Sink


Title: Sink
Author: Emiru
Fandom: 9GOATS BLACK OUT

* * *

Bisikan lembut laksana desisan angin, merasuk dalam raga, menyayat untaian nadi dan membelah kepingan jiwa menjadi serpihan pasir berkilau yang terberai dan temaram dalam hembusan angin kegelapan.

Aku mencari rangkaian kata dalam setiap serpihan sayap-sayap kaca, saat kau tengah terlelap, terjaga dalam mimpi-mimpi indah, dan terbius dari segala kebisingan dunia. Bias wajahmu pekat memenuhi alam pikirku, tak menyisakan celah dan sesak dalam keterpurukan rasa putus asa.

Jemariku lembut menghapus setiap dukamu, setiap tangismu, dan setiap rasa ketidaknyamanan yang kau rasakan.

Namun apakah itu semua berarti...

Apakah itu dapat mengembalikan waktu dan mengembalikan hari esok yang tak kan pernah kau raih...

Semua terasa kosong tanpa hadirmu di sisiku. Aku tidak berguna dan hina, aku menderita tanpamu, namun aku berjanji pada dirimu.. pada diriku sendiri... aku akan terus hidup dan menjalani kehidupan ini.. meski kau jauh dan tak berada di sisiku lagi.. meski waktu tak mengijinkan kita bertemu lagi.. dan meski kehidupan tak memihak pada kita lagi.

Kutatap musim yang terus berganti, kusandarkan punggungku pada sebongkah dinding yang membisu. Apa yang kupikirkan... apa yang kurasakan dan apa yang kuinginkan... semua terasa samar. Bayang wajah takutmu saat kita akan berpisah terus menancap di ingatanku, meninggalkan luka yang dalam saat tangismu terasa bagai sembilu yang mengiris perlahan permukaan tubuhku, membuat sebuah lubang menganga yang tak tahu sampai kapan akan tertutup kembali, atau tidak pernah tertutup sama sekali.

Ku gelengkan kepala secara perlahan, berusaha menjauhkan bayangmu yang menyita semua ruang pikirku. Sampai kapan aku mampu untuk mencoba terus bertahan.. rasa itu bagai gulungan ombak yang terus-menerus menghantam karang, membuat permukaan keras itu perlahan rapuh dan hancur oleh bergulirnya waktu.

Aku tenggelam...

Tenggelam dalam lumpur pekat kesedihan yang hitam..

Di tempat tidur ini.. memoriku terbentuk untuk kembali memikirkanmu..

Menyesali segala tindakan bodoh di masa yang telah lalu..
Menyesali waktu yang tak dapat kembali...
Dan menangisi setiap kesedihan serta kesendirian yang kurasakan saat tak lagi bersamamu..

Sampai pada masanya...
Keterpurukan dan tekanan luar biasa ini membuatku tak lagi mampu berpikir jernih..

Aku terlalu larut oleh gemerisik angin dan bisikan pasir yang berdesir dan membuatku semakin tenggelam oleh imaji-imaji yang indah sekaligus meniupkan ruh ketakutan itu sendiri. Saat jiwaku pergi menyusulmu... mungkin penderitaan ini akan selamanya berakhir...

Mataku terpejam beberapa saat membayangkan rasa sakit itu..

Namun itu hanya rasa sakit setitik yang tak kan sebanding dengan rasa sakit yang akan terus kurasakan jika penyesalanku akan kepergianmu terus membekas dan membentuk sebuah luka yang tak kan pernah kering.

Kuraba permukaan kasar dari serakan bening nan tajam yang perlahan ternoda oleh tetesan merah pekat yang begitu indah. Tetes demi tetes telah mewarnai permukaan kaku nan dingin dari kerasnya ubin. Kurengkuh pecahan yang lebih besar, kutenggelamkan permukaan kulitku menembus ke dalamnya hingga kurasakan kepedihan itu mencapai batas puncaknya. Air mata dan jeritan terakhirmu kembali membayang dan menggema dalam ruang memoriku... sampai keadaan kembali tenang.. hanya ada desah nafasku yang memburu dan distorsi suara berbisikku mengucap indah kata cinta untukmu... kata cinta yang tak lagi sanggup kau dengar.

Aku berjalan tertatih dengan tetesan merah yang mengalir dari nadiku yang terkoyak...
Berjalan menuju tempat itu...
Tempat dimana kau berada saat ini...

Tempat dimana aku meninggalkanmu dalam rasa dingin dan kebekuan..
Tempat dimana aku tidak mengijinkanmu kembali untuk menghirup udara kehidupan...

Wajahmu pucat meski keindahan masih tampak membingkai lembut parasmu itu. Kusentuh permukaan cair yang menenggelamkanmu dengan telapak tanganku. Kebeningan perlahan ternoda oleh cairan pekat berwarna merah. Meninggalkan berkas keindahan yang terus mewarnai sekelilingmu.

Aku berjanji untuk terus hidup dalam ketidakbergunaanku...

Namun kehilanganmu adalah hal terberat yang tak mampu terus kulalui...

Kupejamkan mata semakin rapat saat patahan dari lembaran kaca yang telah kuremukkan sebelumnya menembus sempurna kulitku lebih dalam, makin dalam dan lebih dalam lagi. Riakan air mengalir yang terus banjir meredam segala kebisingan yang ada. Membuatku larut dan ingin tenggelam ke dalamnya.

Kupeluk tubuh dinginmu untuk terakhir kalinya. Kau telah kaku dalam keterdiaman... hingga tak lagi kurasakan hangat tubuhmu dan desiran aliran darahmu...

Kubenamkan tubuh kita berdua dalam samudera kecil berwarna merah darah...

Kutahan semua rasa sesak itu sampai aku tak lagi mampu melihat apa-apa...

Dan memoriku tentangmu terhenti saat itu juga....

* * *

hati dan utA terdiam dengan tubuh kaku selama beberapa saat ketika mendapati tubuh Ryo yang sudah tidak bernyawa, tenggelam dalam bath up yang terus mengalirkan air dari krannya dan mengikis perlahan darah dari luka yang ia torehkan sendiri dengan pecahan kaca untuk memutus nadinya.

"Apa yang sebenarnya dia pikirkan?!! Mengapa dia menyalahkan diri sendiri atas kematian kekasihnya?!!"

"Itu karena Ryo berpikir bahwa dia yang telah membunuh kekasihnya sendiri, utA. Ryo sering berhalusinasi dan berkata bahwa dia menenggelamkan gadisnya di dalam bath up, dan membuat mayat gadis itu terus berada disana agar setiap saat dia bisa memeluk tubuhnya."

"Tapi kita sama-sama tahu bahwa gadis itu bunuh diri dan kita sendiri melihat prosesi pemakamannya."

Hati merangkul pundak utA dan berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Ryo terlalu mencintainya... cinta juga yang membuatnya berpikir bahwa dialah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas kematian gadis itu... halusinasi menenggelamkannya dan membuatnya memilih jalan menuju kematian untuk mengakhiri penderitaan yang selama ini dia rasakan. Terimalah kenyataan itu utA... biarkanlah Ryo tenang dengan keputusan terakhirnya..."

utA mengangguk pasrah dan berjalan mendekati tubuh Ryo yang telah kaku, mengeluarkannya dari dalam bath up, dan memberinya setangkai bunga yang telah layu, seraya berbisik lirih di telinga sahabatnya itu.

Selamat jalan Ryo...

Semoga kau tenang di alam tidur panjangmu...

* * *

Sink

-Finish-

Nanairo CRAYON part 17 -Starting for a New Life- [Final Chapter]

Title: Nanairo CRAYON
Part: 17
Author: -Keka-
Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, Alice Nine, Sadie, An Cafe n more…

* * *

Ia masih setengah sadar dan mendengar saat beberapa orang sibuk mengangkat tubuhnya dan membawanya dengan ambulan yang meraung-raung di sepanjang jalan menuju rumah sakit. Tidak ada yang mampu dilihatnya selain bayangan tubuh Uruha saat ingin dijilat oleh api dan tertumbuk runtuhan bangunan. Matanya sangat perih saat ini. Ia sampai ingin mencongkelnya agar penderitaannya berakhir. Namun ia tak sanggup melakukan itu karena perlahan mulai tak sadarkan diri dan tak mampu mengingat apa-apa lagi.

...

"Ini salahku... aku yang membuatnya begitu..."

"Ssstt.. jangan ucapkan apa-apa lagi. Dia akan selamat. Kau harus percaya itu." Dekapan hangat memberinya sedikit ketenangan meskipun tak sepenuhnya ia merasa tenang.

"Aoi... aku pantas mati karena ini." Uruha tampak menyesali diri, namun lagi-lagi Aoi menghentikan ucapannya dan memeluk pria itu lebih erat lagi.

"Bukan sepenuhnya salahmu Uru... berhentilah membicarakan kematian."

Uruha menangis dalam dekapan itu. Sesuatu yang tidak pernah ia pernah bayangkan selama ini. Tangisan penyesalan. Ia yakin tidak pernah akan melakukannya karena ia selalu yakin dengan pikirannya. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Tidak pernah ia bayangkan bahwa tujuan hidupnya untuk menghabisi nyawa Yuura justru berbalik membuatnya menyesali semua kebencian pada satu-satunya orang yang bisa ia sebut adik.

* * *

"Dia akan buta."

Ucapan 'Pemilik Rumah' membuat Kai terhenyak di tempat tidurnya. Kai mendapat beberapa luka di tubuhnya dan harus mendapat perawatan terutama karena ia telah menghirup cukup banyak gas beracun yang melemaskan tubuhnya. Tapi itu tidak menjadi masalah yang besar untukknya, setidaknya tidak lebih mengejutkan daripada menerima kenyataan bahwa Yuura akan buta.

"Apa tidak ada yang bisa dilakukan dokter-dokter itu untuk menyembuhkan matanya?"

'Pemilik Rumah' menggeleng. "Maaf sekali Kai... mata Yuura sudah terlalu rusak untuk bisa disembuhkan. Nyawanya selamat saja sudah bisa dikatakan sebagai keajaiban. Tubuhnya mengalami luka bakar yang cukup serius. Aku sudah memastikan dia memperoleh perawatan yang terbaik agar luka bakar itu tidak membekas di tubuhnya. Tapi sekali lagi maaf atas matanya..."

Raut kesedihan tergambar pada wajah Kai. Ia menyesal karena membiarkan Yuura mengalami nasib naas itu, namun saat ini tidak ada yang bisa dilakukannya selain berdoa untuk keselamatan dan kesembuhan Yuura.

* * *

Saga memaksa bangkit dari tempat tidurnya meskipun saat ini tubuhnya masih lemas untuk dipaksa berjalan-jalan. Ada yang sangat dicemaskannya.

Tora...

Bagaimana keadaannya sekarang..
Dia dirawat di rumah sakit ini. Bagaimana reaksinya jika dia tahu Hiroto juga ada disini karena aku tidak becus melindunginya..

Hiroto harus terlibat masalah ini gara-gara aku..
Maafkan aku Tora...

Saga meraih kenop pintu ruangan, tempat dimana Tora yang sekarat menjalani perawatan menjelang hari-hari terakhirnya. Ia mendengar suara sesenggukan disana. Seseorang sudah lebih mendahuluinya dan menangisi diri Tora.

Siapa??

Belum sempat Saga mencari tahu jawaban itu dengan pikirannya, ia lebih dulu mendapat jawaban dari penglihatannya. Sosok bertubuh kecil dengan wajah terkesan innocent itu saat ini tak henti menangis dan menggenggam tangan Tora seraya menenggelamkan wajahnya di dada Tora yang kini terbujur lemah.

"Hiroto..."

* * *

Pria tua itu menghembuskan nafasnya dengan berat saat menatap Aki yang memalingkan wajah darinya.

"Ayah datang bukan ingin menghakimimu...mengertilah Aki... ayah hanya ingin menyelamatkanmu."

"Menyelamatkanku? Menyelamatkanku dari apa?! Aku yakin ayah hanya ingin menyelamatkan diri ayah sendiri. Ayah malu kan kalau semua orang tahu aku terlibat dalam kasus ini, terlebih karena aku yang tak lain adalah anak ayah yang seharusnya mewarisi semua kehebatan ayah, ternyata hanyalah seorang kriminal yang telah banyak melakukan tindak kejahatan."

Pria itu kembali menghembuskan nafasnya dengan berat dan menjulurkan perlahan tangannya yang keriput seperti ingin menyentuh kening Aki, meskipun ia tidak jadi melakukannya dan kembali menarik tangan itu untuk ia sembunyikan di balik saku jasnya.

"Aki...

ayah senang karena sebenci apapun kau pada orang tua ini...

kau masih mau menyebut orang tua ini sebagai ayahmu..

Sekali lagi ayah minta maaf...

apa yang terjadi pada dirimu dan Bou... sepenuhnya adalah salah ayah sendiri. Dan meskipun kau tidak suka, ayah akan tetap mengusahakan agar pihak berwajib tidak menyeretmu ke dalam penjara."

Aki hanya menyunggingkan senyumnya, lebih kepada sunggingan datar yang hanya menganggap ucapan pria tua di dekatnya tak lebih daripada isapan jempol semata.

Terlambat ayah...
Mengapa tidak dari dulu kau melindungiku dan tidak membuatku terjerumus dalam dosa-dosa ini...

Sekarang aku tidak membutuhkan bantuanmu...
Tinggalkan aku sendiri..
Setidaknya biarkanlah aku tetap memandang Bou untuk terakhir kali..

Aki menatap tubuh kecil Bou yang terbujur kaku pada ranjang yang berseberangan dengan ranjang tempatnya dirawat. Bou masih tetap tidak sadarkan diri dengan selang infus dan alat bantu pernafasan yang menopang kehidupannya saat ini. Aki ingin sekali menghampirinya dan memandang wajahnya lebih lama, namun ia tak mampu melakukan itu karena ia merasa bersalah pada sosok kecil itu.

Aku akan pergi Bou..
Aku akan pergi sebelum kau terbangun dan menyadari kepergianku..
Selamanya aku akan tetap menyanyangimu...

* * *

"Apalagi setelah ini Rei.. apa semua ini sudah berakhir?" Tanya Ruki lemah pada sosok Reita yang terus menungguinya tanpa memikirkan dirinya sendiri.

Reita menggeleng. "Aku tidak tahu Ruki. Tapi kita harus pergi dari tempat ini secepat mungkin sebelum polisi bertanya macam-macam dan menyeret kita dalam masalah."

"Melarikan diri lagi? Aku lelah Rei.. aku lelah karena terus melarikan diri dan bersembunyi selama ini."

"Ini untuk terakhir kalinya Ruki. Setelah ini kita tidak akan melarikan diri dan bersembunyi lagi. Kau dan aku akan menjalani kehidupan yang baru."

"Apa aku harus melepas tanggung jawab sebagai penerus Matsumoto?"

Reita mengangguk.

"Tapi mereka akan tetap mengejarku Rei... mereka tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Mereka akan segera mengetahui keberadaanku."

"Apa mereka tahu kau berada di bangunan itu saat kau memerintahkan mereka untuk membakarnya?"

Ruki menggeleng. "Sebenarnya itu caraku agar terlepas dari mereka. Aku ingin mati bersama-sama kalian meskipun akhirnya aku menyesal karena telah melakukan tindakan bodoh itu dan membahayakan nyawa-nyawa lain yang tidak bersalah."

"Tenanglah Ruki... aku akan mengurus segalanya. Aku pastikan bahwa semuanya akan berakhir dengan baik-baik saja."

Tapi mengapa pikiranmu ragu akan hal itu Rei...
Kau tidak bersungguh-sungguh dengan ucapanmu...
Aku tahu itu Rei..
Kau tentu tidak lupa bahwa saat ini aku masih mampu membaca pikiranmu..

* * *

Beberapa pasang mata saling memandang satu sama lain dalam kebisuan sampai akhirnya hal itu terpecahkan oleh ketidaksengajaan Rika saat menyenggol vas bunga berisi bunga lili dalam ruang rawat inap Nao yang saat ini masih menjalani perawatan pasca operasinya.

Rika salah tingkah saat beberapa pasang mata itu memandang kearahnya, meskipun akhirnya mata-mata itu kembali mengacuhkannya saat Rika mengucap maaf dengan cengiran sok innocentnya.

"Jadi bagaimana sekarang? Siapa yang patut dipersalahkan?" Riku membuka suara dengan gaya bertanya sok bijak yang jadi trademarknya.

"Kurasa itu urusan pihak kepolisian. Yang penting mereka semua selamat." Ucap Akiya.

"Dalam keadaan tidak utuh." Tambah Izumi.

"Maksudnya?" Tanya Chiru dan Rika nyaris bersamaan.

"Kemungkinan besar Yuura akan kehilangan penglihatannya gara-gara peristiwa itu."

"Oh astaga.." Lagi-lagi Chiru dan Rika sama-sama berucap dan menutup mulut mereka karena terkejut.

"Lalu bagaimana dengan para penjahatnya?"

"Penjahat? Maksudmu teman-temannya si Mizuki yah mam?" Tanya Nao yang sedari tadi sibuk menelan bubur yang disuapi oleh Keiyuu.

"Jangan menatapku seolah-olah aku juga terlibat dong!" Protes Mizuki.

"Tapi memang kamu dulu juga salah satu dari penjahat-penjahat itu kan Mizuki?!"

"Hei hei berhentilah menyudutkannya seperti itu Nao. Mizuki sudah berubah sekarang. Kalau bukan karena dia, mungkin semua nyawa tidak bisa diselamatkan." Ucap Riku membela Mizuki.

"Ya ya baiklah... kali ini pahlawannya adalah Mizuki. Seandainya si bibir ekstra monyong ini gak memberitahukan dimana lokasi penyekapan itu, mungkin gak ada cerita happy endingnya ya..." Ucap Chiru.

Tidak ada yang merasa bahagia dengan ucapan Chiru itu. Meski semuanya bisa dikatakan berakhir bahagia, namun ada banyak hal yang masih menyisakan kesedihan di dalamnya.

* * *

"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku tentang keadaan aniki Tora??" Hiroto masih menangisi keadaan pria itu dan seperti ingin meninju Saga yang berusaha menenangkannya.

"Maafkan aku Pon.. aku sudah berulang kali ingin memberitahukanmu.. tapi kau malah menghindar seolah tidak ingin mendengar apa-apa lagi menyangkut Tora."

Hiroto menunduk sedih. Saga benar. Selama ini Hiroto memang selalu menghindar saat Saga ingin membicarakan tentang Tora, ia bahkan tidak membiarkan sedikit pun Saga untuk mendekatinya. Hiroto menangis sejadinya dan membiarkan Saga saat memeluknya.

"Tora tidak ingin melihatmu begini Pon... hapus air matamu dan biarkan Tora melihat senyumanmu saat ia membuka mata. Hanya dirimu yang ingin dilihatnya. Setidaknya berikanlah ia kebahagian dan ketenangan di saat-saat terakhirnya."

"Ini tidak sungguh-sungguh kan?! Aku tidak sanggup bila harus kehilangan dirinya.."

Tidak ada yang bisa dikatakan Saga. Sesungguhnya ia sendiri juga tidak ingin mengganggap ini sebagai satu hal yang nyata, meskipun ia tetap harus menerimanya dan mengihklaskan apa yang kelak akan terjadi selanjutnya.

* * *

Satu bulan kemudian.

Hiroto masih menatap nisan itu dan sesekali mengusap air matanya. Ia berjanji pada Tora disaat-saat terakhirnya bahwa ia tidak akan pernah menangisi kepergiaannya, meskipun akhirnya Hiroto tidak bisa membendung perasaan sedihnya dan tetap meneteskan air mata untuk satu-satunya pria yang dicintainya.

Ia hanya sempat mengecap seminggu kebersamaan yang bahagia bersama Tora. Waktu seminggu yang ia manfaatkan sebaik mungkin untuk terus bersama Tora dan menorehkan kenangan-kenangan yang tidak akan pernah mungkin dilupakannya. Hanya ada satu penyesalan dalam diri Hiroto akan kepergian Tora yang begitu cepat.

Bahkan di detik-detik terakhirnya, Hiroto tidak sanggup mengungkapkan perasaannya yang terdalam pada pria itu melalui kata-kata.

"Bagaimana kau tahu perasaanku jika aku tidak pernah memberitahukannya padamu?" Tanya Hiroto pada nisan bertuliskan nama Shinji Amano di hadapannya.

Tepukan ringan mendarat di pundaknya, Hiroto menoleh dan mendapati Saga sudah berada di belakangnya.

"Tora tahu itu semua tanpa kau perlu mengucapkannya. Baginya... perhatian dan kasih sayang yang kau tunjukan melalui perbuatan.. jauh lebih meninggalkan bekas daripada sekedar ucapan. Percayalah.."

Hiroto mengangguk dan memeluk Saga setelah itu. "Aku akan mencintaimu seperti dia seandainya saja kau bukan kakak sedarahku."

"Hahahaa.. benarkah itu?! Tapi tetap saja aku tidak mau dicintai oleh anak ingusan sepertimu Pon.."

Hiroto ikut tertawa setelah itu dan mengangguk saat Saga memintanya meninggalkan makam Tora dan membiarkan pria itu tenang di tempatnya yang baru.

Kau bisa tenang karena aku akan selalu menjaga Hiroto untukmu Tora...

Ucap Saga dalam hati saat memandang nisan Tora untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.

* * *

-Flashback-

Dua hari setelah dirawat di rumah sakit, Ruki dan Reita pergi tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Polisi bahkan tidak menanyai keberadaan mereka dan seperti tidak tahu bahwa ada nama Matsumoto Takanori yang menjadi dalang dibalik semua serangkaian kejahatan organisasi hitam yang dijalankan oleh klan Matsumoto secara turun-temurun.

"Sesuai perjanjian, kau serahkan semua aset kekayaan dan bisnis yang kau jalankan termasuk semua kaki tanganmu. Lalu aku yang akan membereskan semuanya setelah itu."

"Apa timbal balik yang akan Ruki dapatkan?" Tanya Reita pada sosok pria tampan penuh wibawa di hadapannya.

Pria itu tersenyum setelah mengepulkan asap cerutunya. "Kau dan Ruki akan memperoleh kehidupan yang baru. Lepas dari semua tuduhan kejahatan dan lepas dari semua kejaran pihak-pihak yang menginginkan kalian."

"Apa kau sungguh-sungguh?" Tanya Reita seperti tidak yakin dengan ucapan pria di hadapannya.

"Kalian tidak percaya padaku?"

"Kami percaya." Ucap Ruki dengan tatapan mata kosong.

"Aku percaya karena selama ini kaulah yang telah memberi perlindungan pada Yuura dan merawat saudara tiriku itu. Hartaku juga miliknya. Dengan kuberikan padamu, anggap saja itu sebagai balas jasa karena kau telah melindunginya hingga saat ini. Aku bisa membaca pikiranmu. Wajahmu memang licik, tapi aku tahu hatimu tulus dan aku yakin segala harta dan aset yang kulimpahkan padamu akan kau gunakan sebaik mungkin di jalan kebaikan."

Pria itu kembali tersenyum dan kali ini mengelus kepala Ruki yang memang bertubuh lebih pendek darinya. "Kau anak yang menarik. Perasaanmu yang peka itu bahkan jauh lebih berharga daripada sekedar penglihatan manusia. Kau buta mata, tapi hatimu tak pernah buta. Pergilah melihat dunia dan temukan kenyataan bahwa setiap pikiran manusia itu tidak selamanya dipenuhi perasaan iri dengki, tamak dan rendah."

"Terima kasih tuan..."

"Pemilik Rumah. Yuura selalu menyebutku seperti itu."

"Baiklah tuan Pemilik Rumah, ada hal lain yang sebenarnya ingin kuminta darimu."

"Apa itu?"

Ruki menghela nafas beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya.

"Bebaskan Mao, Tsurugi, Kei dan juga Aki. Aku tahu itu tidak mudah, tapi setidaknya kau bisa memanipulasi agar mereka di penjara dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hilangkan bukti bahwa selama ini mereka telah banyak melakukan pembunuhan dan tindakan kriminal lainnya. Lakukan juga hal yang sama pada Mizuki, Saga dan juga Uruha. Lalu Yuura...

aku ingin kau mengembalikan penglihatannya."

-Flashback end-

* * *

Pagi yang cerah di rumah kos mami Riku.

Rika dan Chiru seperti biasa sibuk memberi makan kucing-kucingnya, Keiyuu memberi les piano anak tetangga, Mizuki mencuci pirang, Nao masih berbaring dengan alasan masih sakit, Akiya membaca, dan Riku sibuk menghitung cash bon-nya.

Suasana rumah yang tenang itu dikejutkan oleh kedatangan Izumi yang tiba-tiba dan nampak bersemangat seperti biasanya.

"Minna... ada kabar gembira." Ucapnya mengawali. "Yu.. Yuura... hari ini perban matanya akan dilepas."

Kontan saja masing-masing orang ikut bersemangat mendengar itu.

"Hee.. benarkah?!!"

"Iya... tapi..." Izumi kembali lesu.

"Tapi kenapa?" Tanya Chiru bingung.

"Tapi dokter belum bisa memastikan apa operasi itu berhasil membuatnya bisa melihat lagi."

* * *

Yuura menggenggam tangan Kai yang nampak gelisah. "Tidak ada yang lebih penting Kai... bagiku.. memilikimu dan orang-orang lain yang menyayangiku.. lebih berharga daripada sekedar penglihatan mata. Aku tidak akan bersedih meski tetap tak bisa melihat lagi. Itu jauh lebih baik daripada keadaanku beberapa waktu yang lalu."

Kai menggeleng lemah. "Aku yakin kau akan bisa melihat kembali dengan normal karena orang yang menyayangimu sudah berkorban sangat besar demi mengembalikan penglihatanmu."

Yuura sedikit tidak mengerti dengan ucapan Kai, ia ingin mendengar penjelasan lebih panjang tentang ucapan itu, namun dokter dan beberapa perawat sudah lebih dulu datang dan membuatnya menahan kata-kata.

Dokter itu mengucapkan beberapa patah kata, namun Yuura sendiri tidak mampu menangkapnya dengan jelas. Ia sedikit cemas saat dokter itu perlahan membuka perban matanya. Meski tidak masalah kembali menjadi buta, namun hati kecil Yuura tetap berharap ia masih bisa melihat keindahan dunia. Ia masih ingin membaca, masih ingin berjalan-jalan tanpa bantuan orang lain, dan yang lebih terpenting...

Ia masih ingin melihat wajah-wajah orang yang disayanginya.

"Buka matamu secara perlahan." Ucap sang dokter sesaat setelah melepas secara keseluruhan perban mata Yuura.

Kai terus berdoa, di sisinya ada 'Pemilik Rumah' dan beberapa orang yang merupakan kaki tangannya.

Samar-samar dalam tingkat pandangan blur yang sangat tinggi, Yuura berusaha membuka matanya. Awalnya terasa sangat pedih sampai ia merasa lebih baik tidak usah bisa melihat sama sekali. Namun perlahan ia mendapatkan sedikit demi sedikit bayangan yang tergambar.

"Yuura.." Kai memanggilnya.

Pemuda itu hanya menatap kosong tanpa merespon panggilan Kai untuk beberapa saat sampai Kai harus kembali memanggilnya.

"Bagaimana.. apa kamu sudah bisa melihat lagi?" Tanyanya penasaran.

Yuura menunduk diam dengan wajah yang sedih dan membuat Kai semakin bertanya-tanya ada apa dan mengapa. Kai nyaris putus asa karena berpikir kemungkinan buruk Yuura tetap tidak bisa melihat kembali.

Namun Yuura buru-buru mengangkat wajahnya dan tersenyum di hadapan pria itu.

"Aku bisa Kai...

Aku bisa melihat lagi." Ucapnya riang.

Masing-masing orang bisa bernafas lega sekarang. Kai memeluk Yuura dan mengacak rambut bocah itu. "Kamu membuatku cemas saja."

"Syukurlah Yuura." Pemilik Rumah juga turut serta memeluknya.

Dalam suasana kebahagian itu, sosok itu tiba-tiba muncul dengan senyum bahagianya. Ia ingin sekali melihat kebahagian itu, meskipun ia tak mampu melakukannya. Ia hanya bisa bahagia karena merasakan kebahagian itu hadir di tengah-tengahnya.

"Yuura.." Suaranya tercekat nyaris tak dapat keluar karena isak.

Yuura menatapnya, lama dalam diam sampai ia memutuskan beranjak dari posisinya dan menghampiri sosok itu.

Ada yang aneh dengan sosok itu.

Aku di hadapanmu sekarang..
Sangat dekat..

Namun kenapa kau seolah acuh?
Tidak kah kau ingin memelukku?!

"Uru.." Yuura memanggilnya.

Dan itu membuat Uruha sedikit terkejut.

"Kau disini Yuura? Kau di dekatku?" Tangan Uruha berusaha meraba-raba udara, berusaha menggapai Yuura hingga Yuura menyentuh tangannya.

"Kau kenapa?" Tanya Yuura masih tidak mengerti atau tidak mau mengerti dengan keadaan Uru.

Uruha menggeleng. "Tidak apa. Aku baik-baik saja. Sangat baik. Aku senang kau bisa melihat lagi..." Uruha tersenyum dan memeluk tubuh adiknya yang serta merta malah mendorongnya.

"Jangan memelukku! Kau belum menjawab dengan benar pertanyaanku! Kenapa dengan matamu?!!" Tanya Yuura putus asa.

Uruha hanya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan itu. Hanya Kai yang mendekatinya dan berusaha memberitahukan keadaan Uruha saat ini.

"Kakakmu buta Yuura..

Uruha buta karena mendonorkan kornea matanya padamu."

Seketika itu juga wajah Yuura pucat pasi.

Ia sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Kenapa kau lakukan itu?!! Aku tidak butuh kornea matamu!! Aku tidak mau bisa melihat jika harus mengorbankan penglihatanmu!!"

Uruha menggeleng. "Kumohon jangan berkata seperti itu. Aku sudah terlalu banyak bersalah kepadamu. Hanya memberikan penglihatanku, tidak akan menebus semua kesalahanku padamu.."

"Kau kakakku yang bodoh." Yuura akhirnya memeluk sosok itu. Ia tak mampu membendung saat air matanya mengalir membasahi pundak Uru.

* * *

Segala sesuatunya tak kan pernah berarti tanpa adanya kasih sayang.

Kai menemukan kembali keluarganya. Meski tak pernah melihat kedua orang tuanya. Namun seorang laki-laki tua renta datang dan mengaku sebagai ayah dari ayah kandungnya. Dengan kata lain, laki-laki tua renta itu adalah kakeknya.

Hal yang lebih mengejutkan lagi untuknya adalah..

Kenyataan bahwa kakeknya itu adalah ayah kandung dari 'Pemilik Rumah'.

"Jadi kau ini pamanku ya 'Pemilik Rumah'?"

Pemilik Rumah itu hanya mengacuhkan Kai seolah pertanyaan Kai tidak perlu lagi dijawabnya karena memang sudah jelas adanya.

"Kenapa kau tidak pernah cerita kalau masih memiliki orang tua?" Tanya Kai lagi. Pemilik Rumah itu tetap diam dan masih menekuni kegiatannya membaca harian pagi. Di belakang punggungnya, Yuura juga turut serta membaca.

Putra dari keluarga Yonekura dibebaskan dari penjara karena dinyatakan tidak bersalah dan tidak terlibat dalam tindak pidana yang dilakukan oleh teman-temannya. Sedangkan Mao, Tsurugi dan Kei dijatuhi pidana 5 tahun penjara karena penculikan dan penganiayaan yang mengakibatkan seorang pria menemui ajalnya.

Pria itu adalah Satochi-san.

Sebenarnya hal itu masih menyisakan penyesalan dalam benak Yuura. Seandainya bukan karena Yuura, pria baik itu tentu tidak menemui ajalnya. Namun perjumpaan Yuura dengan istri mendiang Satochi-san membuatnya sedikit lebih lega.

Wanita itu ihklas melepas kepergian Satochi-san.

Baginya semua itu adalah takdir dan tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari takdir.

"Yuura.." Kai menyadarkan Yuura dari lamunan kecilnya. "Uruha memberitahuku bahwa saat ini ia dan Aoi telah sampai di Kanagawa." Ucap Kai.

"Ah benarkah? Kapan dia memberitahumu, Kai?"

"Baru saja saat kamu masih mandi."

"Oh baiklah, aku akan menelponnya." Yuura pergi dengan riang. Sudah tentu ia pergi untuk menelpon kakaknya itu. Uruha memang memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya di Kanagawa, tadinya Yuura tidak mau Uruha pergi tapi setelah ia pikir-pikir, mungkin itu memang jalan yang terbaik untuknya. Toh Yuura masih bisa setiap waktu pergi ke Kanagawa untuk menemui kakaknya itu.

"Bocah itu juga ada di Kanagawa saat ini." Akhirnya sang 'Pemilik Rumah' bersuara.

"Bocah?? Bocah siapa yang kau maksud?" Tanya Kai tidak mengerti.

"Saudara Yuura yang lain. Bocah buta yang bisa membaca pikiran."

"Ruki?!!"

"Iya dia."

"Darimana kau ta.."

Ting tong..

Baru saja Kai ingin bertanya, tapi tiba-tiba saja pintu bel rumah berbunyi. Dengan sedikit malas Kai bangkit dari tempat duduknya untuk melihat siapa orang iseng yang berani-beraninya memencet bel 'Pemilik Rumah'.

"Jangan mentang-mentang kau pindah ke rumah yang lebih kecil, lantas tak ada seorang pembantu pun yang kau tarik untuk membukakan pintu." Gerutu Kai.

"Biasanya kau tak pernah mengeluhkan hal itu Kai." Balas 'Pemilik Rumah'.

Kai sebenarnya memang tidak mengeluhkan tidak adanya pembantu di rumah pemilik rumah yang baru. Rumah itu memang lebih kecil dari rumah utamanya, namun suasananya sangat tenang dan damai. Kai dan Yuura sendiri lebih menyukai rumah ini daripada rumah Pemilik Rumah yang sebelumnya.

Baru saja Kai membuka sejengkal pintu itu, namun tiba-tiba saja pintu itu sudah membuka lebar seperti terdorong dari luar. Dan yang membuat Kai lebih terkejut adalah..

Tiba-tiba saja sudah ada yang menabraknya dan membuatnya jatuh mundur ke belakang. Kai tidak sadar dengan apa yang terjadi.

Saat membuka mata, ia kini tengah terbaring di lantai dan ada seorang gadis yang jatuh di atas tubuhnya.

"Uuunggghh... Nao jahat!!! Kenapa tiba-tiba mendorongku?!!!"

Gadis itu terdengar merengek menyalahkan orang yang ia tuduh telah mendorongnya dan jatuh menabrak serta menimpa Kai di bawahnya.

"Astaga.. Rika... kamu baik-baik aja kan...?!!"

Gadis itu tampak mengusap-ngusap mata dan perlahan membuka matanya. Sementara Kai sendiri nyaris tak berkedip saat menatapnya, dan tidak ada pula keinginannya untuk menyingkirkan gadis itu dari atas tubuhnya.

Butuh tiga detik -setelah membuka mata- gadis itu akhirnya sadar akan posisinya.

Wajah terkejutnya membuat Kai merasa gadis itu sangat lucu.

"Ma... maafkan aku..." Ucapnya seperti ingin menangis. "A...ku.. tidak sengaja.. me..nimpa..mu.."

Kai justru tertawa melihat wajah penyesalannya. "Tidak apa nona.. hanya kecelakaan." Ucap Kai seraya menunjukkan senyum termanisnya.

Gadis itu buru-buru bangkit dari atas tubuhnya dan berlari ke belakang teman-temannya.

"Kamu kenapa sih Ka??"

"A- aku malu..." Bisik gadis itu pada teman yang menanyainya.

"Hehehee.. maafkan kami ya Kai-kun.. sori nih udah bikin kamu kejatuhan nangka busuk." Ucap Nao cengar-cengir tanpa ada perasaan bersalah. Rika kontan saja melempar alas kaki yang dipakainya kearah Nao, meskipun akhirnya alas kaki itu malah mengenai Kai dan membuat Rika lebih malu lagi.

* * *

"Terima kasih ya kalian mau datang mengunjungiku." Ucap Yuura ramah.

"Hahahaa sama-sama. Kebetulan kami ingin melihat tempat tinggalmu yang baru dan kebetulan juga letaknya dekat dengan rumah kos kita. Benar begitu kan teman-teman?!!" Tanya Nao pada teman-temannya yang lain.

Semua mengiyakan. Namun ada satu yang hanya menundukkan wajahnya malu-malu.

"Rika-san kenapa? Apa sedang sakit?" Tanya Kai saat memandang lekat gadis itu.

Rika menggelengkan kepalanya lemah.

"Haduh-haduh.. sawan nih keaknya si Rika. Kudu disembur mbah dukun." Ucap Chiru terkikik geli.

"Sawan??"

"Hehehee.. bukan apa-apa kok Yutaka-san. Biasalah, Rika emang kadang-kadang kumat penyakit anehnya." Tambah Keiyuu.

"Hah?!! Jadi kau bener-benar sakit Rika-san??"

Rika baru saja ingin menggeleng, namun Kai sudah lebih dulu menarik tangannya dan memaksa membawa gadis itu ketempat yang lebih nyaman untuk berisitirahat.

"Wedeh mau dibawa kemana tuh si nyai Dasima??" Tanya Nao bisik-bisik pada Chiru.

"Gara-gara kamu sih Nao pake dorong-dorong. Makanya sekarang ada yang doki doki aishiteru yo." Balas Chiru bisik-bisik.

"Memangnya selama ini Rika belum pernah ya ketemu sama orang yang namanya Kai itu?? Kok baru sekarang doki-dokinya?!"

"Wah benar juga ya Kei. Kenapa kok baru sekarang mereka ketemunya ya...??"

"Umm.. kalian bisik-bisik apa ya..?" Tanya Yuura bingung.

Dan ketiga gerombolan siberat yang gak lain adalah Nao, Chiru dan Keiyuu itu langsung cengar-cengir gejeh.

Gak lama kemudian bel kembali berbunyi. Yuura permisi untuk membukakan pintu dan kemudian kembali dengan membawa Mizuki, Akiya, Izumi, Hiroto dan Saga.

"Hei kenapa kalian juga menyusul kemari?" Tanya Nao pada mereka.

"Memangnya gak boleh? Kami diundang makan siang oleh Pemilik Rumah!" Seru Izumi.

"Wah jangan-jangan kita mau disuguhi liver manusia ya..."

"Liver mu lah yang akan aku suguhkan anak muda." Ucap Pemilik Rumah yang tiba-tiba datang dan menghampiri Nao sambil membawa sebuah katana panjang ala samurai penyamun.

Nao berjengit dan loncat ke belakang Yuura, sementara yang lainnya hanya terkikik geli.

* * *

Di lain tempat, saat ini Bou sedang dipenuhi pikiran suntuknya.

Sejak Aki dipenjara, nampaknya tidak ada lagi hal menarik yang ada di hidupnya. Kanon sendiri tidak bisa menghiburnya dan malah pergi untuk membiarkan Bou tenang seorang diri.

"Kapan kau pulang aniki...?" Tanyanya pada diri sendiri.

Ia tahu pertanyaan itu tak mungkin terjawab, namun ia tak pernah menyangka bahkan sedikit pun tak menduga saat tangan itu melingkar memeluknya dari belakang bersamaan dengan kecupan hangat di lehernya.

"Aku kembali Bou..."

Bou membalik tubuhnya secepat yang ia bisa. Dan alangkah girangnya ia saat mendapati sosok Aki yang tengah memeluknya.

"Apa kau kabur dari penjara Aniki??"

"Bodoh! Mana mungkin begitu. Tentu saja ayah yang membebaskanku."

"Hah?!! Benarkah seperti itu??" Bou terus bertanya seolah masih tidak percaya. Namun Aki tidak menjawab atau tidak ada keinginan untuk menjawab karena ia lebih berhasrat untuk menghadiahi Bou sebuah kecupan yang hangat di bibirnya.

Di balik itu semua, Kanon tanpa sengaja melihat kebahagian Bou dan Aki tersebut. Hatinya memang sakit, namun lebih daripada itu, ia kini bahagia karena mengetahui Bou bahagia dengan orang yang disayanginya.

* * *

Kanagawa, siang hari.

Semuanya tetap terasa gelap meski cahaya matahari menyorot silau melewati jendela dan menyinari wajahnya.

"Aku tak percaya kau memilih buta demi Yuura, Uruha."

"Kita sekarang sama saja Ruki. Aku jadi sedikit mengerti duniamu dalam kegelapan ini."

"Tidak sepenuhnya. Kau tetap tidak memahami hal-hal lain tentang diriku. Aku tahu kau masih membenciku karena aku membuatmu membenci Yuura dan membunuh ayah kita."

"Aku memang masih membencimu. Tapi aku akan belajar memaafkanmu seperti kau belajar memaafkan kesalahanku padamu di masa lalu. Mari kita mulai kehidupan baru. Reita sebagai matamu dan Aoi sebagai mataku."

"Aku sepakat dengan itu." Ruki pergi dari hadapan Uruha dengan menggapai tangan Reita.

Semuanya telah berakhir, namun bagi Ruki...

Kehidupannya baru dimulai hari ini.

* * *

Nanairo CRAYON =Finish=

Nanairo CRAYON part 16 -Chapter 3-


Title: Nanairo CRAYON
Part: 16
Chapter: 3
Author: -Keka-
Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, alice nine., Sadie, An Cafe n more…




==1616==

"Kau tidak membunuh mereka kan?! jawab Yuura!!"

Ia tidak menjawab, tidak pula menggeleng atau mengangguk. Ia hanya diam dalam kebisuan, menunduk dan gemetaran.

"Kau tidak melakukannya kan?! Kau tidak membunuh mereka.. bukan kau yang melakukan semua ini kan?!!! Jawab Yuura!!! Aku bilang JAWAB!!!"

Bentakan keras itu membuatnya semakin gugup. Kepalanya seperti berputar-putar, dan jutaan balok serasa menghantam permukaan perutnya secara bertubi-tubi, membuatnya tidak sanggup berkata, bahkan hanya sekedar mengatakan tidak. Ketakutan itu membuatnya bungkam, meskipun ia sangat ingin berteriak sekeras mungkin mengatakan 'tidak' dan menjelaskan semua yang terjadi pada sosok itu, sosok yang bertubuh lebih tinggi darinya, sosok yang sangat menuntut penjelasan panjang kepadanya, dan sosok yang selama ini telah ia panggil 'kakak'.

Yuura membuka matanya dengan cepat, nyaris terbelalak dan kebas kepayahan dengan keringat yang mengalir dari pelipis dan bagian permukaan tubuhnya yang lain. Keadaan ruang itu semakin pengab dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Disampingnya, Kai tengah terbatuk dan akhirnya sadar bahwa Yuura telah sadar dalam keadaan yang tidak baik.

"Kau baik-baik saja Yuura?" Tanya sosok berwajah ramah itu. Meski ia sendiri sedang kepayahan, namun entah mengapa Kai tetap mampu menunjukkan wajah tenang dan senyum ramah yang membuat perasaan Yuura sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

"Laki-laki itu... Uruha maksudku.. dia.. di- dia.." Yuura semakin sulit meneruskan kata-katanya karena nafasnya sendiri menjadi semakin berat, seperti menghirup udara yang banyak mengandung partikel logam dan membuat paru-parunya seperti terbakar saat menghirup udara itu.

"Kita harus keluar dari ruangan ini sebelum gas ini membunuh kita berdua."

Ucapan Kai menyadarkan Yuura. Beberapa saat yang lalu, sebelum akhirnya Yuura hilang kesadaran, Uruha telah membuat ruangannya tertutup sama sekali dan melepaskan gas beracun yang perlahan akan membunuhnya sedikit demi sedikit dengan cara menyakitkan.

"Aku harus bicara padanya, Kai. Selama ini dia telah salah paham kepadaku.. a- aku.. tidak melakukan hal itu.. dia.. apa yang telah dilihatnya.. bu.. bukan.. seperti itu.. uhuk.. uhuuk..huuk.." Yuura tidak sanggup meneruskan kata-katanya, paru-parunya sakit seperti disilet-silet, dan darah segar kontan menyembur ke permukaan tangannya saat ia terbatuk dan menutupi mulutnya dengan telapak tangannya itu.

Kai menjadi panik karenanya. Ia sadar bahwa Yuura tidak mampu bertahan lama dalam keadaan yang tidak menguntungkan seperti ini. "Aku akan mendobrak pintu itu agar kita bisa keluar. Tenang Yuura.. bersabarlah.. kita berdua pasti masih bisa selamat."

Yuura hanya mampu mengedipkan kedua matanya dengan perlahan. Ia sudah tidak sanggup lagi, bahkan pandangan matanya semakin menjadi kabur. Antara hal nyata dan imajinasi serta bayangan masa lalu itu berbaur menjadi satu.

Ia melihat kejadian jauh sebelum ini, kejadian yang membuatnya tidak ingin mengingat apa-apa lagi. Ia tengah sakit dan berbaring di ranjangnya saat mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya.

"Mana anak itu?? Serahkan padaku!! CEPAT!!!"

Teriakan memerintah itu langsung saja membuat Yuura terhenyak di ranjangnya. Meskipun dalam keadaan lemas, ia memaksa turun dari tempat itu dan menerawang kejadian apa yang tengah berlangsung di luar kamarnya.

Ada dua orang bocah remaja seusianya dan beberapa pria bertubuh besar dengan senjata tajam di tangan mereka memaksa para pelayannya yang bungkam untuk bersuara, namun tidak ada yang bersuara dari mereka sampai akhirnya pria-pria bersenjata tajam itu membunuh pelayannya satu persatu. Yuura ketakutan seorang diri menyaksikan tubuh-tubuh bergelimpangan dan darah berceceran mewarnai dinding dan lantai rumahnya yang didominasi warna putih gading.

Yuura gugup dan sibuk membekap mulutnya sendiri agar tidak refleks berteriak dan membuat pria-pria itu sadar akan keberadaannya. Yuura tahu bahwa pria-pria itu mencari dirinya, ia tidak mau begitu saja ditemukan dan berakhir sebagai alat pencapaian keinginan dari salah seorang pria pembunuh itu. Dengan cepat otak remaja kecil belasan tahunnya berpikir. Yuura harus bersembunyi agar tidak ditemukan, dan karena gugup itu akhirnya ia tidak tahu harus lari kemana. Saat membuka jendela kamarnya, ia ngeri memandang letak jendela kamar yang terlalu tinggi dari permukaan tanah. Melompat dari sana rasanya sama saja seperti bunuh diri, atau paling tidak meremukkan beberapa tulangnya dan membuatnya cacat. Tidak masalah bagi pria itu jika ia cacat asalkan matanya tetap berfungsi.

Yuura mengurungkan niatnya dan akhirnya dengan keterbatasan waktu untuk berpikir, bocah remaja itu bersembunyi di bawah tempat tidurnya. Ia mendengar suara pilu wanita itu saat mengatakan 'ia tidak ada di sini'.

"Yuura tidak disini. Kau salah telah mencarinya di tempat ini.. pergilah.. aku mohon pergilah.. biarkan Yuura hidup yang layak di tempatnya.. Jangan ambil dia dariku.. atau bunuh saja diriku.. tapi jangan sakiti anakku.. Jangan sakiti Yuura!!!" Wanita itu memohon dengan suara menjerit dan terisak. Wanita itu adalah ibunya, ibu dari Yuura dan juga wanita yang sangat disayangi Uruha.

"Wanita jalang! Jadi yang demikian itu keinginanmu.. baiklah akan ku kabulkan.. MATI KAU JALANG!!!"

CRAAAAASSSSHH!!!

Tikaman senjata tajam panjang menembus perut wanita itu hingga ke punggungnya. Yuura melihat itu dengan penglihatan matanya yang mampu menembus dinding. Ingin sekali ia menjerit histeris saat menyaksikan wanita yang sangat disayangi mengalami hal demikian, namun ia tidak mau melihat pengorbanan ibunya sia-sia. Yuura tetap membekap mulutnya dan berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun, meski ia ingin menangis sejadi-jadinya.

Beberapa dari pria itu masuk ke dalam kamarnya dan berkeliling di setiap sudutnya. Yuura semakin menahan diri dan tidak bergerak bahkan ia mulai menahan nafas agar suara nafasnya tidak sampai ke telinga pria-pria kejam yang mencarinya.

"Tidak ada di ruangan ini. Sepertinya memang benar anak itu disembunyikan di tempat lain di luar dari rumah ini. Sebaiknya kita pergi sebelum polisi tiba." Salah satu pria mengeluarkan perintah dan pria-pria yang lain menurutinya.

Derap langkah mereka pergi meninggalkan ruangannya dan beberapa saat kemudian semuanya langsung berubah senyap. Yuura menunggu beberapa saat sampai akhirnya ia memutuskan keluar dari persembunyiannya dan berharap semoga orang-orang yang mencarinya memang sudah pergi.

Berkali-kali Yuura harus menahan pedih dan panas air matanya saat melewati mayat-mayat bergelimpangan dari orang-orang yang selalu menjaganya dan memberinya kasih sayang. Mereka semua mati karena disayat dan tertusuk senjata tajam seperti senjata yang saat ini masih menancap di tubuh ibunya.

Dengan bergetar dan shock hebat Yuura mendekati sosok itu. Menangis pun rasanya ia sudah tidak mampu. Tubuh itu masih bergerak, namun Yuura seperti tidak bisa lagi berpikir ingin melakukan apa untuk menyelamatkannya.

"Jangan menangis Yuura.. berjanjilah pada okasan.. kau tidak akan pernah menangisi kematian.. pergilah.. cepat.. ca..ri.. Uru.. berlindunglah pa..da..nya.. Yuu.."

"Aku akan menyelamatkan okasan.."

"Tidak perlu.. pergi.. pergi saja dirimu.. bersama Uru.. selamatkan diri kalian.. dan carilah kehidupan yang lebih baik.. berjanjilah.. kalian akan saling melindungi.. selamat tinggal Yuura... jaga dirimu baik.. baik.."

"TIDAK!!! Jangan pergi.. jangan tinggalkan kami.. apa yang akan kukatakan pada Uruha tentang kematian kalian?!!! Jangan pergi okasan.. kumohon jangan pergi.." Yuura menangis sesunggukan dan memegangi telapak tangan ibunya, kemudian mendekapnya erat dan menciuminya dengan keputusasaan. "Kumohon jangan pergi.. Uruha akan marah padaku jika dia mengetahui okasan pergi karena melindungiku.. kumohon jangan pergi.. jangan pergi okasan.. kau janji ingin mengajariku berkuda dan mengajakku ke tempat yang indah bukan?! Karena itu jangan pergi.. aku akan memanggil dokter dan menyelamatkanmu.. kau dengar aku kan okasan.. katakan kau mendengar ucapanku! Katakanlah sesuatu.. aku mohon.. jawab okasan!! Mengapa kau diam saja?? Mengapa kau berhenti bersuara?!! Aku tidak mau kau menjadi diam begini!! Kumohon... sekali saja... katakan sesuatu padaku.." Air mata berlinangan di pelupuk mata dan pipi Yuura. Berulang kali ia memanggil ibunya, namun wanita itu tak kunjung menjawab karena saat ini yang tertinggal dari tubuhnya hanyalah jasad yang tak bernyawa.

Yuura menutupi wajahnya saat mengingat kejadian itu. Wanita yang selama ini menjerit di mimpi-mimpinya tak lain adalah ibunya sendiri yang mencoba melindunginya dan berakhir dalam kematian.

"Uruha salah paham padaku.. bukan aku yang membunuh okasan dan para pelayan.. tapi orang itu.. orang itu.."

"Tenanglah Yuura, nanti saja menjelaskan hal itu. Yang perlu kita pikirkan sekarang adalah cara keluar dari ruangan ini..uhuukk!!" Kai juga mulai terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya, namun ia dengan cepat menyembunyikan itu agar Yuura tidak ikut-ikutan mencemaskan dirinya. "Tunggu disini Yuura, aku akan mencari cara membobol pintu ruang ini."

Sia-sia Kai..

Yuura berdesis dalam hati dan memilih untuk menyandarkan punggungnya pada dinding. Mungkin ia memilih kematian menjemputnya karena ia pun telah lelah dengan semuanya.

=v=

"Apa yang kau lakukan?!!! Kau bodoh Uruha!!! Kau mengurung kami semua disini!! Apa yang sebenarnya ada di otakmu?!!!!" Mao menarik kerah baju Uruha dengan kasar, meskipun gerakannya mulai lemah karena gas beracun itu juga mulai mencekiknya.

"Kita semua akan mati... kalian dengar.. kita semua akan mati di tempat ini.. hahahahaa.." Uruha tertawa gembira seperti orang gila yang mulai kehilangan akalnya.

"Kenapa kau lakukan ini Uru?" Tanya Saga yang saat ini tengah membiarkan kepala Hiroto terkulai lemas di pangkuannya karena bocah itu terlalu banyak menghirup gas beracun disekitarnya. Saga sendiri mulai kepayahan dan sedikit demi sedikit pandangannya mulai kabur.

"Alasannya karena aku tidak mau mati seorang diri. Aku ingin kita semua MATI DISINI. Kalian dengar.. kita semua akan MATI DISINI!!!!! HHAHAHAHHAHAAHH.. aku merasa PUAS.. orang itu tidak akan mendapatkan satupun dari kita. Tidak akan memanfaatkanku lagi untuk membunuh.. tidak akan memanfaatkan kalian.. dan yang lebih penting lagi... orang itu tidak akan mendapatkan mata Yuura!! Ah iya.. bagaimana aku bisa lupa.. hhahh..hh.. Meskipun Yuura mati, namun jaringan matanya akan tetap hidup.. a..aku tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.. aku harus membutakannya sekarang.. akan kutusuk matanya dengan pisau. Kalian tunggulah disini.. aku akan pergi ke tempat Yuura dan membutakan matanya.. atau.. kalian.. ingin melihatku membutakan matanya.. hh..hhaahh. .hh.. baiklah.. a..ku.. akan memba..wanya ke hadapan ka..liaa..an.."

"Lakukan apa yang kau inginkan. Tapi aku tidak mau mati disini.. berikan kunci pintu keluar bangunan ini! Kalau kau ingin mati disini bersama mereka.. lakukan saja.. aku dan Bou akan pergi." Aki mulai mengeluarkan suaranya, meskipun tenang, namun tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini tubuhnya juga tengah kehabisan tenaga karena menghirup udara yang semakin tidak layak.

"Tidak bisa Aki.. kalau kau dan adikmu keluar... orang itu tetap akan memanfaatkan kalian.. atau kau mau berakhir di penjara.. orang tuamu akan sangat malu jika putra mereka satu-satunya masuk penjara karena telah banyak melakukan pembunuhan dan berdagang benda-benda haram.. hahahaa.. kau sama menyedihkannya seperti kami.. Aki.. lebih baik kau memilih mati disini bersama Bou.. adikmu tersayang.."

"DIAM URUHA!!! Kami muak mendengar ucapanmu!!! Kau membenci adikmu tapi melibatkan kami atas kebencian itu!!"

"Kau yang diam Tsurugi.. anak seorang pelacur sepertimu tidak usah berkata seolah-olah kau yang paling benar!! Kalian.. kenapa kalian mau dijadikan pembunuh.. itu karena kalian membenci kehidupan ini.. membenci orang lain bahagia.. kalian tidak ingin melihat orang lain bahagia sementara kalian sendiri yang menderita.. benar begitu kan?!!"

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Uruha karena sepenuhnya apa yang dikatakan Uruha itu tidak salah dan memang benar adanya.

"Aku.. aku.. tidak membenci Yuura karena dia telah membunuh okasan.. aku membencinya lebih karena okasan lebih menyayanginya.. saat aku terjatuh dari kuda bersama Yuura... yang dicemaskannya bukan diriku.. melainkan Yuura.. baginya.. baginya.. Yuura lebih penting dari apapun juga termasuk diriku yang hanya anak angkatnya. Dan saat aku melihatnya mencabut katana itu dari tubuh okasan.. aku menjadi semakin membencinya. Mengapa karena ketakutan tidak beralasan yang ditunjukkan oleh matanya.. bocah berengsek itu sampai tega membunuh okasan yang begitu menyayanginya??"

"Kau salah Uruha... adikmu.. Yuura tidak melakukan itu." Pria berpenutup hidung yang sedari tadi diam, akhirnya mulai bersuara.

"Kau tahu apa Reita?!! Memangnya kau melihat semuanya?!!!"

"Iya.. aku melihat semuanya!! Termasuk saat orang itu menancapkan katana di tubuh ibumu.. aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.."

"Orang itu.. orang itu siapa?!!"

"Ayahmu.. Matsumoto-san."

Uruha terhenyak saat mendengar ucapan Reita. Namun tidak ada reaksi yang ditunjukannya selain tawa hampa.

"Kau bohong!! Otosan tidak mungkin membunuh okasan.."

"Itu benar.. kau jangan menyangkalnya.. Kau tahu sendiri bahwa Matsumoto-san itu kejam. Kornea mata itu ditanamkan pada mata Yuura yang buta semata karena Matsumoto-san tidak ingin menanamkannya pada mata Ruki, putra yang paling disayanginya. Ibumu yang juga ibu kandung dari Yuura hanyalah wanita lain dalam hidup ayahmu. Hanya Ruki dan nyonya Matsumoto ibu Ruki yang sangat disayanginya semasa hidup."

"Kau bohong Rei.. otosan tidak mungkin... Yuura yang bodoh.. ia mempercayai semua penglihatan yang ditunjukkan matanya.. padahal itu semua hanya ketakutan terdalamnya.. ia melihat okasan dan otosan menyiksanya.. tapi sesungguhnya tidak demikian.. Yuura bodoh.."

"Itu benar Uru.. aku juga mengetahuinya. Hanya saja ada sedikit kekeliruan dalam ucapan Reita. Matsumoto-san sebenarnya tidak benar-benar menyayangi Ruki."

"Apa yang kau ketahui Saga?!! Kau juga mau mengatakan otosan yang bersalah karena selama ini otosan selalu memaksamu memuaskan nafsunya?!!"

"Tidak.. tidak begitu.. aku memang membenci ayahmu.. tapi aku tidak ingin mengatakan kebohongan melainkan kebenaran yang selama ini tidak kau ketahui. Kalung yang kau kenakan.. itu sebenarnya milik Ruki. Ayahmu membuatnya sepasang untuk diberikan pada Ruki dan Yuura, putra kandungnya. Baginya.. Ruki dan Yuura adalah hidupnya.. mereka memiliki keistimewaan masing-masing meskipun sama-sama terlahir dengan mata buta dari rahim ibu yang berbeda. Ruki memiliki kepekaan dan mampu membaca pikiran serta perasaan orang lain yang berada di dekatnya, sedangkan korneo mata ajaib yang kini tertanam di mata Yuura.. hanya dapat berfungsi di mata Yuura. Jauh sebelum dipasang pada mata Yuura, Matsumoto-san pernah mencobanya pada mata Ruki, namun Ruki tetap tidak mampu melihat dengan kornea mata itu. Barulah setelah dipasang pada mata Yuura.. Yuura bisa melihat hal-hal ajaib itu. Matsumoto-san sendiri yang mengatakannya padaku. Bagi Matsumoto-san, Ruki dan Yuura hanyalah obsesi hidup. Tidak ada yang pernah benar-benar disayanginya. Karena itu... Ruki yang tetap buta namun mampu membaca pikiran serta perasaan orang lain... akhirnyaa.."

"Membunuh ayahnya sendiri lalu menjadi satu-satunya pewaris klan Matsumoto.. benar begitu kan Saga?!"

"Iya.. kau mengetahui itu jauh lebih baik daripada aku.. Rei... karena kau dekat dengan Ruki. Kau juga mau menjadi mata-mata dan menjalankan tindak kejahatan.. semata karena Ruki. Jadi pikiranmu selama ini telah salah Uru.. bukan Yuura yang membunuh ayahmu malam itu, melainkan Ruki."

"Sedangkan ibumu dan para pelayan di rumah itu mati di tangan ayahmu dan anak buahnya saat ayahmu memaksa ingin mengambil Yuura dari sana. Aku dan Ruki ikut serta saat itu. Aku melihat semuanya, Yuura pun demikian. Ayahmu memang tidak berhasil menemukan Yuura yang saat itu sedang bersembunyi di bawah tempat tidurnya. Aku sendiri tidak tahu bahwa saat itu Yuura bersembunyi disana seandainya Ruki tidak membisikiku. Ruki bisa membaca semua ketakutan yang terpancar dari pikiran Yuura, termasuk dimana posisinya saat itu. Sedangkan Yuura mampu melihat segalanya menembus ke segala dinding dari tempat persembunyiannya saat Matsumoto-san membunuh ibumu."

Uruha terduduk lemas di tempatnya. Selama ini pun sebenarnya ia menyangkal bahwa Yuura, remaja berusia belasan tahun itu mampu membunuh banyak orang dengan tangannya. Jangankan menghilangkan nyawa manusia, ia bahkan pernah menangis saat menghilangkan nyawa beberapa semut yang mengganggunya.

"Apa aku harus mempercayai kata-kata kalian?!!"

"Tentu saja... siapa lagi yang ingin kau percayai bodoh?!!" Bentak Mao yang sedari tadi kesal namun tertegun dan menyimak dengan benar segala ucapan Saga dan Reita.

"Karena kau sudah tahu kebenarannya... sekarang juga biarkan kami menghirup udara bebas. Berikan kunci pintu keluar bangunan ini.."

Uruha lagi-lagi tertawa saat mendengarkan ucapan Kei yang sedari tadi diam dan mati-matian mencari celah untuk bernafas di tengah udara busuk yang mencekiknya.

"Aku minta maaf pada kalian semua... kunci itu... tidak ada padaku... ruangan ini tertutup atas perintah Ruki... Ruki yang merencanakan semuanya... Ruki ingin kita semua mati... aku mengerti sekarang.. aku mengerti mengapa Ruki merencanakan ini... dia membenci kita semua.. hahahaahh..hhahh.. Ruki yang malang.. bisa membaca semua pikiran ternyata membuatnya menjadi orang yang kejam. Sendainya dia dibesarkan di lingkungan yang penuh pikiran positif.. aku yakin dia bisa hidup menjadi bocah baik-baik. Tapi sayangnya dia hidup di lingkungan tidak sehat.. seharusnya aku menyadari sejak dulu bahwa Yuura tidak bersalah.. Ruki membencinya dan selalu berkata seandainya dia yang bisa melihat dan bukannya Yuura.. aku memang bodoh.. seharusnya aku tahu bahwa yang membunuh otosan di malam itu adalah Ruki dan bukannya Yuura. Aku bodoh mempercayai ucapan Ruki yang polos dibalik matanya yang buta... aku.. aakkh.. kenapa aku bisa begitu saja membenci Yuura atas provokasi Ruki.."

"Jangan katakan Ruki kejam!" Reita sedikit membentak. "Ruki juga menderita selama ini... saat itu dia bisa saja mengatakan pada Matsumoto-san dimana Yuura bersembunyi, namun Ruki tidak melakukan itu karena dia merasakan ketakutan yang sama seperti yang Yuura rasakan. Ruki membunuh ayahnya semata juga karena ketakutan. Dia membenci Yuura dan menuduh Yuura yang melakukan tindakan pembunuhan itu semata karena dia ingin melampiaskan penderitaannya selama ini kepada satu-satunya orang yang rasanya tepat untuk dia benci yaitu Yuura. Ruki iri karena ayahnya lebih mengandalkan mata Yuura daripada perasaannya yang tajam. Ruki merasa payah karena memiliki mata buta, dia membenci Yuura semata karena Yuura yang diberi penglihatan sedangkan dia tidak."

"Persetan dengan semua ucapan kalian!! Sudah cukup!! Aku akan mencekik Ruki jika keluar dari sini!!" Maki Mao sambil menendang apapun yang ada di hadapannya, meskipun akhirnya ia terjatuh karena sudah tidak kuat bernafas dalam pekatnya gas beracun yang semakin memenuhi seisi bangunan tertutup yang mengurungnya saat ini.

"Cekik saja aku saat ini bila kau mau... Mao.."

Tubuh mungil itu muncul bersamaan dengan suara langkah terseret tertatih yang tak lain adalah miliknya.

"Ruki!!!"

Reita serta merta menangkap tubuhnya saat Ruki oleng.

"Maaf aku melibatkan kalian. Seperti yang diucapkan Uruha... aku memang menginginkan kalian semua mati.. aku tidak ingin mati sendiri. Selama ini tubuhku sakit-sakitan dan dokter yang merawatku mengatakan bahwa umurku mungkin tak panjang. Aku tidak bisa mati saat kebencianku masih tertinggal... aku membenci Uruha dan Yuura... ingin membuat mereka saling membenci... aku iri saat mendengar dan merasakan kedekatan mereka serta kasih sayang yang mereka dapat dari ibu mereka. Tidak ada ibu yang menyayangiku.. aku tidak punya kakak yang bisa melindungiku.. seperti Yuura yang memiliki Uruha... a..ku.. membenci semua itu dan ingin.. semuanya berakhir. Aku yang mempengaruhi ayah agar membunuh semua orang yang melindungi Yuura, lalu menciptakan kebencian Uruha pada Yuura... aku pikir.. aku akan bahagia dengan itu... namun ternyata aku tidak bahagia.. terlebih saat aku mendapati kenyataan.. bahwa.. semenjak pelarian Yuura dan hilangnya ingatan akibat pencucian otak berkali-kali... Yuura justru mendapat kebahagian yang berbeda dari orang-orang yang kini melindunginya. Karena itu aku memerintahkan Reita sebagai informan dan satu-satunya orang yang bisa menjadi mataku.. untuk memberitahu Uruha dimana sebenarnya Yuura berada. Aku sudah memikirkan ini sejak beberapa waktu yang lalu... bagiku... akan sangat menyenangkan jika kita... kita yang sama-sama tidak bahagia disini... mati secara bersama-sama."

"Memilih mati dalam kesengsaraan daripada hidup dalam kebahagian? Kau menyedihkan sekali.." Kai berkata sambil memapah Yuura yang sudah lebih dulu lemas.

"Bagaimana kau bisa keluar dari ruangan itu?" Tanya Ruki tanpa memandang Kai karena memang nyatanya ia tidak bisa melihat sosok Kai, namun hanya bisa merasakan keberadaannya.

"Keinginanku untuk hidup dan bahagialah yang membuatku bisa keluar dari sana. Aku punya tujuan hidup di luar dari bangunan rongsok tak berguna ini. Awalnya aku juga merasa tidak punya siapa-siapa yang bisa menyayangiku.. namun jika aku berbuat kebaikan... aku yakin orang lain akan memberi kasih sayangnya padaku. Kenapa harus memilih membenci jika nyatanya kita bisa mengasihi..."

Ruki meneteskan air matanya. Tidak ada kebencian yang ia baca dari pikiran Kai, hanya ketulusan dan rasa kasih yang memenuhi kepalanya. Hal itu juga ia rasakan pada masing-masing pikiran orang lain. Aki lebih mencemaskan Bou daripada dirinya sendiri. Saga mencemaskan Hiroto, Mao bersedih karena berpikir akan meninggalkan kekasihnya, Tsurugi menangis karena mungkin akan segera berpisah dengan ibunya, dan Kei mencemaskan adiknya yang masih kecil-kecil.

Namun yang membuatnya lebih teriris adalah..

Saat membaca pikiran Reita.

Aku menyayangimu Ruki... apa kau terlalu banyak membenci hingga tidak menyadari perasaanku padamu..

Aku rela mati... tapi aku tidak mau melihatmu ikut mati disini...

"Reita... maafkan aku... aku hanya bisa memanfaatkanmu.. dan sedikit pun tidak menyadari perasaanmu selama ini.. aku egois..." Ruki mulai terisak dan berkali-kali batuk hingga mengeluarkan banyak darah.

"Beritahukan saja bagaimana kita bisa keluar dari sini?"

Ruki menggeleng.

"Terlambat. Aku sudah memerintahkan beberapa orang dari organisasi.. untuk membakar bangunan ini.. apa kalian tidak bisa merasakan bahwa saat ini api telah menyala?!"

Setiap orang menjadi berkali-kali lipat lebih panik, terutama karena asap semakin mengepul dan beberapa titik mata api mulai terlihat.

Untuk beberapa saat beberapa dari mereka sibuk menghindari api dan berusaha memadamkannya, namun akhirnya mereka juga mulai kepayahan karena kehabisan oksigen dan keracunan asap serta gas beracun.

Ruki bernyanyi lirih seperti mengantarkan kematian dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Namun nyanyiannya itu terhenti kala ia mendengar seseorang menerobos masuk kedalam bangunan yang mulai tersulut api sepenuhnya.

"Hei bodoh!! Jangan buru-buru mati dulu dong bego!! Mizuki mau beraksi jadi hero dulu nih."

"Mi.. Mizuki... baru kali ini aku senang melihatmu.." Ucap Mao yang nampak mulai merayap meminta pertolongan Mizuki.

Aki buru-buru menginjaknya. "Jangan pikirkan Mao.. selamatkan Bou saja dulu... cepat keluarkan adikku ini dan beri oksigen yang cukup."

"Hei hei.. sabar dulu.. memangnya aku sendirian.. pahlawan gak beraksi sendirian. Ada partnernya dong bro.."

Mizuki meniup peluit -entah darimana dapatnya tuh peluit- dan beberapa orang mulai menyerbu masuk dengan membawa pertolongan.

"Izumi.. cepat selamatkan Hiroto.."

"Jangan khawatir Saga.. aku akan membawanya keluar.. kau juga keluarlah bersamaku.." Saga mengangguk dan mengikuti langkah Izumi. Sementara Akiya sendiri menolong Kai dan Yuura, lalu beberapa orang lain menyelamatkan Bou, Aki serta yang lainnya.

Hanya Ruki dan Uruha yang masih bertahan di tempat mereka.

"Ruki.. apa yang kau lakukan?! Ayo kita keluar!!" Teriak Reita seraya menarik tangan Ruki agar Ruki mengikuti langkahnya.

Ruki menggeleng. "Biarkan aku mati Rei.. aku telah melakukan banyak kesalahan.. jika aku hidup pun.. aku tetap akan menjadi orang jahat karena aku pewaris Matsumoto.."

"Bukan sepenuhnya salahmu!! Kau masih bisa memperbaiki semuanya Ruki.. aku akan membawamu meninggalkan organisasi keparat yang membelenggumu itu."

Ruki tetap menggeleng dan itu membuat Reita sangat kesal. Dengan susah payah Reita mengumpulkan sisa tenaganya dan akhirnya menggendong Ruki dengan kedua tangannya. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu mati.. kau dengar!!"

Ruki hanya bisa diam. Antara terkejut, bingung dan bahagia atas ucapan Reita. Ternyata ia salah... ia berpikir bahwa di dunia ini tidak ada yang menyayanginya.. namun ternyata orang yang berada sangat dekat dengannya, mampu memberikan kasih sayang itu lebih besar daripada yang diharapkannya selama ini.

Tinggallah Uruha yang masih terdiam. Penyesalannya jauh lebih besar. Kebencian membutakan matanya dan ia merasa sangat pantas mati sekarang.

Biarlah api membakarku dan membuatku jadi abu yang tertiup angin hingga rasa kebencian itu tak lagi tersisa dalam jasadku..

"TIDAAAAAAAAAAAKKKK!!!"

Dorongan keras membuat tubuh Uruha terhuyung. Ia terjatuh beberapa langkah dari posisinya berdiri. Saat baru menyadari apa yang terjadi, ia terperangah saat menyaksikan Yuura menyelamatkannya dari runtuhan kayu yang terbakar api. Yuura berselimutkan api seraya melindungi tubuh Uruha. Dan yang lebih parah daripada itu adalah...

Kedua matanya berdarah karena beberapa serpihan runtuhan bangunan yang keras melukai permukaan kedua bola matanya.

"Yuuuuuuuuuraaaaaaaa!!!"

Kai berlari dan melepaskan Yuura dari perangkap api. Bukan hanya Kai, beberapa orang penyelamat yang sepertinya kaki tangan 'pemilik rumah', juga melakukan hal yang sama.

"Panas... mataku pedih dan panas Kai.."

"Jangan sentuh apa-apa.. matamu akan baik-baik saja.."

"Aniki... apa aniki baik-baik saja.."

"Iya Yuura.. Uruha baik-baik saja.. tenanglah.."

"Mana dia.. mengapa aku tidak bisa melihatnya.. aniki Uru.. kau dimana..??" Yuura meraba raba udara kosong dengan tangannya.

Uruha pucat menyadari itu. Bagaimana ia bisa membenci adiknya jika nyatanya adiknya itu sangat menyayangi bahkan rela mengorbankan diri untuknya...

"Nanti saja setelah berada di luar.. Uruha sudah dibawa keluar.. tenanglah Yuura.." Kai dan salah seorang kaki tangan 'pemilik rumah' membawa Yuura keluar, sementara kaki tangan 'pemilik rumah' yang lain membawa Uruha yang sekarang mulai berlinangan air mata menyaksikan keadaan Yuura yang mengenaskan.

Aku akan membunuh diriku sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi padamu saat ini.. Yuura..

Mengapa penyesalan selalu datang terakhir...

Mengapa kita baru menyadari rasa sayang itu jika orang yang kita sayangi tengah menderita..

Mengapa........

=v=


Jawabannya temukan di Part 17 -Final Chapter- dan side story masing-masing tokoh yang tak terungkap.

Nanairo CRAYON part 16 -Chapter 2-

Title: Nanairo CRAYON
Part: 16
Chapter: 2
Author: -Keka-
Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, Alice Nine, Sadie, An Cafe n more…

* * *


Entah berapa lama siksaan itu masih terus berlanjut. Tidak berujung dan tidak sedikit pun ia tahu siapa saja yang berteriak di dalam kepalanya. Suara wanita itu terus terngiang dengan kepiluan dan membuat segalanya menjadi sangat samar. Seperti kembali ke masa sebelum ini namun tetap tidak diingatnya dengan pasti.

Hanya sosok itu yang membuatnya merasa nyaman dan tegar. Ia lupa. Entah berapa lama ia pergi tanpa pamit dan meninggalkan segalanya.

Laki-laki itu... laki-laki yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri. Dan laki-laki lain. Orang yang telah begitu baik di balik sifat perfeksionis dan terkesan angkuhnya. Ia telah meninggalkan mereka untuk hal-hal rancu yang akhirnya berujung kematian.

Satochi-san, laki-laki malang itu. Bagaimana nasibnya sekarang? Pertanyaan itu bergema di kepalanya seiring dengan berbagai macam ingatan lain yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan. Siapa dia? laki-laki bertubuh tinggi yang berpaling darinya. Yuura merasa sangat merindukan dan ingin memeluk sosok itu. Namun saat ia berlari berusaha mengejarnya, laki-laki itu seolah menjauh dan tidak bisa diraihnya.

Yuura merasa mendapat serangan yang hebat. Tubuhnya tidak bisa digerakkan dan rasa nyeri menjalar hampir ke seluruh sendinya. Ia berusaha membuka mata dan keluar dari kubangan mimpi-mimpi aneh yang selama ini terus mengusik dan membuat tidurnya terganggu.

Ia menutup matanya dengan tangan kiri, berusaha sejenak menghalangi sinar silau yang membuat penglihatannya sakit. Ia kehilangan kacamatanya. Tanpa benda itu rasanya Yuura takut untuk melihat kenyataan.

Namun ia tetap saja membuka matanya karena ia lelah dengan mimpi-mimpinya. Sesaat terlihat samar, sampai akhirnya ia melihat sosok itu ada di hadapannya.

Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.

“Kau sudah sadar?!”

Yuura tidak langsung menjawab. Ia masih berusaha mengumpulkan sisa nyawanya dan kembali pada alam nyata.

Tapi penglihatan sesaat itu menyakitkannya. Sesaat tadi ia baru saja melihat Kai kesakitan dan tidak berdaya. Entah itu penglihatan masa lalu, sekarang, atau masa depan. Namun Yuura benci harus melihat itu. Ia kembali menutup matanya dan berujar lirih memanggil nama Kai.

“Dia baik-baik saja. Setidaknya sampai saat ini.”

Laki-laki itu berkata kepadanya. Dan sekali lagi Yuura membuka matanya berusaha melihat sosok itu.

Ia mengenalinya. Setidaknya ia tahu bahwa laki-laki itu pernah sedikit membantunya saat ia merasa kesakitan.

“Kau lupa padaku?” Tanyanya pada Yuura.

Yuura menggeleng. Ia tidak lupa pada laki-laki itu, namun ia tidak tahu itu siapa.

“Aku Uruha, kau ingat?”

Kali ini Yuura mengangguk. Ingatannya hanya sebatas saat pertemuannya dengan laki-laki itu di sebuah tempat keramaian lalu berlanjut saat ia mengunjungi Nao di rumah kosnya.

“Tidak tidak, kau tidak ingat siapa aku. Kau tahu Yuura.. itu membuatku sedih sekali.”

Yuura tidak paham dengan ucapan laki-laki itu. Apa yang membuatnya sedih? Apa karena Yuura tidak ingat atau sekedar tahu siapa dia?

“Kau siapa?” Akhirnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Yuura.

Laki-laki itu tersenyum, namun senyumnya terlihat sangat dipaksakan dan menyimpan suatu isyarat yang sangat kuat. Seperti suatu kebencian yang terbalut dalam sebuah kerinduan.

“Aku kakakmu.. sebegitu bencinya kah kau padaku sampai kau tidak ingat kakakmu sendiri?!”

Yuura masih tidak mengerti kata-katanya. Setelah beberapa tahun ia kehilangan ingatannya, dan sekarang ada orang yang mengaku sebagai kakaknya. Apa Yuura harus percaya begitu saja?

“Kau harus percaya. Lihat ini. Ini kalung yang sama yang diberikan ayah dan ibu pada kita.” Laki-laki itu menunjukkan kalung yang melingkar di lehernya dan kalung yang sama yang dikenakan oleh Yuura.

“Aku senang karena kau masih memakai kalung ini.”

Sebenarnya Yuura tidak tahu kalung apa itu. Ia juga baru memakainya seminggu yang lalu saat Kai memberikan kalung itu padanya dan berkata bahwa saat menemukannya, ia juga menemukan kalung itu di samping tubuhnya. Tadinya Kai ingin menjual kalung itu untuk biaya hidup, namun ia urung melakukannya karena berpikir jika kalung itu mungkin saja milik bocah yang ditemukannya.

Yuura berusaha bergerak, namun hal itu dirasanya sulit karena ia baru menyadari tubuhnya terbelengu dengan rantai berborgol.

“Maaf atas ketidaknyamanan yang kau rasakan saat ini Yuura. Aku janji ini tidak akan lama.”

“Apa-apaan ini?!! Lepaskan aku!!!” Yuura berontak dari belenggunya meskipun hal itu dirasanya sia-sia dan justru akan semakin membuat tenaganya terkuras habis.

“Sabarlah, tunggu sampai kau melihat ini.”

Laki-laki itu menepuk tangannya dua kali. Setelah itu pintu di belakangnya terbuka dan seseorang tampak membawa orang lain yang kini terkulai lemas.

“KAI!!!!!” Yuura berteriak memanggil nama itu. Kai saat ini sedang tidak berdaya dan seperti berusaha menahan kesakitannya. Wajahnya tertunduk lemas meskipun ia berusaha mengangkat wajah itu saat mendengar Yuura meneriakkan namanya.

“Aku sedih Yuura, kau melupakan aku dan sekarang lebih menyayangi DIA!!”

“Memangnya kau itu siapa?!! Aku tidak tahu siapa kau?!!”

“Sudah aku bilang kalau aku ini kakakmu!!!”

Yuura berusaha mencerna kata-kata itu, tapi ia masih tetap tidak ingat kalau ia memiliki seorang kakak.

“Kalau kau memang kakakku, mengapa kau perlakukan aku seperti ini?!!”

Laki-laki itu lagi-lagi tersenyum. Senyumannya kali ini hanya nampak seperti sebuah seringaian kecil yang membuat Yuura merasa tidak nyaman dengan itu.

“Kau tahu apa alasanku melakukannya... itu karena aku membencimu!! Sejak kau dilahirkan di dunia, kau telah merebut kasih sayang ayah dan ibu dariku. Mereka lebih menyayangimu yang tentu saja terlahir sebagai anak kandung mereka daripada aku yang hanya anak pungut!!”

Yuura tertegun sesaat mendengar kata-kata itu. Ia punya orang tua. Yah tentu saja hal itu sesuatu yang sangat logis, namun selama ini ia tidak pernah ingat atau sekedar tahu dimana orang tuanya berada.

“Ayah.. ibu.. siapa? Mereka dimana?”

Mendengar pertanyaan polos itu, laki-laki itu seolah naik pitam dan ingin mencekik sekaligus mematahkan batang lehernya.

“Mudahnya kau bertanya seperti itu. Apa kau lupa siapa yang menyebabkan mereka menghilang dari hadapan kita?!!”

Yuura menggeleng. Ia tetap tidak mengerti dengan perkataan laki-laki di hadapannya.

Uruha, laki-laki itu seperti menjadi tidak sabar dan tiba-tiba menjambak rambut Yuura sampai akhirnya membenturkan kepala bocah itu pada lantai tempatnya berbaring saat ini.

Kai yang sudah berhasil mendongakkan wajahnya, seketika menjadi terkejut dan marah melihat perlakuan kasar yang diterima Yuura.

“Jangan berlaku kasar padanya!!” Kai membentak. Meskipun itu terdengar lembek di telinga Uruha dan tidak memberinya pengaruh apapun.

“Bagaimana Yuura? Apa kau sudah ingat?”

Yuura mengejap-ngejapkan matanya. Hantaman keras tadi membuat kepala dan penglihatannya menjadi berkunang-kunang.

Meskipun ia sudah berusaha, namun ia tetap tidak ingat apa-apa. Meskipun harus berkali-kali Uruha membenturkan kepala Yuura, namun ingatan bocah itu tetap tidak bisa kembali semudah itu.

“Baiklah kalau kau masih tidak ingat, aku akan menunggu sebentar lagi sampai kau ingat. Dan sementara itu, kau boleh bercakap-cakap dengan orang ini.” Uruha menarik Kai lalu mendorongnya ke hadapan Yuura. Kemudian setelahnya, ia memerintahkan orang yang membawa Kai untuk terus mengawasi pemuda itu beserta Yuura. Kemudian Uruha sendiri pergi meninggalkan ruangan itu.

Kai merayap mendekati Yuura dan memandang wajah pemuda itu dengan iba.

“Kamu tidak apa-apa Yuuchan?”

Yuura mengangguk lemah.

“Tapi kepalamu berdarah.”

“Tidak apa Kai.” Yuura berusaha menghindar saat Kai berusaha menyentuh kepalanya dengan tangannya yang sudah tidak terikat. “Maafkan aku.. Kai..”

“Kamu ini bicara apa? Kenapa meminta maaf?”

“Ini gara-gara aku lari dari pengawasan pemilik rumah. Seharusnya aku tahu... kalian hanya berusaha melindungiku.”

“Sudah tidak apa, tapi apakah kamu mengenali orang yang mengaku sebagai kakakmu itu Yuura?”

“Entahlah, sepertinya aku memang merasa punya hubungan dengannya. Tapi aku masih tidak mengingat jelas.”

“Tidak usah terlalu dipaksakan.” Kai mengelus kepala pemuda itu. berusaha mengurangi sedikit rasa sakit yang dideritanya. Meskipun ia tahu bahwa itu tidak akan berhasil, namun dengan sentuhan lembutnya itu Yuura merasa sangat nyaman dan sejenak melupakan hal samar yang membuatnya ketakutan.

Sementara itu di ruangan lain dari tempat Yuura disekap, pemuda berwajah tampan itu memandang sekelilingnya dengan geram.

“Lepaskan Hiroto!! Apa untungnya kalian menyekapnya disini?!!”

“Hei, tenanglah Saga.” Uruha masuk dan menepuk pundaknya. “Kita ganti kesepakatannya. Aku berterima kasih karena kau tidak jadi membunuh manusia bernama Uke Yutaka itu, dan sebagai ucapan terima kasihku, aku akan melepaskan adik tirimu itu... si Hiroto maksudku. Asalkan kau mau kembali menjalankan pekerjaan lamamu.”

“TIDAK!!” Saga menolak tegas.

“Pikirkanlah.. ini semua demi kebaikan Hiroto.”

“Kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya Uruha. Kau paham kondisiku kan?! Aku ingin hidup normal! Bukannya kau juga ingin menjalani hidup normal bersama Aoi itu?!”

Uruha mengangguk kecil dengan senyuman tipis. “Maka dari itu aku memintamu untuk menggantikanku. Orang itu tidak mengijinkanku keluar dari organisasi kalau aku tidak bisa kembali menyeretmu menggantikan tugasku.”

Saga makin geram dengan ucapan Uruha itu.

“Kau ini egois!! Ingin hidup senang tapi mengorbankan kehidupan orang lain. Apa kau sudah tidak menganggapku temanmu lagi?!”

“Karena itu kali ini aku memohon padamu Saga. Kau masih ingat kan kalau aku pernah menolongmu waktu itu?! Kau sendiri malah yang berkata bahwa suatu saat akan melakukan apa saja untuk membalas kebaikanku.”

Saga terdiam. Ia tidak menyangkal bahwa ia pernah berkata seperti itu pada Uruha. Tapi bukan seperti ini yang ia harapkan untuk bisa membalas jasa Uruha beberapa tahun yang lalu itu.

Di lain pihak, Hiroto yang sedari tadi masih terikat tampak bingung mendengar pembicaraan Saga dengan orang yang bernama Uruha itu. Apa hubungannya ia dengan semua ini? Mengapa ia dikait-kaitkan dan menjadi bahan penawaran? Apalagi orang yang yang bernama Uruha itu tadi menyebut-nyebut bahwa Hiroto adalah adik tiri Saga.

Sejak kapan? Tanya Hiroto dalam hati.

Sementara Hiroto bertanya-tanya bingung, beberapa orang di ruangan itu malah terkesan cuek. Ada laki-laki di sudut ruangan yang merokok dengan cueknya, lalu laki-laki lain yang memainkan portable player di tangannya dan laki-laki yang Hiroto kenali dengan nama Aki sedang memangku kepala Bou yang sedang tertidur sambil membelai-belai rambut bocah itu.

Hiroto tahu bahwa saat ini Bou sedang terlelap di bawah pengaruh obat tidur. Beberapa saat yang lalu saat Bou menjadi sangat berisik, Aki terlihat memberinya segelas minuman dan sesaat setelah meminum itu Bou langsung terlihat mengantuk dan kembali tertidur.

Hiroto kembali mengarahkan pandangannya pada Saga dan Uruha, berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya mereka bicarakan.

“Aku memang pernah berkata seperti itu, tapi aku tidak bisa kembali menjalankan pekerjaan itu. Kumohon mengertilah Uruha..” kali ini Saga terdengar lebih lembek dan terkesan mengiba di depan Uruha.

“Kau sayang Hiroto kan?! Ini juga demi kebaikan kalian. Aku tahu selama ini kau dan Hiroto hidup dengan mengandalkan uang dari laki-laki bernama Tora. Yah dia orang yang seharusnya kau bunuh beberapa tahun yang lalu. Tapi kau tidak melakukannya karena bersimpati padanya. Aku tahu dari Reita bahwa laki-laki bernama Tora itu akan segera mati. Kau tidak bisa mengandalkan uangnya lagi untuk hidup.”

Hiroto tersentak dengan ucapan Uruha itu. bukan hanya karena kenyataan bahwa Saga dan juga dirinya hidup dari uang Tora, tapi juga kenyataan bahwa Tora akan segera mati. Apa maksud ucapan laki-laki bernama Uruha itu? lagi-lagi Hiroto bertanya dalam hati.

“Tapi aku tetap tidak mau kembali menjadi seorang pembunuh dan pelaku kriminalitas terselubung. Aku akan melakukan pekerjaan lain untuk membiayai hidupku dan Hiroto.”

Kali ini Hiroto sudah tidak bisa diam.

“Apa maksudmu Saga?!! Kalian ini bicara apa sih dari tadi?? Memangnya kenapa dengan Tora? Apa hubungannya denganku?” Hiroto bertubi-tubi mengajukan pertanyaan. Uruha lalu mendekatinya dan berbicara sangat dekat dengannya.

“Kau ini anak yang lucu. Apa kau tidak tahu kalau orang yang bernama Tora itu sedang sekarat karena kelainan jantung? Dan selama ini orang yang bernama Tora itulah yang membiayai hidupmu dari belakang.”

Hiroto tidak mau percaya hal itu. Selama ini Tora baik-baik saja dan selama ini tidak mungkin Tora itu yang membiayai hidupnya. Ia masih punya ayah dan ibu yang membiayai hidupnya selama bersekolah di kota yang jauh dari kedua orang tuanya tersebut.

“Tapi memang kenyataannya seperti itu. Kau tanya saja pada Saga kebenarannya. Orang tua angkatmu itu miskin dan tidak bisa membiayai sekolahmu makanya Tora bersedia membiayai hidupmu asalkan orang tua angkatmu itu mengijinkanmu tinggal bersamanya.”

“Orang tua angkat?? Aku tidak punya orang tua angkat!! Orang tuaku yang sekarang adalah orang tua kandung!” Hiroto terdengar ngotot saat mengatakannya.

“Itu yang kau tahu selama ini, tapi sebenarnya bukan seperti itu. Kau anak dari ayah seorang alkoholic dengan seorang wanita lugu. Ibumu mati karena ayah kandungmu yang juga ayah kandung dari Saga membunuh ibumu itu saat dibawah pengaruh minuman keras. Kau tahu kalau Saga kecil sangat menyayangimu makanya dia tidak rela adiknya ikut menjadi korban kekerasan ayahnya dan akhirnya membawamu diam-diam lalu memohon pada salah satu keluarga baik-baik yang dikenalnya untuk merawatmu. Kalian satu ayah lain ibu. Ibu Saga seorang pelacur yang begitu saja meninggalkannya setelah melahirkan dirinya. Karena Saga tumbuh menjadi bocah manis, ayahnya yang juga seorang homoseks dan pedofilia itu berulang kali menjadikannya pemuas nafsu hingga Saga menjadi remaja. Karena sudah tidak tahan lagi diperlakukan seperti binatang, Saga akhirnya membunuh ayahnya sendiri lalu..”

“Cukup Uruha!!! Hentikan!!!!” Saga terdengar membentak. Ia tidak mau Uruha terus membongkar masa lalu hidupnya di depan Hiroto. “Apa yang dikatakan Uruha itu tidak benar Hiroto. Kamu tidak perlu menggubrisnya.”

Hiroto tadinya juga tidak mau percaya, tapi dengan Saga yang mengotot seperti itu membuatnya justru semakin tidak bisa mengacuhkan ucapan Uruha.

“Apa selama ini kamu memang menyimpan kebohongan dariku Saga?”

Pertanyaan Hiroto itu membuat Saga menggelengkan kepalanya. “Tidak ada kebohongan Pon. Semuanya sama seperti yang kamu ketahui sekarang ini.” Saga masih berusaha menutupi segalanya.

“Lalu kenapa aku disekap dan dijadikan pancingan agar kamu mau melakukan apa yang orang-orang ini inginkan?? Apa kamu dulunya memang seorang pembunuh?”

Saga hanya bisa terdiam kali ini. hiroto sudah mendengar semuanya dan rasanya Saga sudah tidak cukup kuat untuk menyembunyikan kenyataan dari bocah itu.

“Tapi aku sudah berubah Hiroto. Aku bukan lagi seorang pembunuh dan pelaku kejahatan. Aku berubah karena kamu dan Tora menyadarkanku.”

Meskipun demikian, Hiroto tidak serta merta bisa menerima kata-kata Saga. Ia menarik kesimpulan bahwa ucapan Uruha ternyata memang benar. Ia dan Saga adalah saudara tiri.

Dan hal yang tidak bisa diterima lainnya adalah kenyataan bahwa saat ini Tora sedang sekarat.

==1616==

Yuura dan Kai hanya berdua saat ini. seseorang yang berpenutup hidung itu pergi setelah mengunci mereka berdua di dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi yang memadai. Yuura merasa sedikit kesulitan bernafas sampai akhirnya Kai merelakan diri untuk memangku kepala anak itu agar bisa lebih nyaman berbaring di lantai yang keras dan dingin.

Yuura berusaha melihat segalanya. Ia memaksa mata dan saraf-saraf otaknya untuk bekerja keras mengingat hal-hal kejadian sebelum ini. Yuura kembali pada penglihatan saat dimana ia melihat Nao ditabrak, Satochi-san ditusuk, lalu kejadian saat dimana kepalanya tiba-tiba sakit di rumah kos itu, pertemuaannya dengan Uruha, pelariannya dari kejaran pengawal-pengawal pribadi pemilik rumah, lalu banyak kejadian menyenangkan bersama Kai dan malam dimana pertama kali ia bertemu dengan Kai. Yuura ingat bahwa saat itu ia sedang melarikan diri dari kejaran beberapa orang yang mengincar kematian dan matanya. Ada seorang pemuda bertubuh kecil dengan tatapan kebencian menginginkan ia dibutakan. Padahal saat itu banyak orang yang menginginkan matanya tetap melihat hal-hal ajaib. Ia tidak ingat siapa pemuda kecil itu dan tidak mau terlalu memikirkannya.

Ia lebih tertarik untuk mencari tahu lewat pikiran terdalamnya siapa sebenarnya Uruha itu?

Lalu saat berusaha mengingat itu, ia kembali mendengar dan melihat seorang wanita berteriak ketakutan, darah-darah berceceran dan seorang bocah yang berdiri kaku dengan bola menggelinding dari tangannya.

Yuura memegangi kepalanya karena rasanya menjadi sangat sakit dan seperti mau pecah. Seperti ada jutaan pisau yang menusuk kepala dan kedua matanya. Ia tidak sanggup melihat kejadian yang begitu banyak. Ia akhirnya sadar bahwa selama ini sebenarnya ia tidak hilang ingatan. Ia hanya takut dengan ingatan itu dan berusaha menguburnya dalam-dalam, berusaha lari dari kenyataan dan melupakan segalanya sampai tidak berbekas kembali. Namun ingatan itu tetap kembali muncul lewat mimpi-mimpi buruknya.

Dan saat ini ia berusaha menggali kembali ingatan yang ia kubur, meskipun belum seutuhnya muncul, namun ia sudah mampu mengingat siapa Uruha.

Yah, laki-laki itu memang saudara laki-lakinya. Yuura tidak ingat apa ia pernah diberitahu bahwa Uruha itu hanya anak angkat, tapi Yuura selalu menganggapnya kakak kandung. Ia sangat mempercayai Uruha. Sampai pada suatu kenyataan bahwa Uruha ternyata membencinya dan pernah secara sengaja menyerahkannya untuk disiksa berulang-ulang oleh orang-orang jahat itu.

Ia menjadi sangat takut. Terlebih bahwa saat ini Kai ada di sampingnya. Orang-orang jahat itu akan memisahkannya dari Kai dan menyakiti laki-laki yang begitu disayanginya itu.

“Kai.. aku takut.” Yuura terdengar merengek. Ia tahu itu sangat manja dan kekanak-kanakan. Tapi saat ini ia memang betul-betul ketakutan. Ketakutannya itu lebih disebabkan karena mengetahui kenyataan bahwa sesuatu mungkin akan terjadi pada Kai. Laki-laki itu akan senang sekali membuat Yuura melihat penderitaan Kai secara perlahan.

“Tidak apa Yuura. Aku disini bersamamu.”

Tapi justru itulah yang sangat aku takutkan.. Kai. Ucap Yuura dalam hati sambil menggenggam tangan hangat laki-laki itu.

==1616==

tu bi Kontinyu~

Nanairo CRAYON part 16 -Chapter 1-

Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, Alice Nine, Sadie, An Cafe n more…
Author: -Keka-

* * *


Pemuda itu tertidur di hadapannya. Wajahnya itu entah mengapa sangat dirindukannya saat ini, sudah lama ia tidak pernah memperhatikan wajah tenangnya saat tertidur. Padahal dulu begitu sering, hampir setiap hari saat mereka lelah bercengkrama dan bermain, Yuura selalu tertidur lebih dulu dan Uruha selalu memperhatikan wajah tidurnya itu sampai akhirnya ia ikut tertidur juga di sampingnya. Lalu ibu mereka akan masuk ke kamar dan menyelimuti tubuh mereka dengan selimut hangat.

Kehidupan itu begitu bahagia sampai pada suatu hari, Yuura yang kehilangan akal mulai membunuhi keluarga mereka satu-persatu. Begitulah kenyataan yang selama ini tertanam di pikiran Uruha. Mengingat itu selalu membuatnya marah pada adiknya itu dan nafsu membunuhnya semakin meluap-luap seiring dengan kebenciannya pada sang adik.

Uruha ingin mencekiknya sekarang, saat anak itu masih tidak sadar. Tapi ia mengurungkan itu karena baginya itu terlalu mudah, kematian itu terlalu mudah untuk diterima Yuura. uruha ingin adiknya itu merasakan hal yang lebih sakit. Ia ingin mengambil sesuatu atau lebih tepatnya seseorang yang sangat disayanginya saat ini untuk ia sakiti.

“Adikmu itu tidak punya banyak teman, tapi dia tinggal bersama orang yang sangat kaya. Dan orang itu sepertinya sangat melindunginya.” Ucap laki-laki berpenutup hidung itu.

“Apa ada orang lain yang sangat dekat dengannya?”

“Ada. Dan ini akan terdengar sangat menarik. Orang bernama Uke Yutaka yang kalian jadikan sasaran itu adalah orang yang paling dekat dengannya. Orang itu juga yang dulu menyelamatkan adikmu saat beberapa orang dari organisasi hitam kita memburunya. Kemudian orang itu membawa adikmu pergi ke kota lain sampai ada orang kaya yang menemukan mereka dan menampung mereka di rumahnya.”

“Begitu ya..” Uruha tersenyum. “Apa kau tahu Reita, seberapa dekat Yuura dengan orang bernama Uke Yutaka itu?”

“Sepertinya sangat dekat. Setiap aku mengamati mereka, mereka hampir selalu terlihat bersama dan terlihat sekali mereka seperti tidak ingin dipisahkan satu sama lain.”

“Lalu bagaimana dengan orang bernama Uke Yutaka itu.. apa.. Saga berhasil membunuhnya?”

Reita menggeleng. “Aku sudah memastikan. Saga gagal atau lebih tepatnya tidak membunuh laki-laki itu.”

“Oh begitu...” Uruha kembali tersenyum. “Lebih bagus seperti itu.. akan lebih menyenangkan jika Yuura melihat laki-laki itu mati di hadapannya.” Ada kilatan kejam di mata itu.

“Hm.. perintahkan Mao, Tsurugi dan Kei untuk menangkap orang itu. sekalian beritahu Saga kalau adiknya ada bersama kita. Dan.. ah iya... laki-laki bernama Nao itu habisi saja. Dia sudah tahu terlalu banyak.”

“Tapi Uruha.. kalau kita menghabisi Nao, berarti kita juga harus membungkam mulut teman-temannya yang lain. Nao pasti sudah menceritakan semuanya pada teman-temannya dan mungkin... Aoi juga sudah tahu bahwa kau..”

“Cukup Reita!! Aoi itu urusanku. Sementara ini jangan berbuat macam-macam dulu pada yang lain. Meskipun mereka tahu, tapi tidak ada bukti yang memojokkan kita. Lagipula aku sudah mengancam Mizuki. Suruh saja Mao, Tsurugi dan Kei untuk menangkap orang bernama Uke Yutaka itu.”

“Seenaknya saja kau memberi perintah pada kami seperti itu!” Mao dan teman-temannya masuk ruangan itu dan menatap Uruha dengan pandangan tidak suka.

“Ah Mao.. bukannya kita ini mitra kerja?! Kalian teman-teman Aki dan Aki adalah temanku. Tujuan kita sama.”

“Tujuan kita tidak sama. Kami diperintahkan untuk menangkap Yuura hidup-hidup, bukan untuk membunuhnya. Kami tidak bekerja padamu, lagipula orang bernama Uke Yutaka itu tidak termasuk dalam pekerjaan yang diperintahkan pada kami.”

“Tapi tidak ada salahnya kita saling membantu kan?!”

Kali ini Kei yang menatap remeh Uruha. “Yang benar saja, memangnya kami akan memperoleh keuntungan jika membantumu?! Yuura tetap milik kami karena kami yang mendapatkannya, kami tidak akan menyerahkannya padamu!!”

“Sudahlah Kei, pemimpin hanya menginginkan matanya kan?! Ambil saja kalau itu yang dia inginkan. Sedikit operasi pembedahan mata juga cukup kan?! Kalian bisa memasang bagian dari mata Yuura pada salah satu dari kalian atau siapa saja di organisasi. Gantikan tugasnya sebagai penunjuk kebenaran dan biarkan aku mendapatkan tubuhnya. Kurasa pemimpin tidak akan keberatan dengan permintaanku ini. dan orang bernama Uke Yutaka itu berharga sangat tinggi. Aku dan Aki akan memberi separuh atau mungkin seluruhnya dari uang yang kami terima untuk kematiannya pada kalian. Bagaimana? Kalian mau kan?!”

Mao, Tsurugi dan Kei tampak berpikir. Mereka saling menatap satu sama lain sampai akhirnya mereka sepakat.

“Baiklah Uruha, tapi kau harus sungguh-sungguh dengan ucapanmu itu.”

“Ya tentu saja aku sungguh-sungguh Tsurugi. Dan satu lagi.. aku mau semuanya bersih. Sebelum ini kalian berbuat satu kecacatan, kenapa kalian sampai melukai Nao.. orang yang bersama Yuura? Itu sangat berbahaya. Bagaimana kalau orang bernama Nao itu sampai melaporkan semuanya pada polisi?!”

“Iya kami mengerti, tapi kami terpaksa melakukannya karena orang itu ada bersama adikmu saat itu. dan bukan dia saja, ada 1 orang lagi yang sudah kami habisi nyawanya sebelum itu.”

“Apa?!!! Siapa yang kalian bunuh??”

Tsurugi menggeleng. “Aku tidak tahu. Lagipula itu tidak terlalu penting. Semuanya akan kami bersihkan sampai tidak menimbulkan jejak, kau tenang saja dengan itu. kami sudah sangat ahli mengatasinya.”

Uruha tetap tidak yakin dengan itu. Ia khawatir pihak kepolisian sudah menyelidiki semuanya dan ikut campur hingga membuat sesuatu yang sudah direncanakannya menjadi berantakan.

“Kalau begitu cepat bunuh orang bernama Nao itu. dia ada di rumah sakit wilayah Fukuoka. Dan berhati-hatilah jangan sampai mencolok dan terlihat orang lain.”

==1616==

“Dokter bilang kau mencabut infusmu dan keluar dari rumah sakit ini?”

Laki-laki berwajah pucat itu memandang laki-laki lain yang bertanya padanya. “Itu bukan masalah besar yang harus kau cemaskan Saga,” Meskipun ia berkata seperti itu, namun wajah Saga itu tetap saja sangat cemas. “Kau darimana saja Saga?” Tanyanya kemudian.

Saga menundukkan wajahnya. Ia ingin memberitahukan laki-laki yang terbaring lemah di hadapannya itu, tapi tentu saja ia mengurungkan niatnya karena mengetahui kondisinya yang semakin tidak baik. Jika Tora sampai tahu bahwa Hiroto dalam bahaya, entah apa yang akan laki-laki itu lakukan ditengah-tengah kondisinya yang menurun drastis sejak sebulan yang lalu.

“Aku pergi mencari Hiroto untukmu.” Saga berkata dengan senyum tipis yang terkembang di wajah sendunya.

“Memangnya dia pergi kemana? Apa keadaannya baik-baik saja?”

“Iya semuanya baik-baik saja, Hiroto sedang menginap di salah satu rumah temannya.” Saga berbohong. Ia tidak bisa mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak tahu keadaan dan keberadaan Hiroto saat ini. ia mengatakan itu semata karena tidak ingin membuat Tora cemas. “Tidurlah macan nakal, aku pergi dulu ingin membeli sesuatu. Sudah sejak kemarin rasanya perutku ini belum terisi apapun.” Saga memegangi sambil memperlihatkan bentuk perutnya yang nampak seksi itu.

“Tidak tertarik. Kau sekarang nampak kurus sekali. Cepatlah isi perutmu, repot kalau kau ikut sakit cuma gara-gara kelaparan.”

“Iya ya baiklah, tapi meskipun aku kurus.. perutku tetap seksi kan..” Goda Saga sambil mengedipkan matanya pada laki-laki yang tersenyum lemah itu di tempat tidurnya. Ia hanya mencoba mencairkan suasana, meskipun candaannya itu seperti sebuah masakan yang hambar bagi dirinya sendiri.

Saga meninggalkan ruang perawatan Tora. Ia sebenarnya tidak berniat mengisi perutnya. rasa laparnya hilang karena kecemasan. Ia ingin menghubungi beberapa orang yang mungkin saja saat ini tahu dimana Hiroto berada. Dalam perjalanan singkatnya itu, Saga melihat Izumi yang baru saja meninggalkan salah satu kamar perawatan di rumah sakit itu. Saga tidak langsung memanggil nama Izumi. Ia hanya sedikit bingung. Apa ada yang sakit? Tanyanya dalam hati.

Sesaat setelah kepergian Izumi, Saga melihat dua orang yang masuk ke dalam ruangan itu. dari gerak-geriknya, tampaknya dua orang itu sangat mencurigakan. Apalagi Saga merasa mengenal atau setidaknya pernah melihat mereka entah dimana.

Saga tidak menyusul kepergian Izumi, melainkan ingin menengok ke kamar perawatan yang sebelumnya ditinggalkan Izumi tersebut. Awalnya Saga memperlambat langkahnya karena ragu-ragu, tapi entah darimana ia mendapat dorongan untuk mempercepat langkahnya.

Sesampai di depan pintu ruangan itu, Saga membuka perlahan pintunya dan ia mendengar suara tertahan dari seseorang yang seperti mau kehabisan nafas. Saga terkejut ketika ia mendapati salah seorang dari dua orang yang masuk ke ruangan itu sedang membekap wajah orang yang terbaring di tempat tidur dengan sebuah bantal. Ia ingin membunuh orang itu.

“Hei, apa yang kalian lakukan?!!!”

Dua orang itu kaget dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Dan seorang diantara mereka berusaha menyerang Saga, namun Saga dapat mengelaknya dengan sempurna.

“Sudah kita pergi saja Kei.” Orang yang membekap wajah korbannya itu melempar bantalnya dengan kesal.

“Tapi Mao..”

“Sudah biarkan saja!!”

Mereka pergi dengan terburu-buru setelah seorang diantara mereka mendorong tubuh Saga hingga Saga terbentur salah satu dinding ruangan itu. saga berniat mengejar mereka, tapi ia lebih mencemaskan keadaan korban yang tadi wajahnya baru saja dibekap dengan bantal. Apa ia baik-baik saja.

“Uhuk uhuk..”

Saga lega karena orang itu masih hidup. Tapi ia kembali terkejut mengetahui siapa laki-laki yang hendak dibunuh itu.

“Naoran.. kau..”

“Sa- Saga.. uhuk uhuk.. brengsek! Apa yang dipikirkan mereka sampai berniat membunuhku?!!” Nao mengeluh dan berusaha menghirup udara lebih banyak.

“Kau kenapa Nao? Kenapa bisa dirawat disini?”

“Ini gara-gara ada orang gila yang menabrakku dengan mobilnya. Dan sekarang orang gila itu kembali berusaha ingin membunuhku. Memangnya aku ini salah apa?!!”

Pintu kembali terbuka saat sosok Izumi muncul dari baliknya. “Nao ada apa? Kenapa ada dua orang yang terburu-buru meninggalkan kamarmu?” Tanyanya kebingungan.

“Mereka itu baru saja menyerangku dan berniat membunuhku Izumi! Untung saja Saga datang kalau tidak..”

Izumi dan Nao saling memandangi Saga.

“Apa orang itu sudah jauh Izumi?” Tanya Saga.

“Tidak. kurasa masih ada di rumah sakit ini.”

“Kalau begitu aku akan mengejarnya. Kau jaga Naoran saja.”

Izumi mengangguk. Dan Saga dengan cepat meninggalkan ruangan itu. Saga baru ingat, kedua laki-laki tadi pernah ia lihat sekilas ketika ia masih bergabung dengan organisasi hitam. Mereka dua orang dari kelompok pembunuh Sadie. Tentu mereka punya alasan sampai harus membunuh Nao.

Saga melihat mereka di koridor rumah sakit. Mereka tidak berlari karena mungkin berpikir bahwa Saga tidak berniat mengejarnya. Saga mempercepat langkahnya lalu menarik bagian belakang baju dari salah seorang laki-laki diantara mereka.

“Tunggu dulu, apa maksud kalian ingin membunuh Nao?!!”

Laki-laki itu menoleh ke arahnya. Bukannya merasa getir tetapi ia malah tersenyum menyeringai.

“Aku ingat dirimu. Kau ini Saga kan?!” Tanyanya.

“Memangnya kenapa?”

Laki-laki itu menggeleng setelah melepaskan dirinya dari Saga.

“Tidak tidak.. kurasa kau punya hutang dengan Uruha sampai laki-laki itu membawa seorang bocah yang sepertinya sangat kau kenal ke markas kami.”

“Apa maksudmu?!!” Kali ini Saga bertanya serius.

“Uruha sedang menahan seorang bocah yang kalau aku tidak salah ingat namanya adalah Hi ro to..”

Wajah Saga memucat. Laki-laki di hadapannya itu pasti tidak bohong saat mengatakan bahwa Uruha sudah menahan Hiroto.

“Dimana Uruha menahannya? Cepat katakan!!” Saga memaksa sambil sekali lagi ingin mencengkram kerah baju salah seorang laki-laki di hadapannya.

“Sabarlah, kalau kau mau tahu... bagaimana kalau sekarang kau ikut kami..”

==1616==

Chiru, Rika dan Aoi masih bisa menyusul Akiya dan Keiyuu ke stasiun kereta. Mereka pulang bersama dalam kebisuan dan kecemasan menuju rumah kos mereka. Sesampai di rumah itu, mereka sudah mendapati rumah kos yang kosong namun ada sosok lain yang entah mengapa cukup mereka rindukan.

“RIKUUUUUUUUUUUUUU... Kyaaaaaaaa.... udah pulang ya bu???” Tanya Rika bersemangat 45.

Riku memasang tampang jutek. “Darimana aja kalian semua HAH?!!!!! Kenapa rumah kos dibiarin kosong?!!!!!!!!!!!”

“Loh bukannya ada Mizuki dan...” Rika berhenti berkata.

“Gak ada siapa-siapa!! Kalian ini darimana aja sih??”

“Tenang bu~ kita baru aja nengokin Nao yang dirawat di rumah sakit. Bukannya Rika udah cerita kalo Nao kecelakaan?!” Tanya Chiru.

“Iya sih, tapi masa iya rumah ditinggalin kosong begini!! Mana gak dikunci pulak!! Gimana kalo ada maling masuk?!!” Riku mulai mengeluarkan jurus mencak-mencak.

“Mizuki kemana sih??” Chiru mencari sosok itu kesana kemari. Mulai dari ruang tamu, tengah, kamarnya sampai kolong-kolong dan lubang tikus, tapi sosok laki-laki yang demen narsis itu tetap tidak menunjukkan batang hidungnya.

“Mizuki gak ada!! Dia cuman ninggalin sesuatu di dapur.” Riku berjalan menuju dapur dan seolah seperti memerintahkan teman-temannya untuk mengikutinya. Ada banyak menu makanan yang sudah tersaji diatas meja itu. “Ini semua dipersiapkan Mizuki untuk kita.” Ucap Riku sambil memegang selembar kertas di tangannya. “Bisa kalian jelaskan sedetil-detilnya kenapa Mizuki sampe nulis surat ini?!!”

Rika mengambil selembar kertas itu lalu membaca isinya di hadapan teman-temannya.

“Gomenasai... cuma ini yang bisa aku persiapkan untuk kalian semua teman-temanku. Ini ucapan terima kasihku karena selama ini kalian sudah banyak berbuat sesuatu yang membuatku bahagia dan membuatku merasa dihargai sekaligus membuatku merasa memiliki keluarga. Setelah ini aku memutuskan tidak akan muncul lagi di hadapan kalian dan membuat kalian susah. Dan sekali lagi maaf... karena selama ini mungkin aku sudah banyak membohongi kalian. Aku harap kalian bisa melupakan keberadaanku dan menganggapku tidak pernah ada dalam kehidupan kalian, meskipun aku akan selalu mengingat keberadaan kalian. Oh iya, gomen kalo masakanku gak enak. Aku sudah berusaha mati-matian tapi yah... hanya itu hasilnya yang bisa kalian lihat.

@Riku: Uang kos tiga bulan yang nunggak udah aku siapin dan aku simpen di lemari tempat aku nyimpen celana dalem. Bisa kamu ambil kapan aja. En dont worry neng, isi lemari itu udah aku kosongin kok. Jadi gak ada lagi celana dalemku yang ketinggalan disana *wink*

@Chiru: Maaf ya kalo tampangku yang cakep ini bikin kamu kesel. Mulai sekarang aku gak bakal bikin kamu kesel lagi.

@Rika: Maaf aku udah mecahin vas bungamu. Sebagai gantinya dan sebagai ganti kesedihanmu karena waktu itu kucingmu si blacky ilang, aku udah siapin gantinya. Di kamarmu ada anak kucing putih yang kukasih nama Yuki. Itu kucing hasil pembuahanku, eh maksudku.. itu kucing hasil pembuahan kucing jantan pilihanku yang kukawinkan dengan kucing betina pilihanku juga. Dirawat yang baik ya...

@Akiya: semoga kuliahmu lancar dan kamu dinobatkan jadi satu-satunya dokter paling ganteng sedunia

@Nao: cepet sembuh dan jangan banyak ngutang mulu

@Keiyuu: minum susu yang banyak biar kamu cepet tinggi

@Aoi: Aku tau kamu itu cakep, keren dan jago surfing. Tapi dibalik kecakepan dan kekerenanmu itu... masih ada lagi yang jauh lebih cakep dan keren.... orang itu gak lain adalah AKU!!! Oia, lupain Uruha!! Dia bukan yang terbaik buatmu. Kan masih ada Chiru *kedap kedip*

@Pon-Pon: Jangan suka ngambekan. Biar bagaimana pun juga Tora dan Saga sayang kamu.

Udah ah segini aja, gomen kepanjangan. Yang namanya belum kesebut... sekali lagi gomen... Mizuki yang cakep ini gak bisa inget nama kalian satu-persatu.”

Chiru langsung termehek-mehek saat Rika selesai membaca surat yang menjadi pesan terakhir dari Mizuki.

“Hwaaaaaaaaaa... JUKIIIIIIIIIII... dont go anywhere!!!!!! Biarpun tampangmu yang cakep itu suka bikin aku kesel, tapi aslinya aku gak kesel kok... malah nepsong!!!” Rika berusaha menenangkan Chiru yang kelojotan di lantai.

“Ckckckk Mizuki ini.. masih bisa-bisanya narsis di saat terakhir ya... kalo dipikir-pikir.. dia ini bukan orang jahat. Aku gak masalah kalo dia terus bersama kita.”

Akiya setuju dengan ucapan Keiyuu. “Kita harus bawa dia kembali pulang. Mungkin kepergiannya ini ada hubungannya dengan Uruha, aku dan pastinya kita semua gak mau kan kalau dia sampai memutuskan kembali pada jalan hitamnya lagi..”

“wei wei.. chotto chotto.. ini sebenarnya ada apa ini ada apa???” Riku bertanya-tanya bingung. Sepertinya banyak hal yang ia lewatkan sejak kepergiannya ke Gifu dan pulang ke rumah keluarganya di Sapporo.

Lagi-lagi Akiya harus menceritakannya pada si tante pemilik rumah kos. Dan Riku hanya bisa mangap sampai akhirnya mengeluarkan suara.

“Aku gak ngerti. Terlalu banyak orang yang terlibat dalam ceritamu itu Akiya. Ada yang namanya Yuura, Uruha yang sama sekali aku gak tau itu siapa..”

“Pokoknya begitulah Riku. Mizuki itu dulunya adalah seorang pembunuh bayaran. Dan Uruha teman Aoi yang mencari adiknya yang bernama Yuura itu juga pembunuh bayaran.” Terang Keiyuu mempersingkat penjelasan Akiya yang bertele-tele.

Riku lalu menatap Aoi yang daritadi hanya terdiam. “Trus kenapa orang seperti Uruha itu kamu bawa kesini Aoi?!!” Tanyanya serius.

Aoi tetap terdiam dan seperti tidak mampu untuk menjawab. Lalu disaat yang masih tegang-tegangnnya seperti itu, ada seorang pemuda datang dengan wajah penuh kecemasan. Ia memperkenalkan diri dengan nama Kanon.

“Hiroto teman kalian sepertinya ikut dibawa bersama dengan Bou. aku mohon bantuan kalian.. ini juga menyangkut teman kalian yang bernama Hiroto itu. kalau sampai sesuatu terjadi pada Bou.. a- aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.” Orang bernama Kanon itu nyaris membungkukkan badannya hingga mencium lantai.

“Tenanglah Kanon.. tentu saja kami akan membantumu mencari Bou. apalagi Hiroto ikut hilang bersamanya. Tapi apa kau punya petunjuk tentang hilangnya mereka?” Tanya Keiyuu yang sudah meminta Kanon untuk berdiri dari posisi sujudnya.

Kanon menggeleng. “Tapi aku yakin kalau Aki kakaknya yang sudah membawanya pergi.”

Mendengar nama itu disebut, entah mengapa Aoi teringat sesuatu. Uruha pernah mengenalkannya dengan seseorang bernama Aki. “Bagaimana ciri laki-laki bernama Aki itu?” Tanyanya merasa penasaran.

“Aku tidak ingat jelas. Terakhir kali aku melihatnya sekitar 3 tahun yang lalu. Ciri yang mencolok darinya mungkin tubuhnya yang tinggi, rambut hitam dan pierching di bibirnya yang sangat mencolok.”

Meskipun dengan sedikit ciri-ciri itu, namun Aoi sudah mendapat jawaban bahwa Aki yang dimaksud Kanon sama dengan Aki yang diperkenalkan Uruha beberapa waktu yang lalu.

“Kalau ucapanmu itu memang benar Aoi, berarti semua ini memang ada hubungannya.”

“Tapi Akiya.. kok Pon ikut-ikutan dilibatin dalam hal ini?!!”

“Rika, kalau masalah itu... mungkin ada hubungannya dengan Saga. Hanya itu yang ada dipikiranku saat ini.”

Rika manggut-manggut, sementara Chiru masih termehek mehek di sudut ruangan.

“Lalu apa yang harus kita lakukan?” Keiyuu bertanya sambil sibuk memikirkan solusinya. Sesaat setelahnya, ponselnya berbunyi. Dari Izumi.

Keiyuu mengangkatnya dan sesaat mengerutkan keningnya dengan cemas. “Tapi Nao gak papa kan??”

Lama ia terdiam, sampai akhirnya Keiyuu bisa menarik nafas lega. “Syukur deh dia selamat. Ya udah Izumi, kamu jagain bener-bener ya Nao.”

“Nao kenapa Kei??” Tanya Rika dan Riku dalam waktu bersamaan.

Keiyuu memutus percakapan dengan Izumi sebelum akhirnya menjawab. “Ada orang yang berusaha membunuhnya. Tapi untung tiba-tiba Saga datang dan mencegah hal itu.”

==1616==

Sementara Kanon sedang mencemaskan keadaannya, Bou saat ini seperti tidak ingin mengingat apapun selain Aki.

“Aniki...” Bou merayapkan tangannya di sekitar tempat tidur, mencari-cari sosok itu. namun sosok itu sudah tidak ada di sampingnya. Ia membuka mata dan menatap sekeliling ruangan yang menjadi saksi bisu apa yang dilakukannya semalam dengan sang kakak.

Bou masih tidak mengenakan sehelai pakaian apapun selain selimut tebal yang membuatnya merasa hangat selain tubuh sang kakak yang memeluknya. Tapi tubuh itu saat ini sudah tidak ada. Bou bangkit dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya seraya memakainya satu persatu di tubuhnya. Setelah selesai dengan itu, Bou memutuskan keluar dari ruangan itu dan mencari-cari sosok Aki.

Bukan Aki yang ditemukannya melainkan sosok Hiroto yang terkulai lemas terikat di sebuah kursi.

“Pon Pon!!! Kamu kenapa begini??” Tanyanya berusaha menyadarkan diri Hiroto sambil melepaskan ikatan yang memblenggu tubuh Hiroto.

“Bo.. Bou... apakah itu kamu... syukurlah kamu baik-baik saja..” Ucap Hiroto lemah.

“Siapa yang melakukan ini padamu??”

“Laki-laki itu.. teman Aoi bernama Uruha.. dia yang melakukannya. Dia dan kakakmu yang membawa kita ke tempat ini.. Larilah Bou..”

“Diamlah Pon, aku akan minta penjelasan Aki. Apa maksudnya si Uruha itu membuatmu seperti ini?”

“Tidak usah... lari saja Bou..”

Hiroto terus memaksanya, namun sosok Aki dan Uruha sudah muncul di hadapan mereka.

“Bou, kau sudah bangun?”

“Aniki.. Kenapa Pon Pon diperlakukan seperti ini?! Dia ini temanku!!” Seru Bou seperti tidak terima.

“Aki tenangkan adikmu.” Laki-laki di samping Aki yang membuat Bou tidak suka padanya itu tampak memandang remeh ke arahnya. Laki-laki itu pernah Bou lihat berhubungan intim dengan kakaknya. Dan itu membuat Bou sangat kesal.

Aki mengelus rambut Bou. “Temanmu baik-baik saja Bou. kami tidak akan menyakitinya, kau tenang saja.”

Tapi ucapan Aki itu tidak serta merta membuat Bou tenang. Lalu laki-laki berpenutup hidung muncul dan memberitahukan Uruha sesuatu.

“Mao dan Kei datang bersama Saga. Sedangkan Tsurugi sudah berhasil membawa laki-laki yang bernama Uke Yutaka itu. Yuura saat ini juga sudah sadar.”

Ucapan laki-laki berpenutup hidung itu membuat Uruha tampak kesenangan hingga sebuah  seringain tampak terlihat di wajahnya.

==1616==

t.b.Kontinyut~