Nanairo CRAYON part 10 –Naifu- chapter 1



Fandom : Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice Nine, Sadie n more…

Author : -Keka-

* * *


“Apa maksud kalian?!!! Yuura melarikan diri?!! Bukannya aku sudah memerintahkan kalian menjaganya dengan baik?! Bagaimana dia masih bisa melarikan diri??” laki-laki itu menatap laki-laki lainnya dengan tatapan geram.”

Sekali lagi laki-laki berambut panjang itu menundukkan wajahnya dan meminta maaf. Ia merasa bertanggung jawab meskipun tidak bisa berbuat apa-apa. Keinginan Yuura pergi lebih besar dari apapun dan siapapun juga tidak bisa mencegahnya.

===101010===

“Kamu ngomong apa sih Yuura?” Tanya Nao yang sampai detik ini masih tidak mengerti dengan satupun ucapan Yuura.

Yuura juga bingung bagaimana harus menjelaskannya. Ia memang baru mengenal Nao beberapa hari yang lalu, tapi ia merasa Nao adalah orang yang tepat untuk dipercayainya dan dimintainya tolong.

“Laki-laki itu akan mati kurang dari 45 jam lagi. Aku harus menolongnya.”

“Laki-laki siapa? Memangnya kamu ini tukang ramal sampe bisa memprediksi nyawa seseorang?”

“Bu- bukan gitu Nao, tapi aku memang bisa melihatnya.”

“Melihat apa? Ngomong yang jelas dong.”

“Iya makanya dengerin dulu ceritaku sampai selesai.”

Nao terdiam. Ia akhirnya menurut dan berusaha mendengarkan semua ucapan Yuura dengan tenang. Yuura mengawali ceritanya dengan janggal dan semakin lama ceritanya semakin tidak masuk akal dan membuat Nao bertanya-tanya. Nao sudah ingin bertanya tapi Yuura tidak memberi kesempatan padanya untuk bertanya atau sekedar membuka mulutnya, sampai Yuura merasa inilah waktunya ia harus mengakhiri ceritanya dan mendengar tanggapan Nao.

Mungkin Nao akan tertawa atau menganggapnya tukang kibul. Terserah. Tapi Yuura yakin Nao akan tetap bersedia menolongnya.

Nao hanya tampak bengong hingga beberapa saat sampai akhirnya matanya terlihat berbinar-binar.

“Wah hebat.. kamu punya mata secanggih itu??” Tanyanya dengan ekspresi wajah penuh ketakjuban.

“Kenapa masih nanya lagi?! Tadi kan aku sudah bilang..”

“Ya ya aku percaya.” Nao menepuk-nepuk pundak Yuura dan tertawa terkekeh.

“Ah pasti kamu gak percaya kata-kata ku kan?!” Yuura merasa sedikit kesal.

“Ya iyalah. Mana ada orang yang punya mata gaib.”

Ucapan Nao membuat Yuura menghela nafas panjang dan melepaskan kacamatanya.

“Baiklah.. kalo begitu aku berikan buktinya. Dimulai saat umurmu 7 tahun, secara tidak sengaja kamu merusak benda kesayangan teman baikmu tapi tidak mengaku. Kamu pikir dia tidak tahu, tapi sebenarnya dia tahu kalo kamu yang merusaknya. Hanya saja dia sangat mempercayaimu dan sangat yakin bahwa kelak kamu akan mengaku padanya meskipun sampai sekarang kamu tetap tidak mengaku padanya. Lalu umur 9 tahun kamu mulai mencopet karena terdesak tidak punya uang jajan dan kelaparan.”

“Tu- tunggu Yuura.. bagaimana kamu tau..” Nao mendadak pucat mendengar kata-kata Yuura. Tapi Yuura sama sekali tidak menggubrisnya.

“Umur 13 tahun mulai melakukan dosa besar, mengencani siswi SMU dan mengambil uang sekolah mereka. 16 tahun nyaris menjual diri pada tante-tante kaya, 18 tahun menggoda om om homo dan..”

“Sudah sudah CUKUP!! Aku percaya ucapanmu. Jangan teruskan!” Seru Nao seraya menutup mulut Yuura. “Yang jelek-jelek jangan diungkapin dong.” Protesnya.

“hmmmp mmamkanya..” Yuura berusaha melepaskan tangan Nao yang menutupi mulutnya. “Makanya kamu percaya kan kata-kataku?!”

“Iya aku percaya, tapi aku masih butuh bukti yang lain. Sekarang katakan apa yang akan terjadi padaku lima menit yang akan datang?”

“Err.. itu aku gak yakin apa kamu betul-betul ingin mendengarnya.”

“Sudah bilang aja. Memangnya itu sesuatu yang buruk. Aku ini anak dewa, selalu diberi perlindungan.”

“Ng.. Nao.. sebaiknya kamu menyingkir dari situ..”

“Menyingkir?! Kenapa harus menyingkir?? Disini udah jadi tempat dudukku yang paling pewe.”

“Iya tapi itu.. disitu sebentar lagi akan..”

“akan apa?”

“Sebaiknya menyingkir aja daripada..”

“Apaan sih?? Cepetan dong ngomongnya.”

“AAAAKKH NAO AWAAAAAASSSS..!!!”

BRUUUK!!

===101010===

“Dasar. Sudah tau ada orang bersih-bersih loteng, eh dia malah duduk anteng di bawah tangga.” Seru Chiru sambil mengipasi Nao yang pingsan tertimpa tumpukan barang yang di bawa Keiyuu menuruni tangga.

“Kei juga sih, sudah tau badannya kecil malah bawa barang sebanyak itu.” Ucap Rika yang juga mulai mengipasi Nao. “Memangnya Nao kena apa sih kok bisa sampe pingsan? Terus yang teriak NAO AWAS itu tadi siapa?”

“Yang teriak itu aku dan tadi kayaknya kepala Nao kena palu. Soalnya kardus yang aku bawa ada palunya trus waktu aku kepeleset, palunya langsung mencelat ke kepalanya.” Terang Keiyuu.

“Waduh gawat ni. Jangan-jangan si Nao gegar otak.”

“Jangan ngomong aneh-aneh dong Chiru. Lebih baik kita panggil dokter.”

“Ngapain panggil dokter?! Kan ada Akiya si calon dokter.”

“Barusan Akiya pergi sebentar, katanya ke minimarket. Tapi sampai sekarang gak balik-balik juga.” Ucap Keiyuu lagi.

“Ya udah Kei, susul gih sonoh. Kesian ni Nao gak sadar-sadar juga.” Seru Chiru memaksa Keiyuu pergi.

Tapi sebelum Keiyuu sempat pergi, Akiya sudah menampakkan dirinya. “Kalian sedang apa berkumpul disini?” Tanyanya bingung.

“Nao pingsan!!” Seru Chiru dan Rika nyaris bersamaan.

Akiya mendekatinya dan memeriksanya beberapa saat. Wajahnya tampak serius dan hal ini semakin menimbulkan kecemasan teman-temannya.

“Gimana keadaannya?? Apa ada pendarahan di otak?? Duh Nao nasibmu apes banget sih. Jangan mati disini dong, nanti kan jadi kita yang repot.” Keiyuu berujar panik.

“Gak usah cemas. Dia cuma pura-pura kok.” Akiya memukul kening Nao dan memaksa Nao membuka matanya dengan menggelitiki perutnya.

“Aaakkh sialan kamu Aki!! Padahal aku sudah serius akting pingsan biar diperhatiin.” Nao manyun dan menendang Akiya yang masih berniat menggelitiki perutnya.

“Ternyata cuma pura-pura ya.. huh rugi kita pake cemas segala. dasar Nao!!”

“Siapa yang pura-pura Chiru?!! Yang tadi itu emang beneran sakit!! Ini nih gara-gara si pendek.” Kali ini Nao yang memiting kepala Keiyuu dan berniat menggelitiki perutnya. Baru setengah jalan Nao menjalankan aksinya, ia tiba-tiba teringat satu hal. “Oh iya.. Yuura tadi kemana ya?” Tanyanya sambil mencari-cari sosok itu.

===101010===

Sialan!! Tiba-tiba Yuura merasakan sakit itu lagi. Kepalanya sakit hingga mencapai syaraf matanya dan membuatnya berkeinginan mencungkil mata itu. Padahal sesaat tadi saat ia melihat gambaran hidup Nao, ia sama sekali tidak merasakan itu. Tapi sekarang ia merasakan sakit itu.

Perlahan-lahan Yuura berjalan sambil berpengangan pada dinding di sampingnya. Tujuannya hanya kursi itu. Ia hanya ingin sejenak duduk dan mengistirahatkan otak dan pikirannya. Tapi kursi yang jaraknya tidak seberapa itu terasa jauh dari jangkuan Yuura seperti bermil mil jaraknya, sedangkan Yuura sudah tidak tahan lagi. Pandangan matanya kabur seperti meliuk-liuk menari.

Sedetik kemudian ia mulai merasakan kakinya bergetar dan tak sanggup menopang berat tubuhnya. Yuura sadar ia akan segera roboh, tapi ada sesuatu atau lebih tepatnya seseorang yang menangkap tubuhnya.

“Kau tidak apa-apa? Sepertinya kau sakit, wajahmu pucat.” Ucap laki-laki berambut pirang itu. yuura tidak melihatnya jelas, tapi rasanya ia sudah pernah mendengar suaranya dan rasanya tidak asing.

===101010===

Tabung oksigen dan selang infus terpasang seolah memaku tubuh Tora di tempat tidurnya. Sampai kapan dia bisa bertahan? Tanya Saga dalam hati. Entah karena iba atau karena apa, Saga jadi memiliki keinginan menggantikan posisi Tora yang terlihat begitu menderita.

“Hidupmu jauh lebih berguna daripada hidupku dan seandainya aku bisa menggantikan posisimu..”

Saga memutuskan menghentikan kata-katanya. Sesungguhnya ia tidak punya keberanian. Menyadari kematian Tora yang sebentar lagi, sudah cukup membuatnya ketakutan. Kematian itu menakutkan meskipun ia pernah membayangkannya dan merasa bahagia seandainya kematian datang lebih cepat kepadanya daripada ia terus-terusan menanggung beban di dunia dan dosa-dosa yang pernah diperbuatnya.

Ruang rawat Tora membuatnya sesak dan Saga memutuskan keluar ruangan, berjalan di lingkungan rumah sakit dan mencari udara segar meskipun bau obat-obatan di rumah sakit semakin menusuk indera penciumannya dan membuatnya tidak nyaman. Saga baru saja mengosongkan pikirannya dengan duduk dan menatap langit biru di atas kepalanya, sampai akhirnya ia sadar ada seseorang yang memperhatikannya. Bukan hanya sekedar memperhatikannya, tapi lebih tepatnya saat ini ia sedang dimata-matai.

===101010===

“Kamu dengar suara ribut-ribut tadi Pon?” Tanya Bou pada Hiroto yang sedang asik merakit action figure-nya.

Hiroto berusaha acuh sambil terus mengkonsentrasikan diri pada action figure-nya. “Disini udah biasa ribut-ribut gitu Bou, namanya juga rumah kos.”

Bou mengangguk antara berusaha memahami dan tidak. yah.. dia memang tidak pernah tinggal di rumah kos, jadi tidak tahu kalau rumah kos itu memang selalu ramai.

“Oh iya Pon, tadi laki-laki itu bicara apa padamu?”

“Laki-laki yang mana?” Hiroto balik bertanya.

“Yang tinggi dan berambut hitam itu.”

“Ooh.. maksudmu Akiya-kun ya?!”

Bou tidak tahu, tapi ia tetap mengangguk.

“Bukan sesuatu yang penting, cuma menyangkut Tora dan Saga.”

Bou masih merasa heran. Padahal dulu Tora dan Saga adalah hal terpenting yang ada dalam hidup Hiroto, tapi sekarang temannya itu mengatakan bahwa mereka bukan sesuatu yang penting. Bou mengerti alasan Hiroto, tapi tetap saja bagi Bou perasaan Hiroto terlalu kuat untuk ia abaikan begitu saja karena ‘kejadian yang waktu itu’. Bou sebenarnya yakin bahwa sampai detik ini baik Tora maupun Saga tetaplah bagian terpenting dalam hidupnya, meskipun Hiroto berusaha mengingkari perasaannya karena rasa sakit hatinya.

“ng.. Pon.. apa Tora-kun itu punya penyakit?” Tanya Bou tiba-tiba.

Hiroto sebenarnya muak mendengar kata ‘Tora’, tapi ia menjadi bingung karena Bou menanyakan apakah laki-laki itu punya penyakit. “Setahuku dia sehat. Memangnya kenapa tiba-tiba tanya apa dia punya penyakit?”

“Soalnya beberapa bulan yang lalu waktu aku mencarimu di rumah kos lamamu, aku bertemu dengannya. Awalnya dia menyambutku dengan baik dan bilang kalo kamu lagi gak ada di rumah, kemudian wajahnya tampak pucat dan gak lama setelah itu dia seperti kesakitan sambil terus megangin dadanya. Abis itu si Saga itu datang sambil bawain dia obat.”

“Mungkin saat itu keadaannya memang lagi gak sehat.” Ucap Hiroto terdengar acuh. Meskipun demikian, sebenarnya ia berusaha mengingat apa memang beberapa bulan yang lalu Tora pernah sakit dan seingatnya tidak pernah.

“Tapi rasanya sakitnya dia itu gak biasa Pon. Kayaknya aku pernah lihat obat yang sama seperti yang diberikan Saga pada Tora, tapi dimana ya...” Bou berusaha mengingat.

Lagi-lagi Hiroto mengacuhkannya dan malah meninggalkan temannya itu pergi. Hiroto berusaha menghindari obrolan yang menyangkut tentang Saga dan terlebih tentang Tora. Ia merasa sudah cukup muak.

“Hei Pon.. mau kemana? Tu- tunggu.” Bou menyusulnya keluar kamar. Tapi langkah Hiroto terlalu cepat untuk ia ikuti dan akhirnya ia malah tersesat. Bou tidak menyangka bahwa rumah kos yang penampakan dari luarnya tampak kecil itu sebenarnya cukup luas dan rumit. Seperti sebuah rumah labirin dengan lorong-lorong dan ruang-ruang yang cukup banyak. Meskipun penghuninya juga cukup banyak, tapi sebagian ruang di rumah itu dibiarkan tetap tidak terpakai karena menurut cerita Rika dan Chiru yang ia dengar, beberapa ruang rumah itu punya catatan sejarah kelam sehingga banyak dari penghuninya yang tidak ingin menggunakannya.

Bou baru saja ingin memasuki salah satu ruang yang sepertinya terdapat tanda kehidupan. Pintunya sedikit terbuka dan Bou berusaha melongok ke dalamnya. Namun pemandangan di ruangan itu cukup mengagetkannya.

Laki-laki itu??
Laki-laki yang bersama aniki di malam itu...

Bagaimana dia ada disini??

Tidak cukup dengan keterkejutan itu, Bou melihatnya memegang sebilah pisau sedangkan seseorang yang lain di ruangan itu sudah tidak sadarkan diri.

Seseorang itu adalah..

Yuura.

===101010===

t.b.Kontinyut~

0 komentar:

Posting Komentar