Nanairo CRAYON part 8 chapter 1



Fandom : Jrock staring The GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine, Sadie n more…

Author : -Keka-

* * *


Laki-laki berwajah tampan itu tampak iba menatap laki-laki lain yang terbaring lemah di tempat tidurnya.

“Maafkan aku Tora..” ucap Saga lirih dengan wajah penuh penyesalan. Ia pun menggenggam erat tangan Tora yang mulai dingin. Lalu mengelus kepala laki-laki malang itu.

Saga merasa jadi orang yang bodoh. Tidak ada yang bisa diperbuatnya, bahkan sampai saat dimana Tora mulai merasakan sakit yang begitu hebat di dadanya. Melihat laki-laki itu begitu menderita, Saga jadi berpikir untuk sesaat saja menggantikan posisi Tora dan ikut merasakan kesesakan yang Tora rasakan.

“Apa yang bisa kuperbuat untukmu?” Tanya Saga dengan nada berbisik lembut di telinga Tora.

Tora tidak menjawabnya. Ia tertidur dengan obat penenang dan penahan rasa sakit yang diberikan dokter beberapa menit yang lalu. Saga tahu betul apa yang sebenarnya diinginkan Tora.

Hiroto.

Hanya anak itu yang diinginkannya.

Tapi Saga belum bisa memenuhinya. Sangat sulit membuat Hiroto ikut dengannya dan melihat keadaan Tora yang sebenarnya. Saga ingin menceritakan kondisi Tora yang sudah cukup sekarat, tapi Hiroto sendiri bahkan tidak memberinya kesempatan untuk bicara. Anak itu sudah terlanjur sakit hati dengan perbuatan Tora beberapa waktu yang lalu. Saga paham dengan apa yang dirasakannya. Meskipun ia sendiri merasa bingung, bagaimana mungkin Tora bisa membuang rasa sakitnya dan berbuat hal yang tidak mungkin itu pada Hiroto...

Padahal seingat Saga, Tora sangat menjaga Hiroto dan bahkan tidak mungkin sanggup melukai anak itu sedikit pun. Baginya Hiroto sangat berharga dan ia juga akan sangat terluka jika Hiroto sampai terluka.

Apa cinta itu memang buta.. Ataukah cinta yang membutakan dan membuat manusia melakukan hal-hal diluar akal sehatnya..

Saga sungguh tidak ingin menyalahkan Tora. Ia sendiri pun mungkin akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Tora. Sungguh menyakitkan jika orang yang kita cintai tidak percaya sedikit pun dengan ucapan kita.

“berjuanglah Tora..” Ujar Saga kembali berbisik di telinga Tora. “Aku akan bawa anak itu ke hadapanmu. Dan aku akan menyadarkan Hiroto bahwa sesungguhnya cintamu tulus padanya.” Ucap Saga yang kemudian mengecup pelan bibir Tora dengan lembut. Bibirnya sangat dingin. Setidaknya Saga ingin memberikan sedikit kehangatan pada laki-laki itu dengan sentuhan bibirnya yang hangat.

-----000-----

Bou membuka pintu itu dan melihat Satochi yang tampak lesu di hadapannya.

“anda kenapa Satochi-san?!” Tanya Bou tampak cemas.

laki-laki itu, Satochi hanya bisa tersenyum sambil mengelus kepala Bou. “Aku tidak apa-apa.” Ucap Satochi pada akhirnya.

Bou yang masih tampak cemas akhirnya melihat lengan Satochi yang terbalut perban. “Lengan anda kenapa?” Tanyanya panik.

“Hanya luka kecil. Ah Bou, kamu baik-baik aja kan di rumah?!” Satochi berusaha mengalihkan pembicaraan.

Bou mengangguk singkat dengan tatapan masih tertuju pada lengan Satochi. “Itu sakit ya?” Tanyanya lagi.

Satochi kembali mengelus kepala Bou dan meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja. Anak laki-laki itu sedikit menghela nafas lega, lalu tampak celingak-celinguk dan tersenyum saat melihat Hiroto yang tak jauh dari posisinya berada. Bou menarik Hiroto ke hadapan Satochi.

“Satochi-san, ini Hiroto teman Bou.” ucap Bou riang mengenalkan sosok Hiroto di hadapan Satochi.

Satochi tersenyum, sementara Hiroto hanya bisa mengangguk sopan di hadapan laki-laki itu.

“Oh iya Pon, Izu-kun mana?” Tanya Bou yang tampak bingung saat tidak menemukan sosok senpainya itu.

“Ada tuh di belakang.” Jawab Hiroto sambil menolehkan kepalanya ke belakang. Dan tidak lama kemudian, Izumi muncul dan bergabung di samping Bou dan Hiroto.

“Apa kamu akan pergi sekarang Bou?” Tanya Satochi yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Bou.

“sekali lagi Bou ucapkan terima kasih atas pertolongan dan bantuan Satochi-san.”

“Berhati-hatilah. Jangan sampai laki-laki itu menyakitimu lagi.” Ujar Satochi memperingatkan.

Bou menyambut baik perkataannya dan sekali lagi mengucapkan terima kasih sambil membungkuk dalam di hadapan Satochi hingga akhirnya ia permisi pamit pergi bersama Hiroto dan juga Izumi.

------000------

Pisau itu terhunus di tangannya dengan darah yang mengalir segar dan seekor kucing yang tergelatak tanpa nyawa.

Apa yang kulakukan??

Kenapa aku melakukan ini???

Semua ini salahnya!! Dia yang bersalah!! Ini bukan salahku!!

Dia yang membunuh..

Bukan aku yang membunuh

Dialah yang pantas disebut pembunuh!!

Dialah yang seharusnya mati..

Ya.. dia harus mati.. harus MATI di tanganku seperti kucing ini!!!

Pisau itu kembali ditancapkan ditubuh kucing yang sudah tidak bernyawa itu berulang-ulang kali. Matanya berkilat keji, meskipun tampak kosong dan terlihat kesepian sekaligus sedih. Bibir indahnya mulai tersungging menorehkan senyuman menyeringai tanpa perasaan.

“ASTAGA!!”

Tiba-tiba seseorang memekik tertahan melihat semua tindakannya.

Laki-laki itu menolehkan wajahnya dan menatap laki-laki lain di hadapannya.

“Apa yang kamu lakukan?!” Tanya laki-laki itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“A.. Aoi.. a- aku..” Tiba-tiba ia merasa gugup dan menjatuhkan pisau di tangannya. Lalu ia memegangi kepalanya sendiri seperti orang kebingungan.

“A- aku tidak tau.. apa yang sebenarnya kulakukan?!! A- aku hanya merasa kesal karena semua beban ini.” Laki-laki itu berkata sambil menutupi wajahnya dan terlihat sangat depresi begitu menyadari segala perbuatannya.

Aoi merasa kasihan melihatnya. Ia tidak tega melihat orang yang dicintainya itu begitu sangat menderita. Ia lalu mendekap tubuh laki-laki itu dan berusaha menenangkannya. “jangan pernah lakukan ini lagi.” Ucap Aoi lembut sambil mengelus punggung laki-laki itu.

“Ta- tapi.. kucing itu mati gara-gara aku. A- ku harus bagaimana?”

Aoi melepaskan pelukannya dan menatap wajah laki-laki itu. “Berjanjilah satu hal padaku..”

Laki-laki itu mengangguk dan balas menatap Aoi dengan tatapan sedih.

“Demi aku, jangan pernah berpikir apalagi sampai menghilangkan nyawa mahkluk hidup lagi.”

Laki-laki itu kembali mengangguk mendengar ucapan Aoi. Ia sepenuhnya menunjukkan wajah penyesalan di hadapan Aoi dan tampak sangat terpukul menyadari perbuatannya sendiri.

Aoi tak mau menambah bebannya lagi. Dan ia kembali memeluk laki-laki itu sambil berbisik lembut di dekat telinganya.

“Serahkan masalah kucing itu padaku. Aku akan membuangnya jauh hingga tidak ada yang sadar bahwa kucing itu mati karenamu.”

Usai Aoi berkata itu, laki-laki itu makin mempererat pelukannya pada Aoi. Lalu balas berbisik di telinga Aoi.

“Aku mencintaimu.. terimakasih melakukan segalanya untukku Aoi..”

Aoi tersenyum mendengar ucapan itu. laki-laki ini memang berhak mendapatkan cintaku. Begitu pikirnya.

Tapi Aoi tidak tahu, bahwa wajah penyesalan itu hanya kebohongan belaka. Di pelukan Aoi, laki-laki itu kembali tersenyum menyeringai dan kembali menyusun sebuah rencana pembunuhan yang lebih besar lagi dari sekedar menghilangkan nyawa seekor kucing.

Maaf Aoi..
Aku memang tidak akan membunuh kucing lagi
Tapi aku akan membunuh manusia...
Kau ingat wanita jalang itu
Wanita yang pernah bersamamu
Dia mati!!
Dan dia mati karena aku yang membunuhnya

Itu hanya satu dari sekian banyak orang yang sudah kubunuh
Masih akan ada lagi satu nyawa yang hilang
Dan nyawa-nyawa lain yang menghalangi niatku juga akan kuhabisi dengan tanganku...

------000-----

Naoran terkekeh melihat Keiyuu yang meringis kesakitan dan memegangi tangannya. Mereka baru saja adu pancho. Dan sudah bisa dipastikan Naoran lah yang memenangkannya dan sukses menjatuhkan Keiyuu berkali-kali.

Mizuki berusaha menyemangati Keiyuu dengan menepok-nepok pundaknya, sementara Akiya menutupi telinganya dengan earphone sambil terus membaca bukunya. Akiya sedang sibuk belajar, tapi tiga orang itu terus-terusan ribut dan mengganggunya. Membuatnya kehilangan konsentrasi dan kesal, meskipun tidak berbuat apa-apa saat Nao, Keiyuu dan Mizuki malah asik bermain di kamarnya.

Beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan pintu dari kamar Akiya. Mizuki membuka pintu itu dan melihat wajah panik Rika.

“Ah Mizu... liat kucingku gak?!!” Tanya Rika sambil melongok kesana kemari menyisir sudut-sudut kamar Akiya dengan pandangannya.

“Kucing yang mana?” Mizuki malah balik bertanya. Seingat Mizuki, Rika dan Chiru sedikitnya memelihara delapan ekor kucing.

“Itu loh yang putih trus ada belang-belang itamnya. Biasanya kan suka mojok di kamarnya Akiya.”

Mizuki menggelengkan kepalanya. “Gak ada tuh. Kita dari tadi disini tapi gak ada liat kucing, iya kan Nao?!”

Nao memebenarkan ucapan Mizuki. “Mungkin di dapur.” Tambahnya lagi.

Rika mengangguk singkat, lalu bergegas ke dapur sambil memanggil-manggil kucingnya dengan suara mengeong.

Sementara itu,

Chiru merasa kesal karena harus sendirian membuang sampah. Tidak ada seorang pun yang mau membantunya dan itu membuatnya ingin memaki-maki semua penghuni yang satu kos dengannya. Terlebih saat tadi ia melihat laki-laki itu. Aoi membawa laki-laki itu. Laki-laki yang dilihat Chiru di bandara saat menjemput kepulangan Aoi, laki-laki yang bersama Aoi di malam itu dan laki-laki itu pasti..

“Pasangan HOMOnya!!” Ujar Chiru geram. Ia tidak peduli saat orang-orang yang berjalan di sekitarnya menolehkan pandangan matanya saat mendengarnya mengucapkan kata HOMO dengan suara nyaring.

Chiru memang sudah tidak peduli dengan Aoi, tapi entah mengapa ia terus-terusan kesal dan melampiaskan semua kekesalannya pada teman-temannya sampai ia mendapat julukan emak baru di rumah kos.

“apa-apaan mereka itu!! Mentang-mentang Riku gak ada, sekarang aku yang dapat panggilan mamih! Cih gak sudi!”

Chiru menggerutu seorang diri sambil terseok-seok membawa beberapa plastik berisi sampah-sampah yang nyaris di seretnya.

Sudah beberapa hari ini petugas sampah tidak mengambil sampah dari rumah ke rumah. Dan itu mengakibatkan orang-orang harus membuang sampah ke tempat yang agak jauh. Letaknya agak membukit yang jauh dari pemukiman penduduk dan disekelilingnya dipagari oleh kawat berduri.

Ada dua jalan masuk di tempat pembuangan sampah itu dan Chiru memilih jalan belakang yang lebih dekat dari tempat kos nya. Di siang hari, tempat itu bahkan terlihat sepi. Biasanya ada satu atau dua pemulung, tapi hari ini mereka tidak terlihat.

Yah Jepang kan kaya. Makanya gak ada pemulung yang berkeliaran. Ujar Chiru dalam hati.

Ia sudah akan melempar sampah-sampahnya, tapi ada yang menarik perhatiannya meskipun ia sudah merasa mau muntah dengan bau sampah yang menyengat dan membuat perutnya mual. Rupanya ada orang lain di tempat itu selain dirinya.

Tidak satu tapi dua orang.

Pemulungkah? Pikir Chiru.

Tapi perwujudan dua mahkluk itu tidak biasa. Laki-laki tinggi dengan jeans yang menempel ketat di kakinya. Rambut kepirangan dan jaket hitam yang nampak keren. Di sebelahnya ada seorang laki-laki lain dengan rambut hitam dan wujud yang memikat pula.

Aoi dan orang itu??!! Ngapain mereka disini?? Chiru bertanya-tanya dalam hati. Ia lalu bersembunyi di balik bangunan kecil yang nampak seperti sebuah gardu sambil terus mengintip perbuatan dua orang laki-laki yang berjarak sekitar 20 meter dari tempatnya berada itu.

Ada sebuah lubang kecil dan Aoi menjatuhkan sebuah bungkusan plastik di lubang itu lalu menimbunnnya dengan tanah yang bercampur dengan sampah. Selesai melakukan itu, Aoi nampak tersenyum kepada laki-laki di sebelahnya dan merangkul pundak laki-laki itu.

“Sudah selesai. Sekarang kamu tenang kan?!”

Laki-laki berambut pirang itu mengangguk, lalu balas tersenyum pada Aoi. “Tapi aku masih merasa bersalah. Pemiliknya pasti akan sangat kehilangan dan ini semua gara-gara aku.”

“Tidak apa. Aku akan membelikannya yang baru kalo dia merasa kehilangan.” Aoi menepuk pelan pundak laki-laki itu dan menggiringnya meninggalkan tempat yang sungguh tidak nyaman tersebut.

Chiru keluar dari persembunyiannya setelah yakin Aoi dan temannya itu sudah benar-benar pergi. Ia menuju tempat Aoi tadi berada dan melihat gundukan tanah yang baru saja di timbun. Chiru merasa penasaran, sebenarnya apa yang baru saja Aoi kubur?

Ia lalu berusaha mencari-cari sesuatu yang bisa digunakannya untuk menggali timbunan tanah dan sampah itu. Chiru melihat sebuah kayu dan mengambil kayu itu lalu mulai menggali sedikit demi sedikit. Ia agak kesulitan menggunakan kayu itu dan karena tidak sabar, ia akhirnya menggunakan bantuan tangannya sendiri. Meskipun sebenarnya ia sangat jijik melihat tangannya kotor.

Setelah beberapa saat, Chiru mulai melihat bungkusan plastik itu dan ia semakin menggali dengan cepat sampai tidak peduli bajunya ikutan kotor. Chiru menarik bungkusan plastik itu keluar dari dalam tanah dan membukanya dengan penasaran.

Rasa penasarannya tergantikan rasa kengerian saat melihat seongok tubuh kecil berdaging itu.

“Kuroshi...”

Chiru ingin membekap mulutnya. Tapi ia sadar jika tangannya sangat kotor dan ia hanya bisa menatap tubuh berbulu putih dan hitam yang masih terlihat sangat terawat itu kini sudah tidak bernyawa. Darahnya masih tampak segar dan isi perutnya terburai keluar tidak beraturan.

Chiru mual dan ketakutan melihatnya. Ia lalu buru-buru pergi dengan perasaan ngeri sekaligus sedih.

Itu kucing yang dipelihara Rika. Dan sekarang kucing itu mati mengenaskan. Apa yang Aoi dan laki-laki itu perbuat...

Tidak mungkin Aoi membunuh seekor hewan apalagi seekor kucing yang ia ketahui adalah milik temannya. Chiru berusaha menanamkan pikiran itu di sepanjang jalan. Chiru tahu Aoi tidak akan pernah berlaku kejam, tapi ia melihat kenyataan yang sebaliknya.

-------000------

“Disini ya tempatnya?” Tanya Bou sambil memperhatikan bangunan rumah yang ada di hadapannya.

Hiroto tampak membuka pagar rumah itu dan meminta Bou untuk mengikutinya. Begitu masuk ke dalam rumah, mereka langsung disambut Keiyuu yang nampaknya sedang bingung mencari-cari sesuatu.

“Cari apa Kei?” Tanya Hiroto sedikit penasaran.

Keiyuu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil berkeliling menatap seluruh ruangan hingga ke sudut-sudut dan kolong-kolong perabotan. “Kucingnya Rika ilang. Aku disuruh bantu nyari ni.” Katanya sambil menoleh sekilas kearah Hiroto dan nampak penasaran dengan Bou. “Siapa dia? Pacarmu ya?” Tanya Keiyuu sambil cengar-cengir.

Hiroto menggeleng. “Sembarangan! Dia ini teman sekelasku.” Kata Hiroto sambil menarik Bou ke hadapan Keiyuu. “Oh iya Bou, ini Keiyuu.” Ujar Hiroto memperkenalkan.

Bou tampak menunduk sopan di hadapan Keiyuu dan Keiyuu balas menunduk singkat di hadapannya sebagai salam perkenalan.

“Bou ini akan tinggal disini untuk sementara waktu Kei.” Ujar Hiroto lagi.

keiyuu hanya bisa ber-oh singkat lalu tersenyum dan menepuk pundak Hiroto. “Kalo gitu buat dia senyaman mungkin di rumah ini. Aku mau cari Kuroshi lagi. Kasian Rika dari tadi mewek gara-gara tu kucing ilang.”

Keiyuu akhirnya pergi, namun tidak lama kemudian Chiru datang dengan wajah setengah panik. “Rika mana Pon?!” Tanyanya terburu-buru.

Hiroto menggeleng. “Aku baru datang Chi. Mungkin di atas. Tadi sih katanya Keiyuu, kucingnya hilang. Mungkin lagi sibuk nyari kucingnya itu.”

Chiru terdiam lama tampak memikirkan sesuatu. Lalu pikirannya teralih saat melihat sosok Bou di samping Hiroto.

“Siapa dia Pon? Pacarmu ya?” Tanya Chiru dengan suara berbisik. Kenapa pertanyaannya sama seperti Keiyuu. Hiroto jadi aneh sendiri mendengarnya.

“Kenapa kamu sama Keiyuu nanyanya sama?! Bou ini teman sekelasku dan anak LAKI-LAKI sama kayak aku!” Seru Hiroto sambil menekankan suaranya pada kata ‘laki-laki’.

Chiru melongo sambil menunjuk Bou. “Anak Cowok?!!” Serunya nampak tak percaya.

Bou hanya tersenyum melihat reaksi Chiru itu. lalu Hiroto menariknya jauh dari Chiru. “Jangan pake senyum-senyum Bou. Chiru bisa jadi mengerikan kalo liat cowok manis.” Ujar Hiroto memperingatkan.

Chiru melengos mendengar ucapannya. “Enak aja!! Ya udah deh aku mau nyari Akiya dan Naoran aja.”

“Lho?!! Bukannya tadi nyari Rika?”

“Haduh Pon. Ada yang gawat banget. Kalo langsung diceritain ma Rika...” Chiru nampak membayangkan sesuatu dengan gelisah. “Pokoknya gawat banget! Rika bakalan shock dengernya. Jadi aku mau cerita ke Akiya dan Nao aja.” Chiru buru-buru pergi setelah mengucapkan kata-kata yang membuat Hiroto bingung itu.

Bou menatap Hiroto dengan sama bingungnya. Tapi tidak terlalu memikirkannya.

“Penghuni disini memang aneh-aneh Bou. gak usah terlalu dipikirin.”

Bou mengangguk kalem mendengar ucapan Hiroto. Membuat Hiroto merasa heran. Kenapa tiba-tiba dia jadi kalem??

-------000-------

Nao mengerutkan keningnya sambil terus mendengarkan cerita Chiru yang berapi-api. Sementara Akiya dan Mizuki yang di sebelahnya juga ikutan serius mendengarnya.

“Pokoknya kalian harus liat sendiri mayat kucing itu!! Aku gak ngada-ngada! Emang bener kucing itu mati ngenes trus dikubur Aoi dan temannya itu di tempat pembuangan sampah yang di bukit itu.”

“Kenapa Aoi bunuh kucingnya Rika?” Tanya Akiya bingung.

“Bukan Akiya! Aku gak nuduh si Aoi yang bunuh kucing itu, tapi aku curiga ma temannya yang dikenalin ke kita tadi pagi itu.” seru Chiru.

“Orang itu ya.. aku juga ngerasa pernah liat dia dimanaaa gitu.” Kata Nao sambil mengingat-ngingat.

“Memangnya kamu kenal dia dimana Nao?” Tanya Mizuki.

“Bukan kenal, tapi kayaknya aku pernah liat. Waktu itu aku pernah tabrakan ma dia waktu nganterin Yuura pulang ke rumahnya bersama Izumi. Tapi sebelum tabrakan itu, sepertinya aku sudah pernah liat dia entah dimana.” Nao masih berusaha mengingat-ingat.

“Sudah gak usah dipikirin. Sekarang juga kita liat kucing itu dan kita kubur lagi dengan layak. Yang penting ini dirahasiakan dulu dari Rika.”

Chiru mengangguk-angguk mendengar ucapan Akiya. “Ya udah sekarang juga kita ke tempat pembuangan sampah itu. jangan sampe ketahuan Rika.”

“Rika kayaknya masih sibuk nyari tu kucing sama Keiyuu. Biarin aja dulu. Oh iya Chiru.. aku gak ikut ya ke tempat pembuangan sampah itu.” Ucap Mizuki.

“Kenapa gak ikut?! Takut bau?!!” Tanya Chiru sedikit kesal.

Mizuki menggeleng. “Sampah gak bisa menghilangkan wangi tubuhku. Tapi akan terlihat sangat aneh jika tiga orang cowok keren berjalan ke tempat pembuangan sampah dengan 1 cewek yang biasa-biasa aja.” Ucapnya terdengar narsis.

Naoran hanya bisa ngikik mendengar ucapannya, sementara Chiru sudah meninju perut Mizuki saking kesalnya. “Ya sudah kalo gak mau ikut. Gak usah pake ngomong narsis segala pake ngatain aku biasa-biasa aja.”

Akiya sampai ikutan tertawa kecil mendengarnya. Mizuki memang ada-ada aja. XDD

-------000------

Izumi berjalan terburu-buru dengan tas besar berisi pakaian di pundaknya. Tadi ia memang berpisah dari Bou dan Hiroto untuk pulang terlebih dahulu ke rumahnya mengambil beberapa pakaian. Untunglah saat ia pulang, Isshi sedang tertidur. Jadi ia bisa mengambil pakaiannya tanpa perlu direpotkan oleh Isshi.

Saat ingin pergi, Izumi melihat makanan sudah tersaji lengkap di atas meja. Isshi yang membuatkannya makanan itu. padahal Isshi minim kemampuan memasak, tapi sepertinya ia sungguh-sungguh membuatkan Izumi makanan itu. Izumi jadi berpikir... sebenarnya tidak ada yang jelek pada Isshi. Laki-laki itu hanya kelewat perhatiannya terhadapnya. Membuat Izumi jadi merasa risih.

Izumi jadi berpikir banyak hal. Kenapa Isshi begitu perhatian padanya? Kenapa Isshi seperti kenal lama dengannya, padahal Izumi merasa baru-baru saja berjumpa dengannya?

Izumi juga memikirkan Hiroto dan Bou. Ia merasa iba dengan kedua kouhai nya itu dan ingin membantu keduanya. Mungkin jika ia sendiri, ia tidak akan bisa. Tapi toh masih ada orang lain yang bisa membantunya.

Saat berjalan terburu-buru, Izumi mendengar seseorang memanggil namanya dan Izumi menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya tersebut.

Ternyata Saga.

Suaranya memang sedikit asing di telinga Izumi karena mereka jarang terlibat percakapan. Saga perlahan mendekatinya dengan wajah sedikit lesu meskipun tampang lesu itu tidak sedikit pun mengurangi ketampanannya.

“Aku ingin bicara berdua denganmu Izumi.” Kata Saga dengan suara kalem.

Pasti masalah Hiroto. Izumi berusaha menebak dalam hati. Dan ia merasa perlu menolak permintaan Saga.

“Maaf Saga, tapi aku sedang terburu-buru.”

“Sebentar saja. Ini sangat penting.” Saga tampak memohon. Dan Izumi merasa tidak enak jika tidak mengiyakannya.

“Tidak lebih dari sepuluh menit.” Ucap Saga lagi.

Izumi masih tampak berpikir-pikir sampai akhirnya ia mengiyakan permintaan Saga itu. “Tapi hanya sepuluh menit ya..”

Saga mengangguk dan tersenyum mengembangkan bibir tipisnya yang indah lalu mengajak Izumi berbicara di tempat yang lebih nyaman.

=====000=====

BRAK!!

Yuura melempar bukunya dengan keras hingga menghantam meja dengan suara cukup nyaring. Ia merasa kesal karena tiba-tiba dilarang keluar rumah dengan alasan mengada-ada. Apalagi ia harus mendekam di kamar yang dihuni oleh hantu wanita dengan leher tersayat-sayat dan pakaian yang berlumuran darah. Hantu wanita itu jelas-jelas menginginkannya untuk memenuhi hasrat terpendamnya yang meluap-luap.

Yuura berusaha mengabaikan hantu wanita itu dan mengalihkan pikirannya pada hal lain. Sudah lewat dari 4 jam, berarti tinggal 68 jam lagi. Yuura memikirkan Satochi, orang yang menolongnya. Ia melihat kematian laki-laki itu dan Yuura ingin sekali menolongnya tapi tidak tahu bagaimana caranya. Yuura memang pernah membebaskan Kai dari takdir kematiannya, namun untuk kasus Satochi, Yuura merasa tidak yakin apa bisa menolongnya. Tapi ia ingin sekali lagi bertemu Satochi dan memperingatkannya agar berhati-hati atau paling tidak membantunya memenuhi keinginan terakhirnya sebelum laki-laki itu benar-benar pergi.

Yuura duduk di pinggir tempat tidur sambil memikirkan cara keluar dari kamar yang mengurungnya. Ia berjalan kearah jendela dan membuka tirainya yang selalu tertutup lalu memeriksa jendela itu. tidak bisa dibuka. Sepertinya jendela itu dibuat permanen agar tidak bisa terbuka.

Untuk apa dibuat kalo tidak bisa dibuka?! Tanya Yuura dalam hati sambil menggerutu kesal.

-------000-------

Chiru, Naoran dan Akiya baru pulang dari tempat pembuangan sampah ketika hari mulai gelap dan udara menjadi lebih dingin. Nao merapatkan jaketnya sambil terus berjalan di samping Akiya dan Chiru di belakangnya. Nao masih terus saja berpikir dimana ia pernah melihat laki-laki yang diperkenalkan Aoi sebagai temannya..

Lalu tiga orang itu melewati daerah pertokoan yang mulai menghentikan aktivitasnya dan menutup tempat usahanya.

“Tempat ini mengenaskannya ya.” Ujar Akiya tiba-tiba sambil memperhatikan sekelilingnya.

Nao juga berpikir seperti itu. ia masih tidak habis pikir bagaimana mungkin masih ada tempat di Jepang yang sepi pada malam hari bahkan nyaris seperti kota mati.

“Sebaiknya kita cepat. Aku gak mau masih berkeliaran saat hari gelap. Tempat ini kan berbahaya.” Kata Chiru yang juga ikut-ikutan merapatkan jaketnya. Ia masih ngeri saat tadi melihat Kuroshi yang mulai di hinggapi banyak lalat dan mulai menebarkan bau busuk.

“Kucing itu sepertinya dibunuh oleh benda tajam. Isi perutnya sampe keluar gitu. Kenapa Aoi tega ya..” Nao tampak berpikir-pikir.

“Bukan Aoi! tapi temannya itu yang melakukannya. Aku dengar sendiri dia bilang dia merasa bersalah membuat kucing itu mati. Cih apa-apaan itu, sudah membunuh baru bilang merasa bersalah. Memangnya apa salah kucing itu sampe dibunuh?!!” Chiru tampak geram.

“Temannya itu... siapa tadi namanya??” Tanya Nao.

“Entahlah, aku gak perhatiin waktu Aoi ngenalin orang itu.” Chiru nampak cuek.

“Eh serius?!! Orang itu kan cakep banget. Biasanya kamu paling antusias kalo liat orang cakep.” Ujar Nao menggoda.

Chiru tersenyum kecut. Laki-laki itu memang cakep, bahkan lebih cakep daripada Aoi. Pikir Chiru. Tapi setelah melihat perbuatan laki-laki itu bersama Aoi, Chiru jadi kehilangan respek. “Aku gak mungkin suka ma orang kayak gitu. Dia itu kan homo.”

Nao dan Akiya tampak terkejut. “Darimana kamu tau kalo temannya Aoi itu homo?” Tanya Nao merasa bingung.

“Cuma nebak aja dari tampang binalnya.” Jawab Chiru asal.

“Berarti Akiya juga homo dong. Tampangnya juga binal.” Kata Nao cekikikan. Akiya memukulnya dan balas mengatainya binal.

“Yang binal itu contohnya kayak itu.” Chiru tampak menunjuk sesuatu, lebih tepatnya seseorang.

“Hee Izumi?? Izumi binal?!!”

“Bukan Izumi Nao!! Tapi yang di sebelahnya.”

Nao dan Akiya melihat seseorang di samping Izumi.

Saga.

Nao kembali cekikikan. “Kalo itu sih memang binal. Tapi eh.. ngapain Izumi ngomong sama dia ya??”

Chiru dan Akiya sama-sama menggeleng. Saga terlihat sudah akan pergi, lalu memeluk singkat Izumi dan tampak pergi dengan terburu-buru. Kini hanya tinggal Izumi. Dan Nao berinisiatif memanggilnya.

“Oee Izupei!!”

Izumi menoleh sebelum akhirnya menghampiri Nao, Akiya dan juga Chiru.

“Ngapain sama Saga?” Tanya Nao penasaran.

“hng.. aku harus cepat-cepat ketemu Hiroto.” Ucap Izumi terlihat bingung.

“Tadi ngomongin Hiroto sama Saga ya?!” Tanya Chiru berusaha menebak.

Izumi mengangguk. “Hiroto harus cepat-cepat ketemu Tora kalo tidak..”

“Ah jangan!!! Izupei apa-apaan sih?!! Kita kan sudah sepakat menjauhkan Hiroto dari jamahan Tora. Kok Izupei malah kepikiran mempertemukan Pon ma Tora?! Itu sih bakal jadi bencana kedua.” Seru Chiru menggebu-gebu.

“Tapi ini gawat Chiru.. Tora sebenarnya.. ng dia itu menderita karena..” Izumi tampak berpikir-pikir dengan ucapannya. “ah pokoknya nanti aku jelasin di rumah!” Serunya.

Chiru, Nao dan Akiya ikut-ikutan bingung.

“Wah udah makin gelap nih. Kalo gak cepat-cepat bisa bahaya.” Ucap Izumi yang disambut anggukan teman-temannya. “Oh ya.. kalian bertiga abis darimana kok bareng-bareng?” Tanya Izumi.

“Kita habis dari tempat pembuangan sampah.” Kata Akiya.

“Ngapain disana?”

“Ntar aja kita ceritain detilnya kalo udah nyampe rumah.” Kata Chiru. Ia lalu menolehkan pandangannya dan melihat Nao yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Eh Nao?!! Ngapain berenti?” Tanya Chiru bingung.

“Akiya kamu ingat.” Kata Nao tiba-tiba.

Akiya mengerutkan daerah di antara kedua matanya. “Ingat apa?”

“Waktu itu aku dipukuli suruhan tante-tante itu, trus aku dilempar di jalanan itu.” Nao tampak menunjuk arah seberang jalan di dekat tong sampah. (Keka : baca part 2)

“Lalu Yuura datang menghampiri dan berniat menolongku, dia membantuku berjalan dengan kakiku yang pincang tapi akhirnya malah dia yang pingsan. Aku berusaha membawanya ke rumah kos meskipun dengan langkah tertatih-tatih. Lalu aku melihat seseorang di gang itu.” kali ini Nao menunjuk sebuah gang sempit di antara bangunan toko yang terlihat gelap. Hanya terlihat siluet dari cahaya lampu jalan yang sedikit menyorot di tempat itu.

“Memangnya kenapa orang itu Nao?” Tanya Chiru penasaran.

“Orang itu membawa pisau dan berniat menyerangku bersama Yuura yang waktu itu pingsan. Dia sudah hampir dekat dengan kami, tapi untungnya Akiya datang dan tiba-tiba orang itu menghilang entah kemana.”

“Kayak jin gitu, tiba-tiba bisa ngilang.”

“Bukan Chiru, tapi aku yakin waktu Aki datang.. orang itu langsung sembunyi.”

 “Sudahlah Nao, itu kan sudah lewat.”

“Aku tau Akiya, tapi aku sempet liat muka orang itu meskipun samar-samar.. dan akhirnya aku tau.. kapan aku pernah liat temannya Aoi itu.”

“Eh maksudmu apa Nao?” Tanya Izumi merasa bingung.

Nao tampak menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan berat. “nanti aja sampe rumah baru kuceritain.”

“Ah ngomong gitu lagi. Kayaknya banyak banget yang bakal kita ceritain di rumah. Bisa-bisa gadang ni.” Ucap Chiru sambil mempercepat langkahnya.

Izumi dan Akiya juga ikut mempercepat langkah mereka. Sementara Nao masih terus memperhatikan sekelilingnya sambil mengingat kejadian yang baru dialaminya beberapa hari yang lalu bersama Yuura.

Teman Aoi itu...

Orang itu yang berniat menyerangku bersama Yuura..
Wajahnya memang terlihat samar
Tapi aku yakin dengan penglihatanku
Bentuk tubuh dan siluet wajahnya sangat meyakinkan

Apalagi Chiru bilang kalo orang itu yang membunuh kucing Rika
Orang itu ternyata berbahaya
Apa tujuan Aoi membawanya ke rumah...

Nao terus saja berpikir sampai tiba di depan rumah dan melihat sosok itu...

Tubuh tinggi dan ramping, Senyum menarik dan wajah tampan yang sangat menggoda. Tutur katanya lembut dan terlihat seperti laki baik-baik. Meskipun demikian, Chiru nampak mengacuhkan laki-laki itu dan menunjukkan ketidaksukaannya baik pada Aoi maupun pada laki-laki itu.

Akiya pun terlihat dingin meskipun masih tampak sopan dan menunjukkan keramahannya. Izumi yang tidak tahu apa-apa malah menyambutnya dengan baik. Sementara Nao masih terus memperhatikan laki-laki itu. Meyakinkan dirinya sendiri...

Ya.. memang dia.. memang dia yang membawa pisau dan ingin menyerangku
Dia tau aku
Dan aku harus berhati-hati terhadapnya..


------OOO-----



t. b. c.

0 komentar:

Posting Komentar