir, tapi juga memainkan lidahnya.


Hiroto beribu-ribu kali lipat lebih terkejut. Terlebih saat Tora menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dan menindihnya.


“A- aniki.. apa yang..”


“Diamlah!! Aku hanya ingin membuktikan padamu bahwa aku serius!”


Tora melepaskan satu-persatu kancing kemeja Hiroto, lalu mulai bermain dengan tubuh Hiroto bagian atas. Mula-mula menciumi lehernya lalu membelai dadanya dan berlanjut hingga semakin bawah.


Hiroto bingung. Ia masih berpikir bahwa mungkin ini hanya mimpi. Tora melakukan hal-hal yang selama ini hanya ada di pikiran terdalam Hiroto, bahkan sebelumnya ia tidak sanggup membayangkan hal ini akan terjadi. Tapi kemudian ia sadar. Jika seperti ini... Hiroto tidak ingin. Ia hanya ingin cinta yang tulus, sedangkan yang dilakukan Tora ini sama sekali tidak diinginkannya. Setidaknya tidak secepat ini. Butuh waktu lama dan hal-hal yang lebih rasional untuk melakukannya. Jika seperti ini, ini sama saja hanya nafsu sesaat.


Hiroto berusaha kembali pada kenyataan. Ia berusaha mendorong tubuh Tora dari atas tubuhnya. Tentu saja usahanya sia-sia. Ia memang tidak berdaya menghadapi Tora yang lebih segala-galanya darinya.


Hiroto berusaha berteriak, tapi Tora lebih dulu meredam teriakannya itu dengan sebuah ciuman yang sangat dalam. Bahkan kini Hiroto merasa kesakitan. Bibirnya terluka karena ciuman Tora yang terlalu kasar. Ia merasa ingin menangis sekarang. Tidak percaya jika orang yang sangat dihormatinya bisa melakukan hal yang tercela seperti ini.


Hiroto tidak sanggup berbuat apa-apa saat Tora sudah semakin jauh dengan tubuhnya. Kini tubuhnya sudah hampir telanjang. Suaranya mendadak hilang, ia sudah tidak sanggup untuk meminta Tora menghentikan semuanya. Laki-laki itu tentu sudah semakin dikuasai nafsunya. Ini tentu bukan bagian dari permainan Saga dan Tora lagi. Ini murni perbuatan Tora.


Saat seperti ini, sempat-sempatnya Hiroto membayangkan ibunya. Seandainya ia tahu apa yang diperbuat Tora terhadapnya. Ibunya pasti bisa mati mendadak. Ia mengenal Tora sebagai pribadi yang baik, makanya ia tidak segan-segan menitipkan Hiroto padanya agar Hiroto bisa menjadi laki-laki yang mandiri.


Sakit. Hiroto hanya bisa berteriak kesakitan dalam hati saat merasakan desakan yang masuk ke dalam tubuhnya. Ia tidak sanggup merasakannya sebagai bagian dari kenikmatan. Ini terlalu dini, ia tidak bisa menerimanya secepat ini.


Air matanya mengalir. Dan tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya saat dorongan Tora semakin kuat di atas tubuhnya. Hiroto meremas bantal dan seprei begitu kuat sampai rasanya ia ingin merobeknya. Ia berusaha mengeluarkan suara meminta Tora menyudahi permainannya. Ia sudah tidak sanggup merasakannya lebih lama lagi. Ia tahu Tora menikmatinya, tapi tidak dengan Hiroto. Seberapa pun besarnya usahanya untuk menerima perbuatan Tora, tapi ia tetap tidak bisa menemukan dimana letak kesenangannya. Yang di dapatnya hanya rasa sakit.


“He- hentikan.. kumohon.. aahh.. mph.. ja- jangan.. ani..” Hiroto tidak sanggup membendungnya. Dan akhirnya ia menangis, tapi Tora tidak juga memperdulikannya. Sampai akhirnya ia mendapatkan kepuasan puncak dan kelelahan dengan nafas terengah engah.


Ia tergeletak lemas di samping tubuh Hiroto yang juga semakin tidak berdaya. Hiroto masih menangis meskipun tanpa suara. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Tora menjulurkan tangannya dan membelai rambut Hiroto yang basah karena keringat. Hiroto tidak ingin melihat laki-laki itu. ia terus memalingkan wajahnya dan berusaha membungkus tubuhnya dengan selimut.


Kenapa seperti ini
Aku tidak mengingankan yang seperti ini
Kenapa aniki tega sekali melakukannya padaku
Padahal aku jelas-jelas tidak suka dengan yang dilakukannya
Bahkan dia tidak meminta maaf atas perbuatannya
Apa laki-laki yang seperti ini yang kucintai?


Hiroto kembali menangis. Dan sisi kekanak-kanakan yang masih melekat dalam dirinya muncul. Ia ingin bertemu ibunya dan menangis dalam pelukan ibunya itu. ia patah hati sekarang. Tidak percaya bahwa laki-laki yang dicintainya telah memaksanya.


Tora sadar telah membuat Hiroto sedih. Kemudian ia mendekap tubuh Hiroto yang memunggunginya. Ia berusaha menenangkan Hiroto. Meskipun tanpa kata-kata, ia ingin Hiroto mengetahui bahwa yang dilakukannya itu semata karena cinta.


Hiroto merasakan dekapan Tora, tapi dekapan yang hangat itu sama sekali tidak bisa menghapus semua perbuatan buruk Tora yang tadi. Hiroto membenci Tora saat ini. Perasaan cintanya perlahan menjadi sebuah kebencian.


“Malam ini tidurlah disini bersamaku. Aku sungguh mencintaimu..” bisik Tora di telinga Hiroto.


Meskipun sangat mesra, tapi Hiroto tidak ingin mendengarnya. Tora sudah tertidur setelah mendapat kepuasan. Sementara Hiroto masih merasakan sakit. Fisiknya menderita begitu pula dengan psikisnya. Ia ingin lari sekarang juga, tapi ia tidak sanggup. Ia berusaha memejamkan mata dan tidur sejenak untuk melupakan kesedihannya, tapi kejadian yang tadi terus membayanginya dan membuatnya semakin sedih. Ini adalah malam terburuk dalam hidupnya.


----------


Saga membuka matanya pada pagi hari. Ia tertidur nyenyak tanpa mendengar apa-apa. Ia tahu bahwa yang dilakukannya semalam adalah tindakan yang baik. Pasti Tora dan Hiroto telah menyelesaikan masalahnya dan semuanya berjalan dengan lancar sesuai rencananya. Dua orang itu saling mencintai, tapi masing-masing pihak tidak ingin mengakuinya. Dengan ini, Saga merasa menjadi orang yang paling berjasa bagi mereka berdua. Ya setidaklah itulah yang ada di pikirannya sampai ia membuka kunci pintu kamar Tora pada pagi hari ini.


Saga melihat Hiroto yang tampak kacau. Matanya sembab dan pakaiannya tampak awut-awutan. Saga tidak mengerti apa yang terjadi, tadinya ia berharap mendapat pelukan dari kedua orang temannya karena dirinya merasa menjadi orang yang berjasa. Tapi ia tidak mendapat hal itu. Hiroto bahkan menatapnya sengit dan Saga semakin tidak mengerti kenapa sekarang ia merasa keadaannya semakin bertambah buruk.


“ng.. kalian berdua baik-baik saja?” Tanya Saga tanpa prasangka sama sekali.


Hiroto merasa kesal mendengar pertanyaannya itu. Ia pun mendekati Saga lalu mendorongnya dengan kuat. Ia merasa sangat marah, Saga lah yang bertanggung jawab atas semua kejadian buruk yang dialaminya.


“Hei, kenapa denganmu Pon?” Tanya Saga yang tidak menyangka bahwa Hiroto akan mendorongnya.


“Tanyakan pada dia!” Seru Hiroto yang kemudian berlari keluar kamar secepatnya. Saga tidak mengerti dan berniat menyusul Hiroto untuk mendapat penjelasan. Tapi Tora menghentikannya.


“Sudah biarkan saja. Ini salahku.” Ucap Tora dengan wajah penuh penyesalan. Saga semakin tidak mengerti sampai akhirnya Tora menceritakan semuanya.


“APA???!!” Saga sungguh terkejut. “Kenapa kamu lakukan itu?! Aku berharap kalian menyelesaikannya secara baik-baik. Dan bukan dengan..”


“Ya aku tau, aku salah! Aku tidak tau kenapa aku menjadi marah seperti itu. kepolosan dan kebodohannya itu betul-betul membuatku kesal. Dia tidak percaya dengan ucapanku dan tetap mengingkari perasaannya sendiri.”


“Lalu kamu melakukan itu padanya?! Dengar Tora, itu semakin memperburuk keadaan. Pon Pon pasti belum bisa menerimanya. Dia masih sangat hijau dalam urusan seperti itu.”


“Jadi aku harus bagaimana? Dia tidak mau mendengar ucapan apalagi menatapku. Sejak tadi malam dia terus menghindar dan aku merasa dia membenciku.”


Saga tampak berpikir sejenak. Ia tahu keadaannya memang semakin bertambah buruk dan secara tidak langsung dialah yang bertanggung jawab atas semuanya. Mempertemukan mereka ternyata malah membawa bencana.


“Kenapa kamu mendadak liar seperti itu. apa kamu salah minum obat?” Tanya Saga berusaha mencairkan suasana.


“Mungkin saja. Periksa saja obat penahan rasa sakit itu, mungkin obat itu memang punya efek samping meningkatkan gairah seksualitas.”


“mana mungkin seperti itu. aku sudah sering melihatmu meminum obat itu, tapi kamu tidak pernah bergairah di hadapanku. Lagipula kalau memang ingin, kenapa tidak denganku saja? Aku jauh lebih berpengalaman daripada bocah itu.” ujar Saga cengengesan.


Tora menjadi sedikit lebih tenang dengan ucapan Saga itu, meskipun ia masih merasa sangat bersalah dan mencemaskan keadaan Hiroto yang kini sedang diliputi banyak perasaan yang tidak menentu.


--------000--------


Hiroto mempercepat langkahnya. Ia tidak tahu harus kemana dengan keadaan yang buruk seperti itu. Tidak mungkin pulang. Pasti banyak orang yang menanyainya macam-macam.


Akhirnya Hiroto berhenti di sebuah taman dan memutuskan membasuh wajahnya di kran air yang ada di taman itu. masih sangat pagi dan masih sangat sepi. Hiroto tidak melihat siapapun kecuali seorang laki-laki aneh yang memakai kain penutup hidung. Hiroto tampak tidak peduli, meskipun akhirnya ia duduk di sebelah laki-laki itu karena satu-satunya bangku di taman itu adalah bangku panjang yang diduduki laki-laki itu.


Hening begitu lama sampai akhirnya Hiroto mendengar suara keluar dari laki-laki yang ada di sebelahnya.


“Maaf, aku ingin bertanya.” Ucap laki-laki itu dengan suara sedikit berat.


Hiroto mengalihkan pandangan padanya seraya mengangguk pelan. Laki-laki itu kemudian menunjukkan sebuah kertas bertuliskan sebuah alamat. “Aku ingin bertanya alamat ini.”


Hiroto membacanya sejenak. Sekali melihatnya ia sudah tahu tempat itu yang tidak lain adalah alamat rumah kos yang kini ditempatinya. Ada kepentingan apa laki-laki ini di rumah kos Riku?


“Iya aku tau. Letaknya tidak jauh dari sini. Kalau boleh tau.. ada perlu apa kesana? Kebetulan aku salah seorang penghuninya.”


“Oh kebetulan sekali. Aku diminta temanku untuk menemui orang yang bernama Aoi, ada hal yang ingin kuberitahukan padanya. Maukah kau mengantarku padanya? Apa kau kenal juga dengannya?”


“Aoi-kun?! Tentu aku mengenalnya. Dia orang yang baik dan aku sudah menganggapnya seperti kakak. Baiklah, aku akan mengantarmu padanya.”


Lima belas menit perjalanan dengan kaki, akhirnya Hiroto bersama laki-laki bertutup hidung itu sampai juga di rumah kos Riku. Sebenarnya Hiroto enggan pulang, tapi demi membantu laki-laki itu bertemu Aoi, akhirnya Hiroto pulang juga. Ia juga merasa perlu mandi dan membersihkan tubuhnya lalu tidur. Ia merasa sangat lelah dan mengantuk. Meskipun hari ini ia masih harus berangkat sekolah, tapi ia memutuskan untuk membolos. Mungkin dengan sedikit alasan sakit, sekolahnya bisa memberinya sedikit keringanan.


“Eh Pon Pon, kamu baru pulang? Satu jam lagi sekolahmu dimulai. Apa kamu gak siap-siap?!” Tanya Rika yang tampak sibuk memberi makan kucing peliharaannya.


“Hari ini aku gak enak badan. Aku akan minta Izu-kun menyampaikannya pada wali kelasku. Oh iya Rika-chan.. Aoi dimana? Ada orang yang mencarinya.”


Rika tampak celingak-celinguk. “Siapa?”


Hiroto mengangkat bahunya. “Entahlah. Tolong sampaikan padanya ya.. a- aku ingin kembali ke kamarku segera.”


Rika menyentuh kening Hiroto dan mengerutkan keningnya. “Gak demam. Tapi wajahmu pucat Pon. Apa perlu kuambilkan obat? Memangnya apa yang terjadi semalam dengan Saga? Kalian melakukan hal apa?” Tanya Rika antusias.


Hiroto menggeleng malas. Memang tidak ada yang terjadi dengannya dan Saga, tapi yang terjadi adalah dia dengan Tora. “Sudahlah tidak ada apa-apa. Tolong panggilkan Aoi aja. Orang yang mencarinya sudah menunggunya di luar.”


Rika menggangguk dan menjalankan permintaan Hiroto. Meskipun penasaran, tapi ia tidak bertanya apa-apa lagi pada Hiroto.


Kebetulan saat itu Aoi melintas di depannya dan Rika segera memanggilnya. “Aoi.. ada orang yang mencarimu di depan.”


Aoi seperti ingin bertanya ‘siapa?’ tapi kata itu tidak keluar dari bibirnya. Ia hanya mempercepat langkahnya dan menuju ke depan sesuai dengan ucapan Rika.


“Siapa sih?” Tanya Chiru yang muncul tiba-tiba.


“Siapa apa?” Rika malah balik bertanya.


“Itu loh orang yang nyari si kutu kupret Aoi..”


“Hah!!?? Kenapa Aoi jadi kutu kupret? Biasanya juga manggil oujisama.”


“cuiih, najis!!” seru Chiru yang kemudian pergi begitu saja. Rika jadi bingung kenapa Chiru jadi sebel dengan sosok Aoi, padahal biasanya ia sangat memuji-muji sosok itu. meskipun Rika tidak peduli semuanya. ;P


-------0000-------


Hiroto selesai mandi dan mengganti pakaiannya. Ia baru akan membaringkan tubuhnya saat HPnya berdering.


Panggilan dari Saga.


Hiroto sangat malas menjawab panggilan itu dan langsung merejectnya begitu saja. Ia mematikan HPnya dan tidur dengan menutupi wajahnya memakai selimut yang melewati kepalanya.


Jauh dari tempat Hiroto berada, Saga sedang kesal karena tidak berhasil menghubungi anak itu.


“Dia mematikan HP nya.” Ucap Saga pada Tora yang kini terbaring dengan memegangi dadanya. “Kamu baik-baik saja?”


Tora hanya mengangguk pelan.


“Apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit?” Tanya Saga yang tampak mencemaskan keadaan Tora.


Tora menggeleng dan menatap lemah kearah Saga. “Maaf merepotkan, tapi bolehkah aku minta satu hal darimu?”


Saga mengangguk dan perlahan mendekati Tora lalu membiarkan dirinya menerima bisikan lembut dari laki-laki itu.


------000-----


“Pon Pon kenapa?” Tanya Nao yang bingung saat tidak melihat sosok Hiroto sejak tadi pagi hingga malam hari.


“Dia sakit. Sejak tadi pagi gak keluar kamar.” Jawab Chiru yang asik bermain kartu dengan teman-temannya.


“Kenapa tiba-tiba sakit? Jangan-jangan karena ciuman Saga tadi malam.” Ucap Mizuki yang tidak sanggup menahan geli.


“Aaah.. Saga.. kenapa tiba-tiba cium Pon Pon begitu ya.. kan jadi pengen.”


“Memangnya apa hebatnya si Saga itu? tampang wanita begitu.”


“Ih Mizuki kok ngomongnya gitu sih. Siapa yang tampang wanita? Saga kan cakepan.” Bela Rika yang serius menatap deretan kartu-kartu di tangannya. Tepat pada saat itu Saga hadir di tengah-tengah mereka.


“Darimana dia nongolnya?” Bisik Mizuki pada Chiru yang duduk di sebelahnya.


“Mana aku tau. Makanya jangan ngomong sembarangan.” Balas Chiru.


“Aku ingin bertemu Pon Pon. Bisa aku bertemu dengannya.” Ucap Saga dengan suara lembut.


“ng.. sepertinya Pon Pon gak enak badan. Dari tadi pagi juga dia gak keluar kamar. Kita juga gak tau kenapa.” Ucap Chiru.


“Sebaiknya besok aja.” Tambah Naoran.


“Ah jangan. Kasian Saga, sudah jauh-jauh. Ok, tunggu disini Saga. Aku panggil Pon Pon dulu.” Rika berinisiatif memanggil Pon Pon sementara Saga menunggu sambil memperhatikan Naoran dan kawan-kawan yang ribut dengan permainan kartu mereka.


“Hei Saga, ayo ikut main dengan kita. Kenapa bengong gitu?”


Saga hanya tersenyum menanggapi ajakan Naoran. “Tidak, terima kasih.”


“Memangnya ada apa denganmu dan Pon Pon? Apa ada sangkut pautnya dengan Tora?”


Chiru mencubit Mizuki dan berbisik padanya. “Ssst.. jangan tanya itu Mizuki. Kayaknya memang ada yang gawat diantara mereka.”


Saga tersenyum. “Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padanya.”


“Ah Saga gomen.. kayaknya Hiroto gak mau ketemu kamu deh.” Seru Rika yang sudah kembali dari kamar Hiroto.


“Memangnya kenapa dia? Apa masih sakit?”


“He’eh kayaknya gitu. Dia gak jawab waktu aku panggil-panggil.”


“Kalau begitu biar aku yang ke kamarnya.” 


“Eh anu, tapi itu.. Pon Pon.. ng..” Rika berusaha menghalangi, tapi Saga sudah bergegas menuju kamar Hiroto. “Duh gimana ini..” Rika tampak cemas.


“Memangnya kenapa sih?” Tanya Naoran yang jadi ikutan bingung.


“Sebenarnya tadi Pon Pon pesan kalo dia gak mau ketemu Saga. Sepertinya Pon Pon marah banget ke Saga.”


“Alasannya?” Tanya Keiyuu.


“Jangan tanya aku dong. Aku kan gak tau Kei.”


Naoran membuang kartunya ke meja. “Ya sudah, kalian lanjutin mainnya. Aku dan Rika yang ke atas ngintip mereka.”


“Hei jangan curang dong Nao, mentang-mentang kamu mo kalah.. langsung deh pake alasan ngintip Pon Pon segala.”


“Siapa yang curang Mizuki?! Ini tugas mulia. Kalian juga penasaran kan dengan apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka?!”


“Ya sudah pergi sana. Cepet balik dan beritahu kita apa yang terjadi di atas.”


Nao mengacungkan ibu jarinya dan mengedipkan sebelah matanya lalu mengajak Rika mengendap-endap ke arah kamar Pon Pon.


----------------


“Pon Pon dengar.. Tora menyesal dengan kejadian itu dan dia ingin minta maaf.”


“Lalu kenapa dia gak datang sendiri? Kenapa dia menyuruhmu?” Tanya Pon Pon yang seperti tidak ingin mendengar nama Tora disebut-sebut lagi.


“Itu karena Tora tidak bisa kesini menemuimu secara langsung. Dia ingin aku membawamu ke hadapannya karena dia..”


“Sudah cukup Saga!! Kejadiannya akan sama seperti tadi malam. Apa yang dia berikan padamu sampai kamu rela menuruti semua perintahnya? Aku gak mau lihat dia lagi! Dia menyakitiku! Aku gak percaya dia telah memperkosaku.. dan itu semua karena salahmu!!” Hiroto membanting pintu kamarnya setelah mengucapkan kata-kata itu. Saga tampak terpaku di depan pintu kamar Hiroto. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia tahu bahwa saat ini Hiroto sangat marah dan Saga hanya bisa pulang dengan tangan hampa.


Sementara itu, Rika dan Nao yang mengintip kejadian itu hanya bisa bengong dengan mulut menganga. Butuh beberapa detik sampai mereka bisa bersuara.


“Kamu dengar itu Nao! Pon Pon di perk... aah pokoknya digituin deh ma macan!” Seru Rika mengguncang-guncang Nao yang masih tampak bengong.


“Ssst.. iya aku denger. Jangan nyaring-nyaring dong. Saga masih di deket sini.” Nao menarik Rika turun ke ruangan tempat ia dan teman-temannya berkumpul main kartu. Ruangan itu semakin ramai. Akiya baru saja pulang dari kuliah lalu Izumi datang untuk mengungsi dan Aoi datang bersama laki-laki asing yang memakai penutup di hidungnya.


Tidak lama kemudian Saga muncul dan meminta maaf karena sudah merepotkan. Dan akhirnya dia berpamitan pulang.


Selang beberapa menit setelah Saga pergi, Nao meminta semua teman-temannya berkumpul membentuk sebuah lingkaran. “Cepetan!! Ada berita besar yang harus kalian dengar.”


Semua tampak antusias. kecuali Akiya, Aoi dan orang berpenutup hidung yang tidak ada sangkut pautnya itu. Nao tetap memaksa Akiya turut serta membentuk lingkaran, tapi Nao tidak memaksa Aoi dan temannya itu untuk ikut bergabung karena mereka seperti sibuk dengan dunianya sendiri dan nampak berbicara hal yang serius berdua saja. Lagipula hal yang ingin diberitahukan Nao memang tidak ada hubungannya dengan mereka.


Keiyuu menutup mulutnya dan terkejut setelah Nao selesai dengan pengumuman bisik-bisiknya. Bukan hanya Keiyuu, tapi yang lainnya juga sama terkejutnya.


“Kasian Pon Pon.. kenapa gak aku aja yang mengalami nasib seperti dia..” Ucap Rika dengan nada sedih. Chiru lalu memeluknya. “He’eh.. aku juga mau menggantikan posisi Pon Pon. Kan enak tu ya.. kalo main ma Tora.”


“Oi oi kalian ngomong apa sih? Cewek-cewek ini cuma ngerusak penpic ini aja ya.. authornya jangan ngelantur dong!!” Seru Mizuki.


“Eh kunyuk. Diem lo!! Gak bisa liat orang seneng!” Chiru melempar kepala Mizuki dengan sandal rumah yang dipakainya.


“Sudah sudah.. sekarang gini.. anggap kita gak tau apa-apa. Pon Pon teman kita dan sudah seharusnya kita jaga dia. Jangan sampai dia tau kalo kita semua tau tentang permasalahan dia dan Tora.”


Semua sepakat dengan ucapan Izumi, lalu membubarkan diri dan kembali ke kamar masing-masing tanpa berusaha untuk membahas permasalahan Hiroto dan Tora lebih lanjut.


Sementara itu di lain ruangan, Aoi masih berbicara serius dengan teman asingnya. Ia tampak kurang senang dengan ucapan yang disampaikan oleh lawan bicaranya.


“Apa kau bilang?! Memangnya apa yang dia kerjakan sampai aku gak boleh tau?”


“Maaf Aoi-san. Memang itu yang dia bilang. Aku hanya menyampaikan. Dan maaf.. aku harus pergi sekarang.. masih ada yang harus aku kerjakan.”


“Hei tunggu! Rei.. Reita kah namamu?! Bilang padanya.. aku menunggunya menghubungiku malam ini untuk mendapat penjelasan.


Laki-laki berpenutup hidung yang dipanggil Reita oleh Aoi itu tampak mengangguk lalu pergi dari hadapan Aoi yang masih tampak kesal.


----------


Di kamarnya, Bou merasa kesal. Sudah dua malam Aki tidak mengijinkannya keluar kamar dengan alasan yang tidak jelas. Ia merasa sangat bosan dan akhirnya melanggar ucapan kakaknya itu.


Bou membuka pintu kamarnya dengan sedikit trik yang ia temukan saat siang tadi. Ia sendiri tidak percaya kalau ia bisa mengakali pintu yang terkunci. Bou tersenyum puas saat berhasil membuka pintu. Ia hanya ingin keluar kamar tanpa berniat untuk kabur dari rumah kakaknya.


Anak laki-laki itu berjalan dengan kaki telanjang. Ia ingin ke dapur untuk mencari minum di kulkas. Dan saat ke dapur itu lah ia melewati sebuah kamar yang sedikit terbuka. Bou mendengar suara-suara dari kamar itu. suara Aki dan suara lain yang tidak dikenalnya. Ia pun mendekati kamar itu dan mengintip ke dalamnya.


“ Aah.. ha- hayaku..mph..ngh..ah aaah..”


“Tenang Aki.. sedikit lagi..aah.. iya..mmph hh aah.. lebih kuat..”


Bou menutup mulutnya seraya tidak percaya dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya. Aki sedang melakukan hal itu dengan orang yang Bou tidak tahu itu siapa. Yang jelas bukan dengan seorang wanita.


Aki terengah-engah dengan nafas tersenggal begitu ia dan temannya itu selesai memuaskan diri mereka. Kedua orang itu kini saling berhadapan dengan posisi atas bawah lalu mereka kembali memuaskan diri dengan saling melepas ciuman. Aki menciumi wajah dan bibir lawan mainnya lalu menjilati tubuh lawan mainnya itu. kemudian ia bergerak semakin ke bawah lalu memainkan bibir dan lidahnya di bagian paling sensitif dari tubuh lawan mainnya. Ia membuat laki-laki itu mengeluarkan suara mendesah yang terdengar seksi.


Bou merasa mual melihatnya. Pantas saja Aki menguncinya di dalam kamar, ternyata hal itu dilakukannya karena ia ingin bersenang-senang tanpa Bou perlu mengganggunya. Bou bergetar melihat semua kejadian itu dan lawan main Aki menyadari kehadirannya.


“Aaah.. A- Aki.. sudah.. hentikan.. ada yang melihat kita.”


Aki menghentikan jilatannya lalu menatap kearah pintu dan ia sangat marah begitu menyadari Bou ada di sana.


Bou menyadari posisinya dan ia pun pergi dari tempatnya berdiri dengan terburu-buru. Aki segera memakai pakaiannya dan mengejar Bou. Bou berniat keluar dari rumah Aki dengan membuka pintu depan, tapi Aki lebih dulu menjambak rambutnya. Menghembaskan tubuh anak itu di sofa dan menampar pipinya berkali-kali.


“Sudah aku bilang jangan keluar dari kamarmu!!”


“Kau busuk!! Biarkan aku pergi dari sini. Aku ingin muntah melihat perbuatan laknatmu.”


‘PLAK’


Aki kembali menampar pipi Bou dan air mata anak itu keluar begitu saja karena rasa sakit. Aki masih ingin terus menamparnya, sampai laki-laki yang menjadi lawan main Aki itu menghentikannya.


“Aki sudah!! Jangan pukuli adikmu lagi.”


“Hei kenapa kau membelanya?” Tanya Aki tidak percaya.


“Aku cuma tidak mau kau menyakitinya. Ini bukan salahnya.”


Aki menghentikan pukulannya. Ia tampak lebih tenang saat laki-laki itu membelai wajahnya lalu kembali memberinya ciuman di bibir. Saat itulah Bou mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari Aki. Dia pun berlari dengan cepat menuju ke arah pintu, membuka pintu itu lalu keluar dengan kaki tanpa alas.


Aki segera melepaskan ciumannya dan semakin marah. “Liat, gara-gara kau anak itu pergi.” Usai berkata itu, Aki pun menyusul mengejar Bou tapi Bou semakin jauh dan terpaksa Aki harus mengeluarkan mobilnya dan mengejarnya.


===========


t.b.Kontinyut~