Author: -Keka-
* * *
Demi mencari Yuura, Kai sampai rela pergi menyusuri pelosok-pelosok dan kembali ke tempat itu. tempat yang menjadi awal perjumpaannya dengan Yuura. Tempat itu masih terlihat sama seperti saat Kai belum menemukan Yuura. ia kembali pada restoran yang dulu pernah mempekerjakannya. Rupanya restoran itu sudah berpindah kepemilikan. Kai tidak kenal siapa pemiliknya dan rasanya tidak terlalu penting untuk mengenalnya. ada hal yang lebih penting daripada sekedar duduk duduk minum kopi dan memikirkan hal-hal yang tidak pasti.
Kai pergi meninggalkan restoran itu setelah sempat menoleh sejenak pada bagian belakang bangunannya. Disitu dulu Kai melihat Yuura dipukuli dan nyaris dibutakan. Sampai sekarang pun Kai belum menemukan jawaban atas pertanyaannya. Kenapa saat itu Yuura harus dipukuli? Padahal ia hanya seorang remaja yang bahkan tidak tahu apa-apa mengenai dirinya selain namanya.
Kai jadi ingat ucapan ‘Pemilik Rumah’..
“Yuura diincar Kai, aku tidak tahu untuk apa. Tapi sebaiknya kita menjaganya.”
Dan Kai lengah dengan itu. ia tidak menjaga Yuura dengan baik sehingga saat ini ia menghilang entah kemana.
Bukan menghilang, tapi Yuura memang pergi atas keinginannya sendiri.
Kai tidak tahu ia pergi untuk apa.. dan itulah yang disesalkannya. Seandainya ia lebih mendengarkan Yuura, setidaknya ia menjadi lebih tahu dengan sesuatu yang dihadapi oleh pemuda itu.
Kai menyesal karena selama ini telah mengacuhkannya bahkan menganggap ucapannya hanya sekedar bagian dari ketakutan semata. Yuura tentu tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia diganggu hantu wanita yang berniat merasuki tubuhnya. Ia tentu juga tidak berbohong saat mengatakan bahwa laki-laki yang bernama Satochi itu akan menemui ajalnya dan ia berniat menyelamatkannya.
Satochi..
Nama itu memberi Kai sedikit pencerahan. Kai berpikir bahwa Yuura pasti mencari laki-laki itu. dan beruntunglah ia masih menyimpan kartu nama dari laki-laki itu. satochi memberinya kartu nama sesaat setelah ia menolong Yuura beberapa waktu yang lalu.
Kai segera menuju kediaman orang itu. letaknya kebetulan juga tidak seberapa jauh dari posisinya saat ini.
Tapi aneh. Ia merasa aneh saat melihat banyak orang berkumpul di rumah yang diyakini Kai sebagai rumah dari orang bernama Satochi itu. Orang-orang itu tampak sedih dan sering kali beberapa wanita separuh baya tampak menangisi sesuatu. Kai awalnya tidak yakin dengan dugaannya, tapi akhirnya ia yakin dan terkejut saat mengetahui bahwa rumah Satochi itu sedang dalam suasana berkabung. Dan seorang yang ditangisi karena kepergiannya itu tidak lain dan tidak bukan adalah Satochi sendiri.
Seketika itu juga Kai seperti kaku. Ia tak menyangka kalau laki-laki itu akhirnya benar-benar tewas sesuai dengan ucapan Yuura.
Lalu bagaimana dengan Yuura sendiri?
Ia tidak menemukan pemuda itu diantara sekian banyak orang yang bersedih atas kematian Satochi.
Kai berusaha berpikir lain, mungkin Yuura tidak pergi mencari Satochi, mungkin ia pergi ke tempat lain. Dan tidak ada alasan bagi Kai untuk berlama-lama di tempat itu. ia pergi setelah memberi penghormatan terakhir pada jasad Satochi yang terbujur kaku.
==1414==
Kemanapun kakinya melangkah, Saga terus mengikuti laki-laki itu. tentu saja tidak secara terang-terangan. Akan sangat berisiko jika laki-laki itu sampai tahu bahwa ada seseorang yang membuntutinya dan orang itu berniat membunuhnya.
Laki-laki itu pergi ke banyak tempat. Namun akhirnya ia berhenti pada sebuah rumah penginapan yang kecil dan terkesan kumuh. Saga mengambil kesimpulan bahwa laki-laki itu akan menginap di tempat itu.
Ya mungkin itu saat yang tepat bagi Saga untuk membunuhnya. Keadaan disekitar rumah penginapan itu cukup baik. Sepi dan penghuni yang lain seperti acuh dengan keadaan sekitar. Akan sangat mudah bagi Saga berpura-pura menjadi tamu bagi laki-laki yang akan dibunuhnya, kemudian membunuh laki-laki itu saat ia sedang lengah.
Saga menjalankan niatnya itu.
Langit malam diselimuti awan tipis yang berpendar oleh cahaya dari bulan purnama yang bersinar indah. Saga tetap tidak yakin, tapi ia harus melakukannya. Ia mengetuk pintu kamar laki-laki itu. dan tidak butuh waktu lama pintu kamar laki-laki itu terbuka bersamaan dengan munculnya seseorang yang menjadi target Saga.
Orang itu tampak bingung dan entah kenapa Saga menganggap wajah kebingungannya itu sangat lucu.
“Apa ada yang bisa saya bantu?” Tanya orang itu.
Saga hanya mengangguk lalu perlahan mengucapkan beberapa kata. “Ada yang ingin saya sampaikan pada anda.. dan.. apa boleh saya masuk?”
Laki-laki itu mengangguk lalu mempersilahkannya masuk. “Silahkan..”
Saga kembali mengangguk. Begitu sampai di ruangan yang sempit itu, Saga tidak langsung mengeluarkan senjatanya dan membunuh targetnya. Entahlah, hanya saja Saga ingin mencari tahu tentang seseorang yang ingin dibunuhnya ini.
“Apa anda yang bernama Uke Yutaka?”
Laki-laki itu mengangguk. “Tapi aku lebih terbiasa dipanggil Kai.” Ia tersenyum sembari mengulurkan tangannya dengan tatapan bersahabat.
Saga tidak segera menjabat uluran tangannya itu, ia malah membungkukkan badannya dengan sopan. Dan tidak lama kemudian laki-laki bernama Kai itu balas membungkukkan tubuhnya dengan lebih dalam lagi.
“Maaf Kai-san saya menganggu anda malam-malam begini.. anda pasti sudah ingin beristirahat karena seharian ini sudah pergi ke banyak tempat.”
Kai seperti bingung. Tentu ia bertanya-tanya.. darimana orang yang dihadapannya ini bisa tahu bahwa seharian ini ia telah pergi ke banyak tempat??
“Anda tidak perlu bingung, sebenarnya sudah 3 hari ini saya terus mengawasi anda.”
“Mengawasi saya? Untuk apa?” Tanya Kai semakin bingung.
Saga tersenyum tipis. “Saya ditugaskan seseorang..”
“Seseorang? Kau utusan dari pemilik rumah?? Ah dia itu.. padahal aku sudah bilang tidak perlu tapi dia malah menyuruh orang untuk mengawasiku.” Kai berkata seorang diri sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Pemilik rumah siapa yang anda maksud?”
“Ya siapa lagi kalau bukan dia, orang yang memerintahkanmu. Orang kaya yang tampangnya sok angkuh itu. hahahaa.. tapi dia orang yang benar-benar baik.” Kali ini Kai tertawa seorang diri.
Saga menangkap kesan menyenangkan dari orang yang ada dihadapannya.
“Maaf Kai-san, tapi orang yang kita berdua maksud sepertinya adalah orang yang berbeda.”
“Oh begitu ya?!” Kai melongo seperti orang bodoh mengetahui kalau ia mungkin salah kira. “Tapi siapa orang lain yang menugaskanmu untuk mengawasiku? Seingatku.. aku tidak pernah punya hutang pada rentenir.” Ucapannya terdengar polos.
“Bukan seperti yang anda pikirkan Kai-san.” Ucap Saga yang sebenarnya merasa geli dengan orang yang ada di hadapannya saat ini. “Lebih daripada yang sekedar kau pikirkan.” Dan sekarang wajah Saga menjadi lebih serius.
“Apa yang kau inginkan saat ini?” Masih Saga bertanya.
Kai makin bingung dengan ucapannya. “Keinginan? Kenapa kau menanyakan keinginanku?”
“Entahlah Kai-san, tapi mungkin saya ingin mewujudkan keinginan anda sebelum saya berbuat dosa.”
Kai makin melongo dengan wajah yang lebih bodoh. “Kau ingin berbuat dosa apa? Dan kenapa kau ingin mewujudkan keinginanku?”
“Jawab saja Kai-san. Nanti pada saatnya tiba.. kau juga akan tahu.”
Perlahan wajah Kai berubah. Dari seseorang yang berwajah bodoh menjadi seseorang yang berwajah sedih dan susah.
“Sebenarnya aku ingin bertemu adikku. Sudah beberapa hari ini dia pergi dan belum kembali. Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi aku tetap tidak menemukannya.”
Mendengar ucapan Kai itu, Saga kembali menjadi iba. “Adik? Kau sedang mencari adikmu?”
“Iya. Dia seseorang yang penting bagiku. Aku sangat menyayanginya. Hanya aku satu-satunya orang yang dia punyai di dunia ini. kalau aku tidak ada... mungkin dia akan kesulitan. Meski sudah cukup besar dan beranjak dewasa, dia masih tidak bisa mengikat tali sepatunya dengan benar.” Kai kembali tersenyum meskipun senyumannya kali ini seperti senyuman kesedihan.
Seketika itu juga niat Saga menjadi pupus. Orang yang ada dihadapannya ini bukan saja memiliki aura yang membuat orang senang berada di dekatnya. Tapi ia juga orang yang bisa menarik simpati meskipun hanya dengan beberapa ucapan kata.
Mungkin karena Saga merasa senasib dengannya. Ia juga memiliki seorang adik yang perlu ia lindungi.
“Aku juga memiliki adik. Tapi dia tak tahu hal lain tentang diriku kecuali bahwa aku ini adalah sahabatnya. Dan sayangnya... saat ini dia membenciku.”
“Kenapa dia harus membencimu?”
“Karena aku bersalah padanya.”
“Apa kau sudah meminta maaf? Mungkin dia hanya marah. Marah tidak sama dengan membenci. Seseorang bisa marah tanpa perlu membenci.” Ucap Kai terdengar lebih bijak.
“Aku sudah meminta maaf, tapi dia tetap tidak mau bertemu denganku.”
“Mungkin butuh waktu. Kalau kau tunjukan niat baikmu.. aku yakin kepercayaannya padamu akan kembali membaik.”
Mendengar itu, entah kenapa Saga menjadi lega. “Kau baik sekali Kai-san. Seandainya kita bertemu lebih cepat.. mungkin kita bisa menjadi sahabat yang baik.”
“Sekarang saja kita bisa menjadi sahabat yang baik.” Kai lagi-lagi menunjukkan senyum ramah. “Ngomong ngomong.. namamu siapa ya? Dari tadi kita hanya mengobrol tapi aku tidak tahu namamu.”
“Aku.. Saga. Panggil saja dengan nama itu.”
“ah baiklah Saga. Senang sekali bisa mengenalmu.” Kai memaksa menjabat tangannya. Tangan laki-laki itu hangat sehangat senyuman yang selalu ia torehkan di wajahnya.
“Tapi.. tadi kau bilang bahwa kau ditugaskan seseorang untuk mengawasiku.. aku masih tidak paham dengan ucapanmu itu.”
“Bukan hanya mengawasi, tapi ada hal lain yang lebih dari sekedar itu. aku senang walaupun hanya sesaat.. kita bisa menjadi teman Kai-san. Dan sekali lagi aku meminta maaf jika harus melakukan ini... ini semua demi keselamatan adikku.”
Mata Kai seketika itu juga seperti mata seseorang yang kehilangan ruh dari dalam tubuhnya. Kai terkejut saat orang yang ada di hadapannya itu mengacungkan pistol ke arah wajanya. Ia tidak mengerti dan semakin tidak mengerti. Orang itu datang dengan ucapan yang aneh, lalu menceritakan tentang adiknya, mengajaknya bersahabat kemudian berniat membunuhnya.
Kai akan sangat tertawa jika saat ini Saga mengajaknya bercanda dengan pistol mainan. Tapi sepertinya itu bukan hanya sekedar bercanda. Pistol itu terlihat sangat nyata dan bukan seperti mainan anak-anak yang bisa dibeli hanya dengan harga beberapa ratus yen saja.
Tapi kenapa.. kenapa orang itu ingin membunuhnya??
Belum sempat Kai memperoleh jawaban dari pertanyaannya itu,
Saga sudah menarik pelatuk dari pistol yang ada di tangannya.
==1414==
0 komentar:
Posting Komentar