Memories

Title: Memories

Chapter: Long 1 Shot :D

Author: Emiru & Keka

Genre: Drama BL Romance

Rating: 15+

Fandom: J-Rock ~the GazettE~

Pairing: hehehee.. pecinta Reituki berbahagialah XDD

1st Publish: HERE on multiply (28 Dec 2008)





~ ~ ~




Satu tahun terlewati sejak aku kehilangan segalanya. Kecelakaan. Semua itu terjadi karena sebuah kecelakaan yang membuatku kehilangan sebagian besar ingatanku.



Aku tidak tahu siapa diriku sampai laki-laki bertubuh kecil itu hadir dalam hidupku.



Ia mengenalkan diri dengan nama Ruki.



Dan hal mengejutkan pertama yang kuterima darinya adalah kenyataan bahwa kami adalah sepasang kekasih.



Gila. aku pikir ia sedang gila ataukah memang dulunya kami sama-sama gila.



Aku seorang laki-laki mempunyai kekasih yang juga seorang laki-laki! Apa itu tidak disebut gila?!



Mungkin Tuhan membuatku hilang ingatan untuk memberiku kesempatan yang kedua agar aku bisa menjalani kehidupan yang normal.



Yah tentu saja awalnya, begitu aku sadar dari koma setelah mengalami kecelakaan itu, aku menganggap Ruki tidak lebih dari sekedar orang asing yang baru ku kenal beberapa detik yang lalu. Ia tampak kecewa dan bersedih mengetahui bahwa aku tidak ingat apa-apa tentang dirinya. Tapi laki-laki itu tetap tersenyum manis dan menggenggam tanganku. Aku merasakan kehangatan dari tangannya, namun aku merasa asing dan risih dengan sentuhan itu. Wajahnya terlihat makin sedih dan kecewa saat aku meminta melepaskan gengamannya dari tanganku.



Ia meminta maaf dan berjanji tidak akan berani berbuat lancang lagi.



Entah mengapa saat itu justru aku yang merasa sangat bersalah. Aku merasa sangat bersalah karena membuatnya meminta maaf padaku dan aku merasa bersalah karena membuatnya harus menorehkan wajah kekecewaan di atas rupa indahnya yang begitu lembut.



Bodoh. Bagaimana mungkin aku bisa menganggapnya begitu manis? Ya aku tahu dia itu laki-laki, tapi saat itu pandanganku sangat objektif. Aku menganggapnya manis bukan karena aku menyukainya, tapi ia memang manis menurut pandangan objektifku. Sama halnya seperti melihat sebuah lukisan. Aku akan mengatakan sebuah lukisan tampak indah karena kenyataannya memang sangat indah dan tidak mungkin aku berbohong mengatakan lukisan itu buruk semata karena aku tidak suka dengan pelukisnya.



Setelah aku keluar dari rumah sakit, Ruki membawaku ke sebuah apartemen yang tidak terlalu besar. Ia mengatakan bahwa sudah tiga tahun kami tinggal bersama dan tidak ada orang lain yang aku miliki selain dirinya.



Aku tidak tahu apakah aku harus sedih atau bahagia mendengar itu. tapi aku menerima saja karena toh aku memang sudah tidak ingat apa-apa.



Ruki sangat perhatian. Ia mencoba membantuku mengingat segalanya meskipun aku tetap tidak ingat apa-apa. Ia menunjukkan foto-foto kenangan kita bersama. Begitu banyak dan semuanya terlihat menyenangkan. Sepertinya aku yang dulu sangat mencintai laki-laki itu karena wajahku yang tergambar di foto-foto itu terlihat begitu bahagia saat bersamanya.



Entahlah, tapi aku merasakan ada satu keganjilan. Meskipun Ruki mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih dan sering kali ia menunjukkan sifat manjanya padaku, tapi entah mengapa ia malah memilih tidur di kamar yang berbeda.



Bukannya aku mengharapkan bisa tidur di kamar dan ranjang yang sama dengannya, tapi aku hanya merasa aneh. Jika dulu ia memang benar kekasihku dan kami tinggal bersama, tentunya kami juga akan tidur di kamar yang sama. Tapi Ruki mengatakan bahwa kami memang tidur di kamar yang berbeda.



Bodoh. Lagi-lagi aku berpikiran bodoh. Untuk apa aku harus memikirkan itu? Toh seharusnya aku senang karena laki-laki itu tidak menempel padaku dan membuatku merasa risih dengan sifat manjanya.



Yah dulu aku merasa terganggu dengan sifat manjanya. Tapi setelah setahun terlewati, sekarang aku merasa betah dengan sifat manjanya yang menggemaskan itu.



Namun aku merasa ada yang berubah. Sedikit demi sedikit Ruki mengurangi sifat manjanya padaku dan cenderung seperti menjauhkan diri dariku. Aku tidak tahu kenapa.



Sepertinya berulang kali juga ia ingin menyampaikan sesuatu padaku meskipun ia selalu mengurungkan niatnya.



Aku menatap cermin di hadapanku. Bayangan wajahku yang kusut terpantul di cermin itu. ada bekas luka di hidungku yang membuatku harus menutupinya dengan selembar kain. Kadang orang-orang sering melihatku seperti orang bodoh dengan penutup hidung itu. Tapi Ruki mengatakan bahwa aku terlihat keren dengan itu. entahlah apa itu ia ucapkan hanya untuk membesarkan hatiku atau bagaimana. Tapi aku senang mendengar ucapannya itu dan berjanji akan terus memakai penutup hidung itu.



Sudah hampir larut malam. Entah mengapa akhir-akhir ini Ruki semakin sering pulang larut malam. Ia bilang itu karena pekerjaan yang menuntutnya harus selalu pulang larut malam. Terkadang aku merasa kasihan melihatnya memikul beban sendiri.



Aku merasa seperti benalu karena aku hanya bisa menggantungkan hidupku padanya dan tidak bisa membantunya apa-apa. Yang bisa kulakukan hanyalah mengerjakan pekerjaan rumah dan memasak untuknya.



Apakah itu cukup?



Ruki memang tidak pernah mengeluh, ia bahkan pernah marah saat aku mengatakan bahwa aku ingin mencari pekerjaan. Meskipun mungkin tujuannya baik, tapi aku merasa kesal diperlakukan seperti itu. secara tidak langsung Ruki memperlakukanku seperti orang cacat yang tidak bisa melakukan apa-apa dengan baik.



Saat aku mengatakan itu, ia kembali menunjukkan wajah sedihnya yang membuatku selalu tidak tega mengatakan hal yang buruk padanya. Ruki seperti malaikat kecil rapuh yang entah bagaimana memiliki aura yang kuat untuk membuatku selalu ingin melindunginya. Aku akan merasa sakit jika melihatnya sakit, dan aku akan terluka jika melihatnya terluka.



Saat itu aku langsung saja memeluknya tanpa memikirkan apa-apa. Ruki terdiam dalam pelukanku dan itu membuatku ingin melakukan hal yang lebih. Aku ingin mengecup bibirnya yang manis. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku melakukannya. Yang jelas sejak aku mengalami kecelakaan dan hilang ingatan, kami tidak pernah melakukan itu. aku bahkan tidak pernah memeluk atau sekedar mencium keningnya. Dan hubungan kami tidak lebih hanya seperti sepasang sahabat. Di luar dari sifat manjanya padaku, aku sampai tidak yakin apa dulu Ruki memang benar-benar kekasihku.



Ruki menghindar saat aku mencoba mencium bibirnya. Ia bahkan melepaskan diri dari pelukanku dengan jalan mendorong tubuhku. Ia terlihat tidak suka dengan perlakuanku dan memutuskan cepat-cepat kembali ke kamarnya setelah mengucapkan oyasumi padaku.



Aku merasa itu aneh.



Ruki benar-benar aneh.



~ ~ ~



Pukul dua dini hari. sudah terlalu larut untuk tiba di rumah. Reita pasti sudah tertidur. Yah aku berharap seperti itu. aku tidak ingin melihatnya semalaman menunggu kepulanganku. Aku tidak ingin menatap matanya yang menyimpan banyak tanda tanya tentangku. Dan aku tidak ingin ia bertanya mengapa aku baru pulang atau apakah aku lelah.



Aku ingin tiba di rumah tanpa perlu mendengar itu.



Maaf Reita. Aku bersalah padamu.



Aku melakukan dua kali kesalahan yang membuatku sangat menyesalinya.



Waktu berlalu begitu cepat dan segalanya menjadi berubah karena hal itu.



Aku ingat saat pertama kali kita bertemu.



Ruki ini hanyalah seorang pemalu yang tidak pandai bergaul dengan orang lain. Aku hanyalah kouhai mu yang begitu sangat mengagumimu. Mungkin kau tidak ingat bahwa dulu kau menjadi idola diantara para gadis-gadis di sekolah kita. Sedangkan aku hanyalah Ruki pemalu yang sering menjadi korban kejahilan para senpai yang lain.



Kau menolongku saat aku menjadi bulan-bulanan para senpai itu. menurutku kau terlihat begitu keren seperti seorang hero saat menghajar mereka satu-persatu. Yah meskipun akhirnya kau yang babak belur dan kita berdua harus berakhir menjadi penunggu gudang selama semalam karena mereka mengunci kita secara paksa disana.



Itu kenangan yang cukup manis bagiku. Karena sejak saat itu aku menjadi semakin dekat denganmu dan entah bagaimana akhirnya kita malah menjadi sepasang kekasih.



Lucu bila harus mengingatnya. Terutama saat aku dan kau harus merahasiakan hubungan aneh itu pada teman-teman kita, orang tua dan pada orang-orang lain di sekitar kita. Rasanya itu sangat berat. Saat itu aku betul-betul sangat mencintaimu Reita. Aku tidak ingin menutupinya karena bila itu kulakukan, itu sama saja dengan membohongi perasaanku sendiri. Kau juga mengerti hal itu. dan itu yang membuat kita tidak bisa tetap diam merahasiakan semuanya.



Kau memberitahukan hubungan kita pada orang tuamu dan orang tuaku. Tentunya mereka menjadi sangat marah dan akhirnya mengusir kita berdua. Mungkin bagi mereka kita ini hanya anak yang tidak berguna dan memalukan. Tapi aku tidak peduli asalkan aku tetap terus bersamamu.



Reita...



Apa perasaanmu padaku sungguh begitu besar?



Sampai-sampai saat kehilangan ingatan, kau masih bisa mencintaiku untuk yang kedua kalinya.



Padahal apakah kau tahu kalau aku sudah sangat banyak menyakiti hatimu?!



Aku yang membuatmu seperti ini. aku yang membuatmu mengalami kecelakaan itu dan aku juga yang menyebabkanmu harus kehilangan ingatan.



Tapi kau tetap setia padaku.



Aku memandang Reita yang tertidur dengan bersandar pada salah satu dinding di dekat pintu masuk. Aku menyentuh pipinya yang dingin. Entah sudah berapa lama ia tertidur disitu dan aku khawatir ia akan jatuh sakit.



Aku tidak tahu harus membangunkannya bagaimana. Dulu hal itu sangat mudah. Aku cukup mengecup bibirnya yang lembut agar ia terbangun dan akhirnya balas mengecup bibirku.



Tapi sekarang atau lebih tepatnya sejak dua tahun yang lalu aku tidak pernah lagi melakukan hal itu.



Reita bukan lagi orang yang kucintai.



Ada orang lain yang lebih kucintai dan itu membuatku harus mengkhianatinya.



Itu kesalahan pertamaku padanya. Setelah apa yang telah banyak ia perbuat untuk membahagiakanku, aku dengan begitu mudahnya berpaling dan mengkhianatinya.



“Gomenasai...”



Aku berbisik lirih, tapi itu sudah cukup membuatnya terbangun.



Reita tidak berubah. Meskipun ia melupakan segalanya, tapi ia tetap terbangun meskipun aku hanya sekedar berucap lirih padanya. Ia selalu peka dan menyadari keberadaanku. Lebih daripada itu, ia selalu paham dengan keinginanku dan bisa mengabulkannya dengan mudah. Reita itulah yang dulu sangat aku cintai. Seandainya saja orang itu tidak datang diantara kami, mungkin perasaanku padanya tidak akan pernah berubah.



“Ruki... kau sudah pulang..”



Aku mengangguk pelan di hadapannya. Reita bodoh. Ia selalu tidak bisa menggunakan kata-kata dengan benar. Kata-kata itu seharusnya ia ucapkan jika aku sudah tiba di rumah sepuluh jam yang lalu, dan bukannya saat aku pulang selarut ini.



“Kau tidak bertanya mengapa aku pulang selarut ini?” Tanyaku padanya.



Reita menggeleng dan tersenyum. “Kau sudah cukup lelah dan aku tidak mau membuatmu semakin lelah karena harus menjawab pertanyaan itu.”



Aku balas tersenyum padanya. Ada sesuatu yang menggeliat dalam perutku saat aku mendengar kata-kata tulus Reita itu. senyumku terulas palsu dan lebih seperti menertawakan diri sendiri. Mengapa aku harus mengkhianati laki-laki baik seperti dirinya..



Tanpa sadar aku memeluknya. Aku tahu saat itu Reita bingung dengan sikapku, tapi ia balas memelukku dan aku kembali bisa merasakan betapa hangat pelukannya dan membuatku sangat merindukannya.



~ ~ ~



Untuk pertama kalinya setelah aku kehilangan ingatanku, akhirnya tadi malam Ruki tidur bersamaku. Jangan pikirkan hal yang macam-macam. Kami hanya tidur bersebelahan tanpa melakukan apa-apa. Aku bahkan merasa tidak cukup pantas untuk menyentuhnya. Melihatnya ada di sampingku, itu sudah membuatku sangat bahagia.



Terlebih saat tadi malam kami mengobrol banyak hal. Ia menceritakan bagaimana aku ketika masih SMA. Dan menurutku ceritanya sedikit berlebihan. Aku tidak percaya saat ia mengatakan aku adalah idola para gadis-gadis. Mana mungkin aku yang seperti ini disukai para gadis. Tapi Ruki bersikeras mengatakan bahwa ia tidak berbohong. Wajahnya terlihat lucu sekali saat mencoba meyakinkanku.



“Kalau begitu kau beruntung karena akhirnya aku memilihmu.” Aku mengucapkannya sambil bercanda, tapi entah mengapa raut wajah Ruki berubah saat itu. seperti ada penyesalan yang tersirat dan hal lain yang aku tidak tahu pasti bagaimana harus menggambarkannya. Apa Ruki memang menyesal karena akhirnya memilih hidup bersamaku?



Mungkin sebelumnya ia telah banyak meninggalkan banyak hal dan itu semua ia lakukan semata karena aku. Lalu sekarang ia menyesal dan ingin lepas dariku tapi tidak tahu bagaimana caranya.



Tidak. aku rasa tidak seperti itu.



Kalau ia menyesal seharusnya ia sudah meninggalkanku sejak setahun yang lalu saat aku tidak ingat apa-apa termasuk tentang dirinya. Tapi toh ia tidak melakukan itu dan tetap menemani serta berusaha mengembalikan ingatanku.



“Reita.. kau tidak mendengarkanku ya..”



“Ah iya Ruki.. kau bicara apa tadi?” Tanyaku saat sadar bahwa sejak tadi Ruki sedang berbicara padaku.



Ruki memanyunkan bibirnya dan itu membuatnya nampak semakin menggemaskan.



“Tidak biasanya kau mengacuhkanku begini.”



“Hei, kau marah??” Godaku sambil mengacak rambutnya.



Ruki berusaha menghindar tapi akhirnya malah membiarkanku merangkul pundaknya dan membuat kepalanya bersandar pada bahuku.



“Kau mau kan menemaniku ke taman hiburan?! Sudah lama aku tidak kesana.”



“Taman Hiburan?? Kau mau kita kesana hari ini?!”



Ruki mengangguk. Dan wajahnya yang penuh permohonan seperti itu sama sekali tidak bisa aku tolak. Lagipula aku juga tidak ingat bagaimana rasanya pergi ke taman hiburan. Tidak ada salahnya aku kembali mencobanya untuk menyegarkan ingatanku.



~ ~ ~



Aku bahagia hari ini. entah sudah berapa lama aku tidak merasakan perasaan seperti ini. berada di samping Reita dan melakukan hal-hal menyenangkan bersamanya.



Sungguh aku tidak menyangka bahwa aku kembali bisa merasakannya. Meskipun mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.



Hari ini aku harus memberitahu Reita semuanya. Tentang perasaanku dan tentang orang lain di hatiku.



Tapi apakah aku cukup yakin dengan itu?



Apakah perasaanku ini tidak salah?



Lalu apakah nantinya Reita akan menerima?



Aku tidak mau kejadian setahun yang lalu itu kembali terulang. Aku menyayangi Reita meskipun mungkin aku sudah tidak mencintainya.



Tapi mengapa hari ini aku begitu sangat bahagia?



Perasaan bahagiaku ini beda dengan perasaan bahagia saat aku bersama orang itu.



Aku merasa ini lebih membahagiakan dan memang sejak dulu hanya Reita yang bisa membuatku tertawa lepas dan bahagia.



Kalau saja waktu itu ia tidak sibuk dan mengacuhkanku karena pekerjaannya, mungkin aku tidak akan pernah berpaling darinya. Aku kesepian saat itu. ia selalu pulang larut malam dan mengabaikanku karena lelah dengan pekerjaannya. Lalu orang itu muncul di hadapanku. Ia laki-laki baik yang sangat pengertian meskipun kesan awalnya seperti laki-laki pemarah yang kurang baik tabiatnya.



Tapi ia selalu bisa memberi perhatian tanpa banyak berkata-kata. Ia laki-laki hangat yang kuakui lebih hebat dari Reita dalam urusan bercumbu. Aku selalu terpuaskan olehnya meskipun setelah melakukannya aku merasa sangat menyesal dan bersalah pada Reita yang mencintaiku sepenuh hati.



Aku tahu Reita bekerja keras demi aku agar aku bisa mendapatkan apa saja yang aku inginkan tanpa merasa kekurangan. Dan hasilnya masih bisa aku rasakan sekarang. Selama ini aku hidup bukan dari bekerja melainkan dari uang tabungan Reita yang ia kumpulkan selama bekerja sebelum akhirnya ia mengalami kecelakaan.



Aku bekerja sebagai model salah satu brand punk style hanya untuk kepuasan batinku semata. Lagipula orang itu juga ikut membiayai hidupku karena aku adalah kekasihnya. Ia tahu tentang aku dan Reita.



Dan karena ia sangat pengertian makanya ia memberiku waktu untuk tidak buru-buru lepas dari Reita. Setidaknya sampai ingatan Reita kembali.



Tapi sekarang ia tidak bisa lagi menunggu dan memaksaku untuk cepat-cepat memberitahu Reita tentang segalanya. Sepertinya ia tahu bahwa Reita kembali mencintaiku untuk yang kedua kalinya. Dan orang itu menyalahkanku karena menurutnya akulah yang menyebabkan Reita seperti itu. Reita tidak akan kembali mencintaiku seandainya aku tidak memberikan perhatian yang terlalu besar kepadanya.



Yah aku memang salah.



Seharusnya saat ia lupa padaku, aku tidak mengenalkan diri sebagai Ruki kekasihnya melainkan sebagai sahabat atau mungkin adiknya saja.



Tapi saat itu kata-kata itu spontan keluar begitu saja.



Saat Reita tersadar dan bertanya aku ini siapa, aku spontan menjawab bahwa aku adalah Ruki.. kekasihnya selama ini.



Entahlah, tapi aku selalu bahagia mengatakan bahwa aku adalah kekasih dari seorang Reita.



Lalu kenapa saat ini aku ingin berpisah darinya?

Padahal aku cukup bahagia bahkan sangat bahagia saat bersama dengannya.



Aku bingung dengan perasaanku sendiri.



Mungkin aku egois karena aku ingin mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari dua laki-laki sekaligus.



Walaupun sekarang aku harus memilih salah satu diantara mereka.



Dan aku sudah mengambil keputusan itu.



Tentang siapa yang akan aku pilih..



~ ~ ~



Lagi-lagi Ruki bersikap aneh.

Hari ini ia begitu bersemangat mengajakku ke taman hiburan.



Dan setelah melewati beberapa rangkaian kegiatan yang menyenangkan, ia kembali menjadi orang yang dipenuhi kebingungan.



Entah apa yang ia pikirkan.

Apa ia tidak bahagia pergi bersamaku hari ini?

Ataukah ada hal lain yang mengganggu pikirannya saat ini?



Aku ingin bertanya langsung, tapi aku tidak punya keberanian untuk itu. yang bisa kulakukan hanyalah menunggu sampai ia mengungkapkannya sendiri kepadaku.



Sesaat aku melihat Ruki seperti letih dan berjalan gontai dengan menyeret kakinya. Aku tahu ia tidak bisa berjalan terlalu lama karena tidak biasa melakukan itu. tidak ada yang bisa kulakukan selain meminjamkan punggungku padanya. Aku terbiasa menggendongnya dari lift apartemen sampai menuju apartemen kami dan berakhir di kamarnya.



Ruki menjatuhkan kepala dan menempelkan wajahnya di pundakku. Biasanya ia berkata bahwa ia bisa merasakan detak jantungku saat berada sangat dekat seperti itu. dan aku pun merasakan detak jantungnya. Hal itu sangat menyenangkan bagiku dan aku berharap ia juga merasakan hal yang sama.



Kami tiba di depan pintu apartemen saat laki-laki itu berdiri tidak jauh dari sana. Seorang laki-laki berwajah tenang dan sangat dewasa. Entahlah, tapi sepertinya aku pernah tahu siapa laki-laki itu.



Ruki menjadi gugup saat melihatnya dan memaksa turun dari punggungku. Aku masih tidak tahu mengapa ia bersikap seperti itu. dan laki-laki itu..



“A.. Aoi.. kau disini?!” Ruki berkata gugup.



“Iya aku menunggu kalian. Ini sudah waktunya, Ruki.”



Aku tidak mengerti ucapan laki-laki bernama Aoi itu. meskipun aku masih tidak ingat siapa dia, tapi aku merasakan firasat aneh bahwa sesuatu akan terambil dariku untuk selamanya.



~ ~ ~



Aoi?! Ia ada di situ! Bagaimana mungkin?!

Padahal aku sudah berkata padanya bahwa jangan temui aku di apartemen Reita, tapi ia malah menampakkan diri disana. Tepat saat aku sedang bahagia menikmati punggung hangat dan lebar milik Reita.



Ia berkata bahwa ia menungguku dan Reita. Aku tahu apa yang dimaksudnya. Tapi bukan ini yang aku harapkan. Aku ingin berbicara sendiri pada Reita tanpa perlu ia hadir di antara kami.



Ah sudahlah, mungkin ini memang sudah jalannya.



Reita membuka pintu apartemen dan mempersilahkan kami masuk. Sesaat baik aku, Aoi dan Reita sendiri bersikap sangat kaku seperti orang yang belum saling mengenal.



Reita menatap Aoi dengan sedikit bingung.



Yah aku tahu apa yang ada di pikirannya. Ia pasti bertanya-tanya siapa Aoi.



“Ng.. Rei.. ini Aoi.” Aku berusaha mengenalkan Aoi padanya. Ia tersenyum dan mengulurkan tangannya dengan bersahabat.



Aoi balas menjabat tangannya dengan senyumnya yang entah bagaimana, antara berusaha ramah namun juga tidak terlihat tulus. Aku tahu Aoi tidak membenci Reita. Tapi mungkin karena aku, ia menjadi tidak terlalu suka dengannya. Selama ini bahkan akhir-akhir ini aku menjadi lebih banyak membicarakan tentang Reita saat kami bersama. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan orang lain yang bisa membuat Aoi cemburu. Tapi aku tidak sadar telah melakukan itu. aku tidak sadar bahwa aku sedang membicarakan Reita di depan Aoi dan seolah-olah menganggap Reita adalah segalanya.



“Rei.. Aoi ini.. temanku.”



Entahlah apa yang Aoi pikirkan saat aku berkata seperti itu. aku tidak berani menoleh hanya sekedar untuk menatap wajahnya. Aku hanya bisa mengalihkan tatapanku pada hal-hal lain.



“Iya aku tahu.” Reita berkata ringkas. “Tunggulah disini, aku akan menyiapkan makanan kecil dan minuman agar kita bisa mengobrol lebih akrab.”



Oh Rei.. pikiranmu sangat polos saat ini. aku tidak tahu apakah obrolan kita nantinya akan membuat kita menjadi lebih akrab atau malah sebaliknya.



~ ~ ~



Sepertinya laki-laki itu, Aoi adalah teman dekat Ruki. Aku masih tidak ingat ia siapa, tapi aku yakin dulu aku cukup mengenalnya.



Ah sudahlah, mungkin seiring berjalannya waktu aku akan kembali mengingat semuanya.



Tapi ada yang aneh dengan sikap Ruki. Yah, belakangan ini ia memang aneh, tapi sikapnya menjadi lebih aneh saat Aoi muncul di hadapan kami.



Dan laki-laki itu, Aoi terus menatapnya. Bukannya aku tidak suka jika ada orang lain yang menatap Ruki seperti itu, tapi aku hanya merasa takut untuk hal-hal yang aku sendiri tidak tahu apa.



Oh sial. Tidak ada satupun yang aku temukan di kulkas saat ini. aku harus membeli sesuatu di mini market, walaupun sebenarnya aku tidak ingin pergi saat ini.



“hanya sebentar Ruki.” Ucapku padanya.



Ruki seperti tidak mengijinkan. Tapi aku menatapnya dalam. Tanpa berkata apa-apa. Ruki lebih mengerti saat aku menatapnya daripada aku harus berkata padanya. Ia mengerti bahasa tubuhku yang begitu minimalis, seolah kami bicara dari hati ke hati. Dan ia pun mengangguk pelan, melepaskan genggamannya dari tanganku.



Tenanglah Ruki, aku tidak akan meninggalkanmu.



Setidaknya bukan untuk saat ini.



Saat aku betul-betul sangat mencintaimu.



Mungkin ini untuk yang kedua kalinya.



Aku tidak akan pernah melupakanmu seperti dulu lagi.



~ ~ ~



Entah apa yang Aoi pikirkan saat aku tidak mengijinkan Reita pergi dan terus menggenggam tangannya.



Apakah aku menyakitimu Aoi?



Tapi saat ini aku lebih sakit karena mengetahui Reita lebih banyak tersakiti karena ulah kita. Aku ingin mengakhiri semuanya Aoi. Entah aku harus mulai darimana. Semuanya terasa manis. Tapi aku tidak bisa terus menjalaninya.



“Ruki.. kau ini kenapa?”



“Kenapa bagaimana?” Aku balik bertanya pada laki-laki itu.



“Kau terus-terusan memberi perhatian padanya. Padahal kita sudah membicarakan ini sebelumnya.”



“Aku tahu itu Aoi.”



“Lalu sekarang bagaimana? Semuanya kembali seperti semula. Aku tahu laki-laki itu kembali mencintaimu. Tatapan matanya padamu yang memberitahuku.”



Iya Aoi. Kau memang benar. Itulah kesalahan kedua yang kulakukan pada Reita. Aku membiarkan perasaan laki-laki itu kembali tumbuh padaku.



Dan sekarang aku harus menebangnya.



Tidak.



Itu terlalu tidak adil untuk Reita.



Aku menyemai benih cinta padanya, menyirami benih itu hingga tumbuh menjadi pohon subur berdaun rimbun yang melindungiku dari sengatan matahari yang kejam. Tapi aku harus menebang pohon itu karena menghalangi pandangan dan jalanku.



Apakah aku harus dua kali melakukan hal yang kejam seperti itu. aku tidak bisa meninggalkan Reita.



“Aoi maafkan aku..” Ucapku lemah.



Aku tahu Aoi bisa menangkap apa maksudku.



“Tidak Ruki. Ini sudah terlalu lama. Aku sudah cukup bosan menunggumu. Apa kau tahu bagaimana perasaanku saat aku yang begitu mencintaimu harus merelakan kau disini bersama dia?!”



Aku menggeleng. Bukannya aku tidak paham dengan perasaan Aoi itu. justru karena aku paham makanya aku mengerti bahwa saat itu Reita sangat tersakiti.



Dua tahun yang lalu aku mengenal Aoi. Kami menjadi sangat sering bertemu karena bekerja di tempat yang sama. Aoi memberiku perhatian lebih disaat aku sangat membutuhkan perhatian dari Reita yang saat itu lebih sibuk dengan pekerjaannya. Aoi bisa menggantikan posisi Reita dengan baik dengan caranya sendiri. Dan karena itu aku perlahan mulai mencintainya dan perasaanku pada Reita menjadi luntur.



Awalnya aku merahasiakan itu dari Reita. Tapi seiring berjalannya waktu, Reita menyadari ada yang berubah denganku. Dan akhirnya ia tahu hubunganku dengan Aoi.



Sebenarnya saat itu aku berharap ia marah padaku. Tapi ia tidak marah dan hanya diam.



Aku semakin tidak tahan dengannya. Sikapnya yang menggantungku membuatku semakin ingin pergi darinya dan hidup bersama dengan Aoi. Aku mengutarakan niat itu, aku ingin pergi dari apartemennya dan pindah ke apartemen Aoi seperti yang selama ini Aoi dan aku inginkan.



Tapi Reita memohon hingga bersujud padaku.



“Jangan pergi Ruki... kau boleh mengacuhkanku, menganggapku tidak ada, tapi tetaplah disini bersamaku.. aku mohon..”



Tidak ada yang bisa aku katakan saat itu. Reita bodoh. Bagaimana aku bisa mengacuhkannya jika aku tetap tinggal bersamanya.



“Aku akan tidur di kamar lain jika kau tidak suka aku tidur di sampingmu, tapi kumohon jangan pergi dari sini..”



Baiklah Reita, aku mengabulkan keinginanmu itu. mungkin kita bukan lagi sepasang kekasih, tapi aku tetap menyayangimu dan berharap bisa terus menyambung hubungan sebagai sahabatmu.



Sejak saat itu kehidupanku sedikit berubah. Aku memang tinggal bersama Reita, tapi hubungan kami menjadi sangat kaku, tidak akrab lagi seperti dulu. Aku tidak bisa bercanda lepas dengannya dan aku merasakan kehilangan sesuatu.



Aoi sering datang mengunjungiku di tempat Reita. Kami bahkan tidak segan-segan melakukan banyak hal termasuk bercinta disana. Tadinya kami bisa mengontrol dan melakukannya saat Reita sedang tidak ada, tapi semakin lama kami makin seenaknya. Aku yang terlalu asik dengan Aoi tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Reita yang sebenarnya. Aku terlalu disibukkan dengan Aoi dan lupa bahwa Reita masih sangat mencintaiku.



Saat itu Reita masuk ke dalam apartemen saat aku dan Aoi tengah bercumbu dengan penuh nafsu. Reita meminta maaf karena kedatangannya membuat kami terganggu. Lalu ia pergi begitu saja dengan kehampaan. Aku merasa semakin kehilangan dirinya yang begitu hangat dan selalu dipenuhi canda tawa.



Perasaanku menjadi semakin tidak enak saat Reita pergi begitu saja. Aku merasa seperti mengusirnya dari rumahnya sendiri. Dan karena itu aku kehilangan mood untuk bercinta dengan Aoi. Aku memintanya untuk pulang saja. Aku tahu saat itu Aoi kesal.



Sama seperti saat ini.



“Ruki kau tidak mendengarkanku.” Ucap Aoi menyadarkanku dari lamunan kenangan masa lalu.



“Maaf Aoi. Tapi aku belum bisa memutuskan sekarang. Aku butuh waktu.”



“Lagi?!! Sampai berapa lama?!! Kau tahu hasilnya akan sama saja dan akan lebih menyakitkan.”



Aku menundukkan wajah di hadapan Aoi. Terlalu takut jika ia sampai membaca isi hatiku.



“Ruki.. kau.. jangan-jangan...”



Yah Aoi. Aku tahu kau mulai menyadarinya.



Aoi mengepalkan tangannya dan meninju udara kosong. Ia kesal. Aku tahu itu.



Beberapa detik setelahnya, ia menyentuh kedua pundakku dengan kedua tangannya yang besar dan hangat. Ia menghadapkanku menatapnya, menyentuh kedua pipiku dan mendongakkan wajahku. Tatapan sama yang sering dilakukan Reita padaku. Hanya dengan tatapan itu aku tahu ia bisa menelanjangi isi hatiku dan membacanya dengan mudah. Aku tidak pernah berhasil menyembunyikan perasaanku dan itulah kelemahanku.



“Kau tahu kalau aku mencintaimu kan Ruki..”



Aku mengangguk.



“Lebih besar daripada apapun juga..”



Lagi-lagi aku kembali mengangguk.



Dan aku merasa bersalah karena itu. aku menyakiti hati dua orang yang sangat aku cintai. Kau dan Reita. Aoi maafkan aku...



Saat itu aku tidak bisa mencegah saat Aoi mulai mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku dengan sangat dalam. Bodoh, kenapa aku bisa begitu bodoh??



Tidak seharusnya aku membiarkan itu terjadi. Disini. Di tempat Reita. Dan saat Reita telah kembali membawa bungkusan belanjaan berisi minuman dan makanan kecil.



Reita melihat saat Aoi menciumku.



Matanya yang dipenuhi tanda tanya dan keterkejutan itu membuatku tidak bisa mengatakan apa-apa.



Reita mundur dari posisinya berdiri. Aku tahu apa yang ia pikirkan saat ini.



Tidak Reita.



Ini tidak seperti yang kau lihat..



Kumohon jangan pergi Reita...



Aku terus memohon itu dalam hatiku.

Namun sosok itu sudah menghilang dari hadapanku sebelum aku sempat berkata apa-apa.



~ ~ ~



“Kau tahu kalau aku mencintaimu kan Ruki..”



“Lebih besar daripada apapun juga..”



Aku mendengar suara itu. suara Aoi.



Kata-kata yang begitu jelas itu tidak serta merta membuatku sadar pada kenyataan sampai aku melihat semuanya. Melihat saat mereka berciuman mesra.



Aku sudah pernah melihat hal itu. sering kali. Dulu. Dulu saat aku belum kehilangan ingatanku. Aku mengingatnya meskipun belum seluruhnya.



Karena keterkejutan itu aku memutuskan pergi. Aku ingin menyendiri dan berusaha menyusun puzzle-puzzle memoriku. Aku ingin mengetahui kebenarannya tentang siapa aku, Ruki dan laki-laki itu.



Aku kembali ke tempat itu. Tempat dimana aku dan Ruki sering menghabiskan waktu bersama sejak kami masih sama-sama di SMA. Aku mengingatnya dengan cukup jelas. Ayunan dan papan perosotan yang sama. Kami sering duduk di salah satu bangku dan memperhatikan bocah-bocah kecil bermain dengan alat-alat permainan itu. tidak jarang Ruki ikut bermain bersama mereka dan memaksaku juga ikut menemaninya.



Saat itu aku betul-betul menyukaimu Ruki. Perasaan cintaku tumbuh karena rasa sayang dan suka yang begitu besar. dan itu tidak berubah. Sampai sekarang, meskipun aku sempat melupakanmu, tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa ini darimu.



Ingatan itu bukan hilang dariku. Aku hanya berusaha menguburnya Ruki. Aku menguburnya karena aku tidak ingin mengingatnya. Mengingatmu meninggalkanku karena Aoi, mengingatmu lebih mencintai dia daripada aku, mengingatnya menyentuhmu dengan seenaknya dan mengetahui betapa kau sangat menikmati hal itu. itu ingatan yang menyakitkan dan aku berusaha melupakannya. Aku hanya ingin mengingat bahwa kau Ruki kekasihku, milikku dan satu-satunya harta yang paling berharga bagiku.



Ruki... mengapa kau lakukan ini padaku? Seharusnya tidak kau tumbuhkan kembali cintaku padamu setelah aku berhasil kehilangan ingatan tentangmu bila akhirnya kau akan kembali menjatuhkanku. Kau tetap miliknya. Bukan lagi kekasihku. Seharusnya aku tahu itu dan membiarkanmu pergi bersamanya.



Aku tidak perlu menahanmu tinggal bersamaku. Itu menyakitkan. Menyakitkan saat aku hanya bisa melihat wajahmu yang polos saat sedang tertidur. Aku ingin menyentuhmu saat itu, tapi aku merasa sudah tidak berhak lagi atas dirimu.



Semua memang salahku. Aku terlalu sibuk dan mengabaikanmu hingga kau berpaling padanya. Wajar saja bila aku harus kehilangan cintamu. Ruki.. aku tidak pantas menyalahkanmu atas semua ini. akulah yang bersalah dan aku pantas menerima akibatnya.



Aku sudah mengingat semuanya Ruki. Semuanya..



Kenangan manis kita dan saat-saat indah kita. Aku bisa mengingatnya sebaik saat aku mengingat saat dimana kau mulai berubah dan meninggalkanku.



Seandainya perasaan manusia bisa kekal. Seandainya aku bisa membuatmu tetap mencintaiku...



Ruki... aku sudah tidak punya siapa-siapa yang membuatku bertahan di dunia ini.



Aku lemah. Saat itu aku tidak mengalami kecelakaan melainkan membiarkan diriku memang celaka. Aku berharap aku bisa secepatnya meninggalkan dunia dan melupakanmu. Tapi mengapa takdir berkata lain? Aku selamat dan tetap bersamamu. Kau begitu memperhatikanku sampai aku harus mencintaimu untuk kedua kalinya.



Tidak Ruki. Aku tidak bisa lagi menahan rasa sakit dengan lebih lama. Percuma aku bertahan bila akhirnya kau akan tetap pergi meninggalkanku.



Selamat tinggal Ruki...



Aku sungguh mencintaimu...



~ ~ ~



Kumohon Reita..

Jangan lakukan hal bodoh lagi seperti waktu itu.



Aku menyadari kesalahanku dan perasaanku.



Aku hanya mencintaimu Reita..



Kau cinta sejatiku.



Aoi hanya cinta sesaatku. Aku mencintainya karena ia muncul di saat aku kehilangan sosok dirimu. Dan sekarang aku tidak mau lagi harus kehilanganmu.



Dimana kau Reita? Kembalilah...



Aku akan menyalahkan diri sendiri jika hal yang buruk kembali terjadi padamu.



“REITAAAAA..!!!!!!”



Aku berteriak saat melihat sosok itu berdiri di ambang pagar jembatan tinggi yang di bawahnya adalah pusaran air laut dari sebuah teluk.



Tidak. jangan pergi Reita.



Aku akan melakukan hal yang sama jika kau melakukannya.



“REITAAAAAAAAAAAAAA..!!!!!”



Kali ini aku berteriak lebih keras. Ia mendengar teriakanku dan menoleh.



Aku hanya menatapnya. Bahasa tubuh yang sangat minimalis namun lebih bisa menyampaikan perasaanku daripada sekedar kata-kata.



Reita menggeleng.



“Pergi Ruki!! Jangan dekati aku!! Kembali saja padanya!!”



“Tidak mau!! Aku mencintaimu Reita!! Sama seperti waktu itu!! Tidak berubah!!”



Tidak. Ruki berbohong. Aku tahu ia berbohong. Ia mengatakan itu semata karena tidak mau melihatku melakukan hal bodoh dengan menghilangkan nyawaku. Maaf Ruki.. tapi aku sudah mengambil keputusan.



Aku berharap kau akan bahagia dengan laki-laki itu.



Bodoh. Reita bodoh. Dan aku juga bodoh karena mencintai laki-laki bodoh seperti itu. tapi karena ia bodoh makanya aku semakin mencintainya.



Reita, kalau kau memang bersikeras melakukan itu.. aku juga akan melakukan hal yang sama.



“Rei, lihatlah ini Rei!!! Aku juga akan ikut mati bersamamu!!!”



Aku pucat melihatnya. Ruki apa yang kau lakukan?? Mengapa kau ingin melakukan hal sama seperti yang ingin aku lakukan? Jangan Ruki. Air laut itu dingin dan akan menyakiti tubuh mungilmu bila kau terjatuh di dalamnya. Air laut itu akan membuatmu kehilangan nafas saat mulai berpusar dan menenggelamkan tubuhmu di dasarnya. Aku tidak mau itu terjadi.



“Ruki jangan lakukan itu!!!”



“Tidak! Aku tetap akan begini kalau kau juga tidak mengurungkan niatmu!!”



“Apa kau sungguh-sungguh?!!”



“Tentu saja bodoh. Memangnya aku terlihat bercanda saat ini?!!”



Ruki memberiku pilihan yang sulit. Jika ia serius ingin melakukan ini, apakah ucapannya yang tadi juga serius??



Tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. aku harus mengurungkan niatku dan menariknya dari pinggir jembatan tempat dimana ia berdiri dan bersiap melompat saat ini.



Ruki tersenyum saat melihatku mengurungkan niat untuk mengakhiri hidup. Kau menang Ruki. Aku selalu luluh dengan ucapanmu. Laki-laki manis itu baru saja akan melakukan hal yang sama sepertiku. Ia ingin memanjat pagar pembatas jembatan, namun karena tidak hati-hati akhirnya ia terpeleset. Ya aku melihatnya seperti itu. dan reflek saja setelahnya aku yang sudah berada dekat dengannya langsung meraih tangannya.



Untunglah berhasil tertangkap.



Meskipun saat ini posisi kami sama sekali tidak menguntungkan. Ruki bergelantungan di pinggir jembatan dengan diriku berusaha menarik tubuhnya dengan kedua tangan. Rasanya sangat berat dan pegangan tanganku padanya menjadi sangat licin. Aku tidak mau kehilangan dirimu Ruki...



“Rei.. jangan lepaskan aku.. aku takut..”



“Tenanglah Ruki, aku akan terus memegangmu dan menarikmu dari sini. Bertahanlah sebentar..”



“Aku tidak mau mati sekarang Rei... aku masih ingin terus bersamamu... aku mencintaimu.. maafkan aku...”



“Sudah jangan ucapkan apa-apa. Aku tahu itu.” Aku berusaha mati-matian menarik tubuhnya. Aku juga tidak mau kehilangan dirinya. Tidak untuk saat ini. aku masih ingin hidup dengannya sampai beberapa puluh tahun lagi.



Meskipun aku berusaha mati-matian, namun ini tetap sulit. Aku sudah tidak bisa menahannya. Aku terlalu lapar dan kehilangan banyak tenaga karena tadi terus berlari. Kumohon... jangan ambil dia dariku.. aku mohon...



Saat itulah sosok itu hadir dan mengulurkan tangannya yang besar untuk ikut menarik tubuh Ruki.



Ruki tertolong. Dan aku bersyukur karena itu.



Namun kebahagian itu mungkin tidak akan berlangsung lama. Sosok itu ada diantara kami. Dan sebentar lagi aku akan tahu sebenarnya siapa yang akan Ruki pilih.



Aku lepas dari jerat maut. Baru kusadari bahwa berada diambang kematian itu sama sekali tidak menyenangkan. Kenyataan bahwa kita akan kehilangan segalanya membuatku merasa sangat takut. Hal yang kutakutkan pertama kali adalah jika aku harus berpisah dari dirinya..



Reita dan Aoi berdiri di hadapanku. Mereka bekerjasama untuk menolongku. Aku tahu mereka memiliki perasaan yang sama besar padaku. Tapi aku harus memilih satu diantara mereka.



Aoi menatapku, wajah yang penuh pengharapan. Namun tidak demikian dengan Reita, ia berpaling dariku.



Meskipun demikian, aku tahu perasaan Reita semakin dalam padaku.



“Aoi... maaf...”



Hanya dengan sedikit kata itu sepertinya Aoi sudah cukup mengerti meskipun ia tidak bisa menyembunyikan kekecewaan di wajahnya.



Reita tetap berpaling padaku. Kau manis saat bersikap seperti itu Rei..



Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak memeluknya.



Terserah ia ingin berpikir apa saat ini.



“Aku hanya mencintaimu..”



Aku.. apa aku masih tidak percaya dengan ini..

Ruki mengacuhkan Aoi dan memilih untuk memelukku. Sesaat aku hanya terdiam tanpa membalas memeluknya.



Namun ia terus memelukku dan mengatakan bahwa ia mencintaiku..



Apa aku tidak bermimpi??



Tidak.. ini nyata.

Ruki terasa sangat nyata. Tubuh, wangi tubuhnya, hembusan nafas dan detak jantungnya. Ini memang Rukiku. Ruki yang selalu aku cintai.



Aku balas memeluknya lebih erat. Tidak sanggup berkata apa-apa. Atau aku tidak ingin berkata apa-apa karena tidak ingin kehilangan moment untuk terus memeluknya.



Sepasang mata tajam itu menatap kami. Tentunya ia merasa kecewa, tapi sepertinya ia bisa merelakan itu bila itu yang terbaik dan membuat Ruki yang dicintainya bahagia.



Aoi menepuk pundakku dan berbisik di telingaku.



“Jaga dia baik-baik.. aku akan sangat berterimakasih karena itu. dan buatlah Ruki selalu tersenyum.”



Aku mengedipkan mata dan tersenyum padanya. Membiarkannya pergi sementara aku masih terus memeluk Ruki.



Wajar saja jika Ruki sempat mencintainya. Laki-laki itu memang tulus mencintainya dan lebih rela mengorbankan perasaannya jika itu membuat Ruki bahagia.



Tapi mulai saat ini aku berjanji pada diriku sendiri, Aoi. Aku akan terus membuat Ruki mencintaiku dan tidak akan membiarkannya kembali mencintaimu.



Karena rasa cintaku padanya lebih besar daripada rasa cintamu terhadapnya.



Memories

~Finish~



Hkahkahkahkaa… 1 Shot yg panjang ya…. XDD



Komen sangat amat diharapkan ^^/



Uruha: Kok aku gak ada ya... gak adil!!!! Aku yang bohay keak gini gak dimasukin dlm cerita. Ciih, gak seru!!

Kai: Aku jugak gak ada!!! Tapi mending dirimu Uru. Aku klopun ada dlm fic kakak beradek ini, tapi selalu jadi tokoh penyemarak aja!! Gag pernah jadi tokoh utama T^T

Keka: *eyus2 pipi Kai* nyaa.. kamu kan swami Keka Kai. Masa’ mo dijadiin korban fic yaoi jugak >.<

Kai: ya udah, bikin aku jadi sememu aja. Jangan Tsukasa itu mulu yg jadi sememu!!!! *ngamuk2*

Keka: bisa diatur itu... ^^



Ruki: *baca fic* balada jadi uke... napa selalu aku yg jadi uke na?!!!!!!!!

Rei: terimalah nasibmu hanii..

Aoi: lagi2 aku jadi pria mesum, udah gitu patah hati pulak!! Dasar kakak adek kurang ajyar!! *kirim rudal*

Emiru-Keka: *ngabuuuuuuuuuuuuuuurr*

0 komentar:

Posting Komentar