Nanairo CRAYON part 17 -Starting for a New Life- [Final Chapter]

Title: Nanairo CRAYON
Part: 17
Author: -Keka-
Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, Alice Nine, Sadie, An Cafe n more…

* * *

Ia masih setengah sadar dan mendengar saat beberapa orang sibuk mengangkat tubuhnya dan membawanya dengan ambulan yang meraung-raung di sepanjang jalan menuju rumah sakit. Tidak ada yang mampu dilihatnya selain bayangan tubuh Uruha saat ingin dijilat oleh api dan tertumbuk runtuhan bangunan. Matanya sangat perih saat ini. Ia sampai ingin mencongkelnya agar penderitaannya berakhir. Namun ia tak sanggup melakukan itu karena perlahan mulai tak sadarkan diri dan tak mampu mengingat apa-apa lagi.

...

"Ini salahku... aku yang membuatnya begitu..."

"Ssstt.. jangan ucapkan apa-apa lagi. Dia akan selamat. Kau harus percaya itu." Dekapan hangat memberinya sedikit ketenangan meskipun tak sepenuhnya ia merasa tenang.

"Aoi... aku pantas mati karena ini." Uruha tampak menyesali diri, namun lagi-lagi Aoi menghentikan ucapannya dan memeluk pria itu lebih erat lagi.

"Bukan sepenuhnya salahmu Uru... berhentilah membicarakan kematian."

Uruha menangis dalam dekapan itu. Sesuatu yang tidak pernah ia pernah bayangkan selama ini. Tangisan penyesalan. Ia yakin tidak pernah akan melakukannya karena ia selalu yakin dengan pikirannya. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Tidak pernah ia bayangkan bahwa tujuan hidupnya untuk menghabisi nyawa Yuura justru berbalik membuatnya menyesali semua kebencian pada satu-satunya orang yang bisa ia sebut adik.

* * *

"Dia akan buta."

Ucapan 'Pemilik Rumah' membuat Kai terhenyak di tempat tidurnya. Kai mendapat beberapa luka di tubuhnya dan harus mendapat perawatan terutama karena ia telah menghirup cukup banyak gas beracun yang melemaskan tubuhnya. Tapi itu tidak menjadi masalah yang besar untukknya, setidaknya tidak lebih mengejutkan daripada menerima kenyataan bahwa Yuura akan buta.

"Apa tidak ada yang bisa dilakukan dokter-dokter itu untuk menyembuhkan matanya?"

'Pemilik Rumah' menggeleng. "Maaf sekali Kai... mata Yuura sudah terlalu rusak untuk bisa disembuhkan. Nyawanya selamat saja sudah bisa dikatakan sebagai keajaiban. Tubuhnya mengalami luka bakar yang cukup serius. Aku sudah memastikan dia memperoleh perawatan yang terbaik agar luka bakar itu tidak membekas di tubuhnya. Tapi sekali lagi maaf atas matanya..."

Raut kesedihan tergambar pada wajah Kai. Ia menyesal karena membiarkan Yuura mengalami nasib naas itu, namun saat ini tidak ada yang bisa dilakukannya selain berdoa untuk keselamatan dan kesembuhan Yuura.

* * *

Saga memaksa bangkit dari tempat tidurnya meskipun saat ini tubuhnya masih lemas untuk dipaksa berjalan-jalan. Ada yang sangat dicemaskannya.

Tora...

Bagaimana keadaannya sekarang..
Dia dirawat di rumah sakit ini. Bagaimana reaksinya jika dia tahu Hiroto juga ada disini karena aku tidak becus melindunginya..

Hiroto harus terlibat masalah ini gara-gara aku..
Maafkan aku Tora...

Saga meraih kenop pintu ruangan, tempat dimana Tora yang sekarat menjalani perawatan menjelang hari-hari terakhirnya. Ia mendengar suara sesenggukan disana. Seseorang sudah lebih mendahuluinya dan menangisi diri Tora.

Siapa??

Belum sempat Saga mencari tahu jawaban itu dengan pikirannya, ia lebih dulu mendapat jawaban dari penglihatannya. Sosok bertubuh kecil dengan wajah terkesan innocent itu saat ini tak henti menangis dan menggenggam tangan Tora seraya menenggelamkan wajahnya di dada Tora yang kini terbujur lemah.

"Hiroto..."

* * *

Pria tua itu menghembuskan nafasnya dengan berat saat menatap Aki yang memalingkan wajah darinya.

"Ayah datang bukan ingin menghakimimu...mengertilah Aki... ayah hanya ingin menyelamatkanmu."

"Menyelamatkanku? Menyelamatkanku dari apa?! Aku yakin ayah hanya ingin menyelamatkan diri ayah sendiri. Ayah malu kan kalau semua orang tahu aku terlibat dalam kasus ini, terlebih karena aku yang tak lain adalah anak ayah yang seharusnya mewarisi semua kehebatan ayah, ternyata hanyalah seorang kriminal yang telah banyak melakukan tindak kejahatan."

Pria itu kembali menghembuskan nafasnya dengan berat dan menjulurkan perlahan tangannya yang keriput seperti ingin menyentuh kening Aki, meskipun ia tidak jadi melakukannya dan kembali menarik tangan itu untuk ia sembunyikan di balik saku jasnya.

"Aki...

ayah senang karena sebenci apapun kau pada orang tua ini...

kau masih mau menyebut orang tua ini sebagai ayahmu..

Sekali lagi ayah minta maaf...

apa yang terjadi pada dirimu dan Bou... sepenuhnya adalah salah ayah sendiri. Dan meskipun kau tidak suka, ayah akan tetap mengusahakan agar pihak berwajib tidak menyeretmu ke dalam penjara."

Aki hanya menyunggingkan senyumnya, lebih kepada sunggingan datar yang hanya menganggap ucapan pria tua di dekatnya tak lebih daripada isapan jempol semata.

Terlambat ayah...
Mengapa tidak dari dulu kau melindungiku dan tidak membuatku terjerumus dalam dosa-dosa ini...

Sekarang aku tidak membutuhkan bantuanmu...
Tinggalkan aku sendiri..
Setidaknya biarkanlah aku tetap memandang Bou untuk terakhir kali..

Aki menatap tubuh kecil Bou yang terbujur kaku pada ranjang yang berseberangan dengan ranjang tempatnya dirawat. Bou masih tetap tidak sadarkan diri dengan selang infus dan alat bantu pernafasan yang menopang kehidupannya saat ini. Aki ingin sekali menghampirinya dan memandang wajahnya lebih lama, namun ia tak mampu melakukan itu karena ia merasa bersalah pada sosok kecil itu.

Aku akan pergi Bou..
Aku akan pergi sebelum kau terbangun dan menyadari kepergianku..
Selamanya aku akan tetap menyanyangimu...

* * *

"Apalagi setelah ini Rei.. apa semua ini sudah berakhir?" Tanya Ruki lemah pada sosok Reita yang terus menungguinya tanpa memikirkan dirinya sendiri.

Reita menggeleng. "Aku tidak tahu Ruki. Tapi kita harus pergi dari tempat ini secepat mungkin sebelum polisi bertanya macam-macam dan menyeret kita dalam masalah."

"Melarikan diri lagi? Aku lelah Rei.. aku lelah karena terus melarikan diri dan bersembunyi selama ini."

"Ini untuk terakhir kalinya Ruki. Setelah ini kita tidak akan melarikan diri dan bersembunyi lagi. Kau dan aku akan menjalani kehidupan yang baru."

"Apa aku harus melepas tanggung jawab sebagai penerus Matsumoto?"

Reita mengangguk.

"Tapi mereka akan tetap mengejarku Rei... mereka tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Mereka akan segera mengetahui keberadaanku."

"Apa mereka tahu kau berada di bangunan itu saat kau memerintahkan mereka untuk membakarnya?"

Ruki menggeleng. "Sebenarnya itu caraku agar terlepas dari mereka. Aku ingin mati bersama-sama kalian meskipun akhirnya aku menyesal karena telah melakukan tindakan bodoh itu dan membahayakan nyawa-nyawa lain yang tidak bersalah."

"Tenanglah Ruki... aku akan mengurus segalanya. Aku pastikan bahwa semuanya akan berakhir dengan baik-baik saja."

Tapi mengapa pikiranmu ragu akan hal itu Rei...
Kau tidak bersungguh-sungguh dengan ucapanmu...
Aku tahu itu Rei..
Kau tentu tidak lupa bahwa saat ini aku masih mampu membaca pikiranmu..

* * *

Beberapa pasang mata saling memandang satu sama lain dalam kebisuan sampai akhirnya hal itu terpecahkan oleh ketidaksengajaan Rika saat menyenggol vas bunga berisi bunga lili dalam ruang rawat inap Nao yang saat ini masih menjalani perawatan pasca operasinya.

Rika salah tingkah saat beberapa pasang mata itu memandang kearahnya, meskipun akhirnya mata-mata itu kembali mengacuhkannya saat Rika mengucap maaf dengan cengiran sok innocentnya.

"Jadi bagaimana sekarang? Siapa yang patut dipersalahkan?" Riku membuka suara dengan gaya bertanya sok bijak yang jadi trademarknya.

"Kurasa itu urusan pihak kepolisian. Yang penting mereka semua selamat." Ucap Akiya.

"Dalam keadaan tidak utuh." Tambah Izumi.

"Maksudnya?" Tanya Chiru dan Rika nyaris bersamaan.

"Kemungkinan besar Yuura akan kehilangan penglihatannya gara-gara peristiwa itu."

"Oh astaga.." Lagi-lagi Chiru dan Rika sama-sama berucap dan menutup mulut mereka karena terkejut.

"Lalu bagaimana dengan para penjahatnya?"

"Penjahat? Maksudmu teman-temannya si Mizuki yah mam?" Tanya Nao yang sedari tadi sibuk menelan bubur yang disuapi oleh Keiyuu.

"Jangan menatapku seolah-olah aku juga terlibat dong!" Protes Mizuki.

"Tapi memang kamu dulu juga salah satu dari penjahat-penjahat itu kan Mizuki?!"

"Hei hei berhentilah menyudutkannya seperti itu Nao. Mizuki sudah berubah sekarang. Kalau bukan karena dia, mungkin semua nyawa tidak bisa diselamatkan." Ucap Riku membela Mizuki.

"Ya ya baiklah... kali ini pahlawannya adalah Mizuki. Seandainya si bibir ekstra monyong ini gak memberitahukan dimana lokasi penyekapan itu, mungkin gak ada cerita happy endingnya ya..." Ucap Chiru.

Tidak ada yang merasa bahagia dengan ucapan Chiru itu. Meski semuanya bisa dikatakan berakhir bahagia, namun ada banyak hal yang masih menyisakan kesedihan di dalamnya.

* * *

"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku tentang keadaan aniki Tora??" Hiroto masih menangisi keadaan pria itu dan seperti ingin meninju Saga yang berusaha menenangkannya.

"Maafkan aku Pon.. aku sudah berulang kali ingin memberitahukanmu.. tapi kau malah menghindar seolah tidak ingin mendengar apa-apa lagi menyangkut Tora."

Hiroto menunduk sedih. Saga benar. Selama ini Hiroto memang selalu menghindar saat Saga ingin membicarakan tentang Tora, ia bahkan tidak membiarkan sedikit pun Saga untuk mendekatinya. Hiroto menangis sejadinya dan membiarkan Saga saat memeluknya.

"Tora tidak ingin melihatmu begini Pon... hapus air matamu dan biarkan Tora melihat senyumanmu saat ia membuka mata. Hanya dirimu yang ingin dilihatnya. Setidaknya berikanlah ia kebahagian dan ketenangan di saat-saat terakhirnya."

"Ini tidak sungguh-sungguh kan?! Aku tidak sanggup bila harus kehilangan dirinya.."

Tidak ada yang bisa dikatakan Saga. Sesungguhnya ia sendiri juga tidak ingin mengganggap ini sebagai satu hal yang nyata, meskipun ia tetap harus menerimanya dan mengihklaskan apa yang kelak akan terjadi selanjutnya.

* * *

Satu bulan kemudian.

Hiroto masih menatap nisan itu dan sesekali mengusap air matanya. Ia berjanji pada Tora disaat-saat terakhirnya bahwa ia tidak akan pernah menangisi kepergiaannya, meskipun akhirnya Hiroto tidak bisa membendung perasaan sedihnya dan tetap meneteskan air mata untuk satu-satunya pria yang dicintainya.

Ia hanya sempat mengecap seminggu kebersamaan yang bahagia bersama Tora. Waktu seminggu yang ia manfaatkan sebaik mungkin untuk terus bersama Tora dan menorehkan kenangan-kenangan yang tidak akan pernah mungkin dilupakannya. Hanya ada satu penyesalan dalam diri Hiroto akan kepergian Tora yang begitu cepat.

Bahkan di detik-detik terakhirnya, Hiroto tidak sanggup mengungkapkan perasaannya yang terdalam pada pria itu melalui kata-kata.

"Bagaimana kau tahu perasaanku jika aku tidak pernah memberitahukannya padamu?" Tanya Hiroto pada nisan bertuliskan nama Shinji Amano di hadapannya.

Tepukan ringan mendarat di pundaknya, Hiroto menoleh dan mendapati Saga sudah berada di belakangnya.

"Tora tahu itu semua tanpa kau perlu mengucapkannya. Baginya... perhatian dan kasih sayang yang kau tunjukan melalui perbuatan.. jauh lebih meninggalkan bekas daripada sekedar ucapan. Percayalah.."

Hiroto mengangguk dan memeluk Saga setelah itu. "Aku akan mencintaimu seperti dia seandainya saja kau bukan kakak sedarahku."

"Hahahaa.. benarkah itu?! Tapi tetap saja aku tidak mau dicintai oleh anak ingusan sepertimu Pon.."

Hiroto ikut tertawa setelah itu dan mengangguk saat Saga memintanya meninggalkan makam Tora dan membiarkan pria itu tenang di tempatnya yang baru.

Kau bisa tenang karena aku akan selalu menjaga Hiroto untukmu Tora...

Ucap Saga dalam hati saat memandang nisan Tora untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.

* * *

-Flashback-

Dua hari setelah dirawat di rumah sakit, Ruki dan Reita pergi tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Polisi bahkan tidak menanyai keberadaan mereka dan seperti tidak tahu bahwa ada nama Matsumoto Takanori yang menjadi dalang dibalik semua serangkaian kejahatan organisasi hitam yang dijalankan oleh klan Matsumoto secara turun-temurun.

"Sesuai perjanjian, kau serahkan semua aset kekayaan dan bisnis yang kau jalankan termasuk semua kaki tanganmu. Lalu aku yang akan membereskan semuanya setelah itu."

"Apa timbal balik yang akan Ruki dapatkan?" Tanya Reita pada sosok pria tampan penuh wibawa di hadapannya.

Pria itu tersenyum setelah mengepulkan asap cerutunya. "Kau dan Ruki akan memperoleh kehidupan yang baru. Lepas dari semua tuduhan kejahatan dan lepas dari semua kejaran pihak-pihak yang menginginkan kalian."

"Apa kau sungguh-sungguh?" Tanya Reita seperti tidak yakin dengan ucapan pria di hadapannya.

"Kalian tidak percaya padaku?"

"Kami percaya." Ucap Ruki dengan tatapan mata kosong.

"Aku percaya karena selama ini kaulah yang telah memberi perlindungan pada Yuura dan merawat saudara tiriku itu. Hartaku juga miliknya. Dengan kuberikan padamu, anggap saja itu sebagai balas jasa karena kau telah melindunginya hingga saat ini. Aku bisa membaca pikiranmu. Wajahmu memang licik, tapi aku tahu hatimu tulus dan aku yakin segala harta dan aset yang kulimpahkan padamu akan kau gunakan sebaik mungkin di jalan kebaikan."

Pria itu kembali tersenyum dan kali ini mengelus kepala Ruki yang memang bertubuh lebih pendek darinya. "Kau anak yang menarik. Perasaanmu yang peka itu bahkan jauh lebih berharga daripada sekedar penglihatan manusia. Kau buta mata, tapi hatimu tak pernah buta. Pergilah melihat dunia dan temukan kenyataan bahwa setiap pikiran manusia itu tidak selamanya dipenuhi perasaan iri dengki, tamak dan rendah."

"Terima kasih tuan..."

"Pemilik Rumah. Yuura selalu menyebutku seperti itu."

"Baiklah tuan Pemilik Rumah, ada hal lain yang sebenarnya ingin kuminta darimu."

"Apa itu?"

Ruki menghela nafas beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya.

"Bebaskan Mao, Tsurugi, Kei dan juga Aki. Aku tahu itu tidak mudah, tapi setidaknya kau bisa memanipulasi agar mereka di penjara dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hilangkan bukti bahwa selama ini mereka telah banyak melakukan pembunuhan dan tindakan kriminal lainnya. Lakukan juga hal yang sama pada Mizuki, Saga dan juga Uruha. Lalu Yuura...

aku ingin kau mengembalikan penglihatannya."

-Flashback end-

* * *

Pagi yang cerah di rumah kos mami Riku.

Rika dan Chiru seperti biasa sibuk memberi makan kucing-kucingnya, Keiyuu memberi les piano anak tetangga, Mizuki mencuci pirang, Nao masih berbaring dengan alasan masih sakit, Akiya membaca, dan Riku sibuk menghitung cash bon-nya.

Suasana rumah yang tenang itu dikejutkan oleh kedatangan Izumi yang tiba-tiba dan nampak bersemangat seperti biasanya.

"Minna... ada kabar gembira." Ucapnya mengawali. "Yu.. Yuura... hari ini perban matanya akan dilepas."

Kontan saja masing-masing orang ikut bersemangat mendengar itu.

"Hee.. benarkah?!!"

"Iya... tapi..." Izumi kembali lesu.

"Tapi kenapa?" Tanya Chiru bingung.

"Tapi dokter belum bisa memastikan apa operasi itu berhasil membuatnya bisa melihat lagi."

* * *

Yuura menggenggam tangan Kai yang nampak gelisah. "Tidak ada yang lebih penting Kai... bagiku.. memilikimu dan orang-orang lain yang menyayangiku.. lebih berharga daripada sekedar penglihatan mata. Aku tidak akan bersedih meski tetap tak bisa melihat lagi. Itu jauh lebih baik daripada keadaanku beberapa waktu yang lalu."

Kai menggeleng lemah. "Aku yakin kau akan bisa melihat kembali dengan normal karena orang yang menyayangimu sudah berkorban sangat besar demi mengembalikan penglihatanmu."

Yuura sedikit tidak mengerti dengan ucapan Kai, ia ingin mendengar penjelasan lebih panjang tentang ucapan itu, namun dokter dan beberapa perawat sudah lebih dulu datang dan membuatnya menahan kata-kata.

Dokter itu mengucapkan beberapa patah kata, namun Yuura sendiri tidak mampu menangkapnya dengan jelas. Ia sedikit cemas saat dokter itu perlahan membuka perban matanya. Meski tidak masalah kembali menjadi buta, namun hati kecil Yuura tetap berharap ia masih bisa melihat keindahan dunia. Ia masih ingin membaca, masih ingin berjalan-jalan tanpa bantuan orang lain, dan yang lebih terpenting...

Ia masih ingin melihat wajah-wajah orang yang disayanginya.

"Buka matamu secara perlahan." Ucap sang dokter sesaat setelah melepas secara keseluruhan perban mata Yuura.

Kai terus berdoa, di sisinya ada 'Pemilik Rumah' dan beberapa orang yang merupakan kaki tangannya.

Samar-samar dalam tingkat pandangan blur yang sangat tinggi, Yuura berusaha membuka matanya. Awalnya terasa sangat pedih sampai ia merasa lebih baik tidak usah bisa melihat sama sekali. Namun perlahan ia mendapatkan sedikit demi sedikit bayangan yang tergambar.

"Yuura.." Kai memanggilnya.

Pemuda itu hanya menatap kosong tanpa merespon panggilan Kai untuk beberapa saat sampai Kai harus kembali memanggilnya.

"Bagaimana.. apa kamu sudah bisa melihat lagi?" Tanyanya penasaran.

Yuura menunduk diam dengan wajah yang sedih dan membuat Kai semakin bertanya-tanya ada apa dan mengapa. Kai nyaris putus asa karena berpikir kemungkinan buruk Yuura tetap tidak bisa melihat kembali.

Namun Yuura buru-buru mengangkat wajahnya dan tersenyum di hadapan pria itu.

"Aku bisa Kai...

Aku bisa melihat lagi." Ucapnya riang.

Masing-masing orang bisa bernafas lega sekarang. Kai memeluk Yuura dan mengacak rambut bocah itu. "Kamu membuatku cemas saja."

"Syukurlah Yuura." Pemilik Rumah juga turut serta memeluknya.

Dalam suasana kebahagian itu, sosok itu tiba-tiba muncul dengan senyum bahagianya. Ia ingin sekali melihat kebahagian itu, meskipun ia tak mampu melakukannya. Ia hanya bisa bahagia karena merasakan kebahagian itu hadir di tengah-tengahnya.

"Yuura.." Suaranya tercekat nyaris tak dapat keluar karena isak.

Yuura menatapnya, lama dalam diam sampai ia memutuskan beranjak dari posisinya dan menghampiri sosok itu.

Ada yang aneh dengan sosok itu.

Aku di hadapanmu sekarang..
Sangat dekat..

Namun kenapa kau seolah acuh?
Tidak kah kau ingin memelukku?!

"Uru.." Yuura memanggilnya.

Dan itu membuat Uruha sedikit terkejut.

"Kau disini Yuura? Kau di dekatku?" Tangan Uruha berusaha meraba-raba udara, berusaha menggapai Yuura hingga Yuura menyentuh tangannya.

"Kau kenapa?" Tanya Yuura masih tidak mengerti atau tidak mau mengerti dengan keadaan Uru.

Uruha menggeleng. "Tidak apa. Aku baik-baik saja. Sangat baik. Aku senang kau bisa melihat lagi..." Uruha tersenyum dan memeluk tubuh adiknya yang serta merta malah mendorongnya.

"Jangan memelukku! Kau belum menjawab dengan benar pertanyaanku! Kenapa dengan matamu?!!" Tanya Yuura putus asa.

Uruha hanya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan itu. Hanya Kai yang mendekatinya dan berusaha memberitahukan keadaan Uruha saat ini.

"Kakakmu buta Yuura..

Uruha buta karena mendonorkan kornea matanya padamu."

Seketika itu juga wajah Yuura pucat pasi.

Ia sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Kenapa kau lakukan itu?!! Aku tidak butuh kornea matamu!! Aku tidak mau bisa melihat jika harus mengorbankan penglihatanmu!!"

Uruha menggeleng. "Kumohon jangan berkata seperti itu. Aku sudah terlalu banyak bersalah kepadamu. Hanya memberikan penglihatanku, tidak akan menebus semua kesalahanku padamu.."

"Kau kakakku yang bodoh." Yuura akhirnya memeluk sosok itu. Ia tak mampu membendung saat air matanya mengalir membasahi pundak Uru.

* * *

Segala sesuatunya tak kan pernah berarti tanpa adanya kasih sayang.

Kai menemukan kembali keluarganya. Meski tak pernah melihat kedua orang tuanya. Namun seorang laki-laki tua renta datang dan mengaku sebagai ayah dari ayah kandungnya. Dengan kata lain, laki-laki tua renta itu adalah kakeknya.

Hal yang lebih mengejutkan lagi untuknya adalah..

Kenyataan bahwa kakeknya itu adalah ayah kandung dari 'Pemilik Rumah'.

"Jadi kau ini pamanku ya 'Pemilik Rumah'?"

Pemilik Rumah itu hanya mengacuhkan Kai seolah pertanyaan Kai tidak perlu lagi dijawabnya karena memang sudah jelas adanya.

"Kenapa kau tidak pernah cerita kalau masih memiliki orang tua?" Tanya Kai lagi. Pemilik Rumah itu tetap diam dan masih menekuni kegiatannya membaca harian pagi. Di belakang punggungnya, Yuura juga turut serta membaca.

Putra dari keluarga Yonekura dibebaskan dari penjara karena dinyatakan tidak bersalah dan tidak terlibat dalam tindak pidana yang dilakukan oleh teman-temannya. Sedangkan Mao, Tsurugi dan Kei dijatuhi pidana 5 tahun penjara karena penculikan dan penganiayaan yang mengakibatkan seorang pria menemui ajalnya.

Pria itu adalah Satochi-san.

Sebenarnya hal itu masih menyisakan penyesalan dalam benak Yuura. Seandainya bukan karena Yuura, pria baik itu tentu tidak menemui ajalnya. Namun perjumpaan Yuura dengan istri mendiang Satochi-san membuatnya sedikit lebih lega.

Wanita itu ihklas melepas kepergian Satochi-san.

Baginya semua itu adalah takdir dan tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari takdir.

"Yuura.." Kai menyadarkan Yuura dari lamunan kecilnya. "Uruha memberitahuku bahwa saat ini ia dan Aoi telah sampai di Kanagawa." Ucap Kai.

"Ah benarkah? Kapan dia memberitahumu, Kai?"

"Baru saja saat kamu masih mandi."

"Oh baiklah, aku akan menelponnya." Yuura pergi dengan riang. Sudah tentu ia pergi untuk menelpon kakaknya itu. Uruha memang memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya di Kanagawa, tadinya Yuura tidak mau Uruha pergi tapi setelah ia pikir-pikir, mungkin itu memang jalan yang terbaik untuknya. Toh Yuura masih bisa setiap waktu pergi ke Kanagawa untuk menemui kakaknya itu.

"Bocah itu juga ada di Kanagawa saat ini." Akhirnya sang 'Pemilik Rumah' bersuara.

"Bocah?? Bocah siapa yang kau maksud?" Tanya Kai tidak mengerti.

"Saudara Yuura yang lain. Bocah buta yang bisa membaca pikiran."

"Ruki?!!"

"Iya dia."

"Darimana kau ta.."

Ting tong..

Baru saja Kai ingin bertanya, tapi tiba-tiba saja pintu bel rumah berbunyi. Dengan sedikit malas Kai bangkit dari tempat duduknya untuk melihat siapa orang iseng yang berani-beraninya memencet bel 'Pemilik Rumah'.

"Jangan mentang-mentang kau pindah ke rumah yang lebih kecil, lantas tak ada seorang pembantu pun yang kau tarik untuk membukakan pintu." Gerutu Kai.

"Biasanya kau tak pernah mengeluhkan hal itu Kai." Balas 'Pemilik Rumah'.

Kai sebenarnya memang tidak mengeluhkan tidak adanya pembantu di rumah pemilik rumah yang baru. Rumah itu memang lebih kecil dari rumah utamanya, namun suasananya sangat tenang dan damai. Kai dan Yuura sendiri lebih menyukai rumah ini daripada rumah Pemilik Rumah yang sebelumnya.

Baru saja Kai membuka sejengkal pintu itu, namun tiba-tiba saja pintu itu sudah membuka lebar seperti terdorong dari luar. Dan yang membuat Kai lebih terkejut adalah..

Tiba-tiba saja sudah ada yang menabraknya dan membuatnya jatuh mundur ke belakang. Kai tidak sadar dengan apa yang terjadi.

Saat membuka mata, ia kini tengah terbaring di lantai dan ada seorang gadis yang jatuh di atas tubuhnya.

"Uuunggghh... Nao jahat!!! Kenapa tiba-tiba mendorongku?!!!"

Gadis itu terdengar merengek menyalahkan orang yang ia tuduh telah mendorongnya dan jatuh menabrak serta menimpa Kai di bawahnya.

"Astaga.. Rika... kamu baik-baik aja kan...?!!"

Gadis itu tampak mengusap-ngusap mata dan perlahan membuka matanya. Sementara Kai sendiri nyaris tak berkedip saat menatapnya, dan tidak ada pula keinginannya untuk menyingkirkan gadis itu dari atas tubuhnya.

Butuh tiga detik -setelah membuka mata- gadis itu akhirnya sadar akan posisinya.

Wajah terkejutnya membuat Kai merasa gadis itu sangat lucu.

"Ma... maafkan aku..." Ucapnya seperti ingin menangis. "A...ku.. tidak sengaja.. me..nimpa..mu.."

Kai justru tertawa melihat wajah penyesalannya. "Tidak apa nona.. hanya kecelakaan." Ucap Kai seraya menunjukkan senyum termanisnya.

Gadis itu buru-buru bangkit dari atas tubuhnya dan berlari ke belakang teman-temannya.

"Kamu kenapa sih Ka??"

"A- aku malu..." Bisik gadis itu pada teman yang menanyainya.

"Hehehee.. maafkan kami ya Kai-kun.. sori nih udah bikin kamu kejatuhan nangka busuk." Ucap Nao cengar-cengir tanpa ada perasaan bersalah. Rika kontan saja melempar alas kaki yang dipakainya kearah Nao, meskipun akhirnya alas kaki itu malah mengenai Kai dan membuat Rika lebih malu lagi.

* * *

"Terima kasih ya kalian mau datang mengunjungiku." Ucap Yuura ramah.

"Hahahaa sama-sama. Kebetulan kami ingin melihat tempat tinggalmu yang baru dan kebetulan juga letaknya dekat dengan rumah kos kita. Benar begitu kan teman-teman?!!" Tanya Nao pada teman-temannya yang lain.

Semua mengiyakan. Namun ada satu yang hanya menundukkan wajahnya malu-malu.

"Rika-san kenapa? Apa sedang sakit?" Tanya Kai saat memandang lekat gadis itu.

Rika menggelengkan kepalanya lemah.

"Haduh-haduh.. sawan nih keaknya si Rika. Kudu disembur mbah dukun." Ucap Chiru terkikik geli.

"Sawan??"

"Hehehee.. bukan apa-apa kok Yutaka-san. Biasalah, Rika emang kadang-kadang kumat penyakit anehnya." Tambah Keiyuu.

"Hah?!! Jadi kau bener-benar sakit Rika-san??"

Rika baru saja ingin menggeleng, namun Kai sudah lebih dulu menarik tangannya dan memaksa membawa gadis itu ketempat yang lebih nyaman untuk berisitirahat.

"Wedeh mau dibawa kemana tuh si nyai Dasima??" Tanya Nao bisik-bisik pada Chiru.

"Gara-gara kamu sih Nao pake dorong-dorong. Makanya sekarang ada yang doki doki aishiteru yo." Balas Chiru bisik-bisik.

"Memangnya selama ini Rika belum pernah ya ketemu sama orang yang namanya Kai itu?? Kok baru sekarang doki-dokinya?!"

"Wah benar juga ya Kei. Kenapa kok baru sekarang mereka ketemunya ya...??"

"Umm.. kalian bisik-bisik apa ya..?" Tanya Yuura bingung.

Dan ketiga gerombolan siberat yang gak lain adalah Nao, Chiru dan Keiyuu itu langsung cengar-cengir gejeh.

Gak lama kemudian bel kembali berbunyi. Yuura permisi untuk membukakan pintu dan kemudian kembali dengan membawa Mizuki, Akiya, Izumi, Hiroto dan Saga.

"Hei kenapa kalian juga menyusul kemari?" Tanya Nao pada mereka.

"Memangnya gak boleh? Kami diundang makan siang oleh Pemilik Rumah!" Seru Izumi.

"Wah jangan-jangan kita mau disuguhi liver manusia ya..."

"Liver mu lah yang akan aku suguhkan anak muda." Ucap Pemilik Rumah yang tiba-tiba datang dan menghampiri Nao sambil membawa sebuah katana panjang ala samurai penyamun.

Nao berjengit dan loncat ke belakang Yuura, sementara yang lainnya hanya terkikik geli.

* * *

Di lain tempat, saat ini Bou sedang dipenuhi pikiran suntuknya.

Sejak Aki dipenjara, nampaknya tidak ada lagi hal menarik yang ada di hidupnya. Kanon sendiri tidak bisa menghiburnya dan malah pergi untuk membiarkan Bou tenang seorang diri.

"Kapan kau pulang aniki...?" Tanyanya pada diri sendiri.

Ia tahu pertanyaan itu tak mungkin terjawab, namun ia tak pernah menyangka bahkan sedikit pun tak menduga saat tangan itu melingkar memeluknya dari belakang bersamaan dengan kecupan hangat di lehernya.

"Aku kembali Bou..."

Bou membalik tubuhnya secepat yang ia bisa. Dan alangkah girangnya ia saat mendapati sosok Aki yang tengah memeluknya.

"Apa kau kabur dari penjara Aniki??"

"Bodoh! Mana mungkin begitu. Tentu saja ayah yang membebaskanku."

"Hah?!! Benarkah seperti itu??" Bou terus bertanya seolah masih tidak percaya. Namun Aki tidak menjawab atau tidak ada keinginan untuk menjawab karena ia lebih berhasrat untuk menghadiahi Bou sebuah kecupan yang hangat di bibirnya.

Di balik itu semua, Kanon tanpa sengaja melihat kebahagian Bou dan Aki tersebut. Hatinya memang sakit, namun lebih daripada itu, ia kini bahagia karena mengetahui Bou bahagia dengan orang yang disayanginya.

* * *

Kanagawa, siang hari.

Semuanya tetap terasa gelap meski cahaya matahari menyorot silau melewati jendela dan menyinari wajahnya.

"Aku tak percaya kau memilih buta demi Yuura, Uruha."

"Kita sekarang sama saja Ruki. Aku jadi sedikit mengerti duniamu dalam kegelapan ini."

"Tidak sepenuhnya. Kau tetap tidak memahami hal-hal lain tentang diriku. Aku tahu kau masih membenciku karena aku membuatmu membenci Yuura dan membunuh ayah kita."

"Aku memang masih membencimu. Tapi aku akan belajar memaafkanmu seperti kau belajar memaafkan kesalahanku padamu di masa lalu. Mari kita mulai kehidupan baru. Reita sebagai matamu dan Aoi sebagai mataku."

"Aku sepakat dengan itu." Ruki pergi dari hadapan Uruha dengan menggapai tangan Reita.

Semuanya telah berakhir, namun bagi Ruki...

Kehidupannya baru dimulai hari ini.

* * *

Nanairo CRAYON =Finish=

0 komentar:

Posting Komentar