Last Vampire -One Nightmare-


Title: Last Vampire -One Nightmare-
Author: -Keka-
Chapter: 1 Shot
Fandom: Jrock - 新興宗教楽団NoGoD
Genre: Thriller & Fantasy

* * *

Derap langkah terdengar samar, perlahan-lahan namun semakin cepat.. cepat... dan cepat. Seperti menghindari sesuatu, gelisah dan tertekan oleh sebuah ketakutan abstrak.

Langkah-langkah itu tak lagi terdengar samar. Jelas bagaikan menggema di telinganya. Ia menerawang sekelilingnya, keadaan yang asing, susunan bangunan kokoh, namun tak terawat.

Dimana ia berada saat ini?

Langkah-langkah itu bukan langkahnya. Ada orang lain di sana. Bukan satu melainkan dua.

Langkah pertama berusaha menghindari langkah-langkah lainnya.

Dimana?

Ia menajamkan pandangannya, telinganya dan indera lain dari tubuhnya. Mengitari bangunan itu, bangunan yang nampak seperti sebuah mansion tak terawat dengan keadaan yang sudah tak layak. Penerangan dari bulan purnama di malam hari menyorot masuk melalui jendela-jendela yang terbuka sebagian karena rusak. Plester tembok nampak terkelupas, retak dan ubin lantai hancur di beberapa bagian.

Berhati-hati sekali ia melangkahkan kakinya menaiki tangga. Keadaan mansion itu memaksanya tidak bisa terburu-buru. Ada banyak ruangan disana dan keadaan lorong-lorong yang gelap memaksa matanya bekerja ekstra keras.

Namun ia tak bisa lebih lambat lagi dari ini. Teriakan panjang memohon pertolongan, memaksanya mempercepat langkah.

Matanya mulai terbiasa dalam kegelapan, namun ia tetap tak mampu melangkahkan kaki dengan baik. Keadaan asing itu membuanya tak tahu harus kemana. Hanya insting alaminya yang bekerja, mencari sumber suara yang tak kunjung ditemukannya.

Seberapa luas dan besar mansion ini?
Mengapa ia serasa berputar-putar saja dan tak kunjung menemukan pemilik teriakan panjang dan langkah-langkah ketakutan itu?

Sekali lagi ia mempercepat langkahnya, lebih cepat lagi saat suara-suara teriakan itu terdengar semakin jelas di telinganya. Namun langkahnya terhenti saat sesuatu membuatnya tersandung jatuh. Sesuatu yang cukup besar. Ia meraba-raba sesuatu itu dalam kegelapan, dan merasakan bahwa sesuatu itu adalah sekujur tubuh yang mulai kaku, masih hangat, namun nafasnya tak lagi terdengar.

Ada cairan kental yang tersentuh tangannya. Ia tak mampu melihat lebih jelas, hanya dapat merasakan tajam bau anyir itu saat merasuk ke dalam indera penciumannya.

Darah.
Ia baru saja menyentuh darah.

Darah yang masih terasa segar. Darah itu milik tubuh yang saat ini terbujur kaku di hadapannya. Ia masih berusaha tenang, namun tentu saja tetap tak mampu menyembunyikan paras ketakutannya. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia harus pergi dari tempat ini, mungkin ada sesuatu yang berbahaya akan menghadangnya. Namun sifat ingin tahu dan jiwa kemanusiannya, memaksanya untuk tetap tinggal dan kembali bangkit menapak pada lorong-lorong mansion.

Nafasnya semakin memburu. Ia bisa merasakan itu... ketakutan itu.. ketakutan dari seorang wanita dalam keputusasaan yang mendalam.

Aku harus menemukannya.

Tekad itu ia tanamkan dalam hati. Ia meraba sekelilingnya dan menemukan sebuah lentera kecil. Dengan keragu-raguan ia mencari sesuatu di saku baju, celana dan jaketnya.

Ada. Ternyata aku masih membawa ini di saku jaketku.

Sebuah zippo.
Ia mencoba menyalakan api dari benda itu setelah berkali-kali menemui kegagalan, namun untunglah... Untunglah masih menyala. Lentera kecil itu kini menjadi satu-satunya penerangan untuknya. Dengan langkah tertatih-tatih ia berjalan, mendekati sebuah ruangan yang ia yakini adalah tempat dari segala sumber suara teriakan yang ia dengar. Ruangan itu sudah dekat.. makin dekat... dekat... dan sekarang ada di hadapannya. Ia mendorong pintunya yang tidak tertutup rapat, berharap tidak ada sesuatu yang gawat.

Namun rintihan pilu itu tak mungkin pertanda baik. Ia mendengar seseorang seperti memohon pengampunan dalam ketakutan dan keputusasaan. Jantungnya memompa darah lebih cepat saat pintu yang di dorongnya mulai terbuka perlahan dan membuatnya mampu melihat keadaan ruangan itu.

Seperti sebuah kamar. Dan di kamar itu, ia melihatnya...

Bayangan sosok berpakaian hitam dalam kegelapan dengan taring yang tajam, menancapkan taring-taringnya pada leher seorang wanita dan menghisap darahnya, lalu merobek perut wanita itu dengan kuku jarinya yang tajam dan menarik keluar isi perutnya sambil terus menegak darah wanita itu dengan penuh kenikmatan.

Jantungnya berhenti mendadak melihat pemandangan itu. Ia mundur dari posisinya dan nyaris merosot dari posisinya yang masih berdiri memegang lentera kecil di tangannya. Berusaha tetap sadar dan mencerna dengan akal sehat apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Lari dan pergi dari tempat itu.

Namun belum sempat ia melakukannya, sosok mahkluk itu telah menolehkan wajahnya dan mengarahkan sorot matanya yang tajam menyala pada dirinya.

Seperti tertusuk sesuatu yang tajam, ia tertohok terkejut dan spontan menjatuhkan lentera di tangannya. Hanya dalam sekejap mata, api dari lentera itu membesar dan membakar apapun yang ada di hadapannya. Sosok berpakaian hitam itu masih terlihat diantara jilatan api. Meskipun tampak samar, namun ia yakin tidak ada ketakutan yang ditunjukkannya. Pria berpakaian hitam itu hanya menyeringai dingin tanpa menunjukkan wajahnya secara keseluruhan. Rambut panjangnya yang hitam berkilau dengan sempurna menutupi sebagian wajahnya.

Ia seperti mengenali sosok itu...

Tapi siapa...

Dengan keras ia berusaha mengingat, namun kobaran dari jilatan lidah api itu membuatnya merasakan panas yang menusuk dan menyengat membakar kulitnya. Ia gelisah dalam ketakutan dan bergerak secara berlebihan hingga ia merasakan sentuhan hangat itu di wajahnya.

"Kyrie...

Sadarlah...

Kau baik-baik saja kan?!"

Kedua matanya terbuka nyaris melotot.

Tidak ada api.
Tidak ada mahkluk berjubah hitam itu.

Ia berada di kamarnya sendiri.
Lebih tepatnya berbaring di ranjangnya.

Sosok itu memandangnya dengan kebingungan. Matanya membulat besar dengan tangan yang coba ia lambai-lambaikan di hadapan wajahnya.

"Kyrie..."

Karin menyapanya dan masih berusaha menariknya lagi dalam kenyataan.

"Warui no Yume desu ne?!"

Hanya anggukan kecil yang coba Kyrie lakukan untuk menjawab pertanyaan Karin.

"Tenang... itu hanya mimpi buruk.. tidurlah lagi. Ini masih pukul 3 pagi. Aku gelisah sekali mendengarmu berteriak dalam tidur. Memangnya kau bermimpi apa?"

Kyrie tidak serta merta langsung menjawab. Ia masih terlalu bingung, terlebih karena mimpinya terasa nyata sekali.

"Baiklah, ceritanya nanti saja kalau kau sudah tenang. Sekarang tidur saja lagi. Oyasuminasai Kyrie." Karin mencium kening sahabatnya itu dan kembali menuju tempat tidurnya sendiri.

Kyrie masih mematung di tempatnya. Ia tidak yakin apa masih bisa melanjutkan tidur setelah mengalami mimpi yang tadi.

Siapa dia... Aku yakin aku mengenalnya... Tapi siapa...?

* * *

Kyrie baru saja akan pergi saat K datang dan membawa surat kabar terbaru pagi ini.

"Buru-buru sekali. Kau mau kemana pagi-pagi begini?" Tanya K pada Kyrie.

Kyrie hanya menunjukkan modul-modul tebal yang menunjukkan bahwa ia akan pergi ke kampus pagi ini.

"Repot ya anak kuliahan.."

"Tidak juga. Setidaknya tidak serepot dirimu yang harus mengantar surat kabar setiap pagi."

"Kau menyindir pekerjaanku Kyrie-kun?! Ini kan hanya sampingan. Lagipula aku butuh banyak uang untuk hidup."

Kyrie tersenyum pada sahabatnya itu. "Aku hargai kerja kerasmu K. Kemarikan surat kabar itu, aku ingin membacanya sebelum berangkat ke kampus dan melakukan presentasi makalah penelitianku."

K menyerahkannya, namun belum sempat Kyrie membaca, Shinno telah datang dan memaksanya cepat-cepat menuju kampus.

"Tinggalkan surat kabar itu, Kyrie! Ada kejadian heboh yang mengguncang kampus kita."

Kyrie baru ingin bertanya 'apa?' namun Shinno sudah menarik tangannya dan tidak memberi kesempatan baginya untuk bertanya.

"Mereka buru-buru sekali, apa tidak ingin sarapan terlebih dulu.."

"Biarkan saja Karin-chan. Sini berikan sarapan itu padaku, aku lapar sekali." Tanpa mendengar persetujuan Karin, K sudah menarik nampan sarapan dari tangan Karin dan menghabiskannya dalam hitungan beberapa menit saja.

* * *

"Mengerikan. Gadis itu mati dalam keadaan mengenaskan seperti itu di semak-semak belakang kampus ini setelah dua hari perkiraan waktu kematiannya. Menurutmu apa yang menyebabkan kematiannya?"

Kyrie menggeleng. "Entahlah Shinno. Mungkin dia dibunuh."

"Itu sudah pasti!! Tapi bagaimana cara pembunuhnya membunuh gadis itu?? Itulah yang harus kita pikirkan!!"

"Untuk apa? Gadis itu tidak ada hubungannya dengan kita."

"Yah kau benar sih... tapi.. sebenarnya.. beberapa waktu yang lalu gadis itu datang kepadaku."

Kyrie sedikit penasaran. "Datang kepadamu? Untuk apa?"

"Mencarimu."

* * *

Kyrie berjalan lunglai menuju rumahnya, rumah yang telah ia tempati bersama-sama Karin dan Danchou sejak dua tahun yang lalu. Kadangkala Shinno dan K juga ikut menginap disana -terutama setiap akhir pekan- sekedar untuk menghabiskan waktu dan mengobrol bersama.

"Tadaima Kyrie-kun... kau lupa mengucapkannya... kau tidak boleh masuk rumah jika tidak mengucapkannya!!" Danchou mendorongnya keluar dan kembali menutup pintunya dengan keras.

Kyrie menghela nafas. Selalu saja seperti ini. Gumamnya dalam hati.

Danchou adalah sepupu Karin yang dari lahir telah mengalami cacat mental dan sering bertingkah aneh. Bila tidak sabar-sabar, Kyrie kadang ingin sekali mencekiknya, meskipun sesungguhnya ia sangat sayang pada bocah itu.

"Danchou tolong buka pintunya! Aku ingin masuk."

"Tidak bisa Kyrie-kun. Kau harus mengucapkan mantranya bila ingin masuk."

"Baiklah.. tapi kau janji akan membukanya kan?!"

Danchou tidak menjawab, namun Kyrie bisa menebak bahwa di balik pintu itu Danchou telah menganggukkan kepalanya.

"T a d a i m a..."

Pintu pun terbuka lebar seiring dengan lebarnya senyum yang diulaskan Danchou pada wajahnya.

"Okaerinasai Kyrie-kun... kau bawa oleh-oleh yang aku minta padamu kemarin sore kan?!"

Kyrie mengangguk dan menyerahkan bungkusan yang berisi action figure gundam di dalamnya. "Susunlah dengan benar dan jangan kau rusak lagi untuk kedua kalinya."

Danchou mengangguk girang dan langsung berlari-lari mengitari Karin yang baru saja keluar dari dapur dan membawa nampan puding yang nampak lezat.

"Danchou berhentilah bersikap seperti ini. Kau bisa menumpahkan puding yang baru ku buat ini."

Danchou seperti biasa.. tidak mendengarkan ucapan Karin dan terus berlari-lari mengitarinya. Ia menunggu dalam diam sampai Danchou puas mengitarinya, lalu pergi meninggalkannya dan kembali ke kamarnya sendiri untuk menyusun action figure Gundam yang diberikan Kyrie sebagai oleh-oleh untuknya.

"Bagaimana presentasimu hari ini?" Tanya Karin setelah yakin Danchou tidak lagi menguji kesabarannya.

Kyrie hanya mengangguk untuk memberitahu Karin bahwa presentasinya lancar.

"Apa ada masalah lain Kyrie-kun?" Karin mampu menangkap kegundahan itu dari wajah sahabatnya.

Kyrie tidak langsung menjawab. Ia hanya mengambil surat kabar yang pagi tadi baru saja ingin dibacanya. Tidak perlu membalik-balik halaman surat kabar itu terlalu lama untuk membuatnya merasa tertarik dengan salah satu berita yang ada di dalamnya.

"Kematian karena vampire?? Hah apa-apaan itu?! Memangnya ada vampire di jaman seperti ini?!!" Karin turut serta membaca apa yang saat ini sedang dibaca Kyrie.

"Gadis yang diberitakan dalam surat kabar ini adalah salah satu mahasiswi di kampusku dan Shinno."

"Hontou?!! Wah tragis sekali." Karin memaksa mengambil surat kabar itu dari tangan Kyrie dan membacanya sendiri. "Kau mengenalnya Kyrie?!"

Kyrie menggeleng. Ia memang sama sekali tidak mengenalnya, namun Shinno memberitahunya bahwa sehari sebelum kematian gadis itu, gadis itu sempat mencarinya.

Untuk apa?

* * *

"Kau yakin tidak mengenal gadis itu Kyrie-kun?"

Kyrie menggeleng. "Bertemu saja rasanya tidak pernah." Ucapnya menjawab pertanyaan Karin.

"Tapi gadis itu manis sekali lho. Dia bilang padaku ingin bertemu denganmu karena kau telah meninggalkan jaketmu di apartemennya. Bagaimana mungkin kau bisa meninggalkan jaketmu di apartemennya bila bertemu dengannya saja kau tidak pernah?" Shinno bertanya bingung.

"Aku juga tidak tahu Shinno dan tidak mau terlalu memikirkannya." Ucap Kyrie acuh sambil terus memperhatikan buku yang sedang dibacanya.

"Tadi siang aku sempat melakukan sedikit penyelidikan. Menurut keterangan yang aku dapat, gadis itu ternyata memang bukan gadis baik-baik. Ia kerap berhubungan dengan banyak pria hanya demi kepuasan dan uang. Maka dari itu ia bisa tinggal di apartemen yang mewah meskipun statusnya hanya sebagai seorang mahasiswi."

"Kau niat sekali sampai menyelidiki latar belakang gadis itu." Karin tertawa kecil sambil menyuapi Danchou semangkuk sup miso.

"Habis aku penasaran sekali. Terutama karena gadis itu cukup terkenal dikalangan pria kampus kita. Ini aku punya foto wajahnya." Shinno baru saja ingin menyerahkan selembar foto itu pada Karin dan Kyrie, namun Danchou sudah lebih dulu merebutnya.

"Aaahh... obachu!!" Danchou mencium selembar foto itu. "Aku rindu sekali padamu obachu... kapan kau datang lagi dan bermain-main denganku."

Karin, Kyrie dan Shinno hanya memandang satu sama lain dan bingung dengan sikap Danchou itu.

"Hei Danchou... mengapa kau panggil orang ini obachu? dan kapan kau bertemu dengannya?" Tanya Karin.

Danchou seperti mengingat-ingat sesuatu dengan mata membelalak lebar ke atas dan mulut terbuka.

"Jangan bertanya apa-apa padanya Karin, dia ini kan memang suka mengada-ada." Kyrie memukulkan pelan bukunya pada kepala Danchou dan berusaha mengambil selembar foto itu dari tangan bocah autis tersebut, namun Danchou tidak mengijinkannya dan malah menggigit punggung tangan Kyrie.

"Jangan sentuh!! Kyrie-kun jahat karena telah membuat obachu menangis beberapa waktu yang lalu."

Kyrie semakin tidak mengerti ucapan Danchou. "Apa maksudmu?"

"Jangan berpura-pura... aku melihat semuanya... Kyrie-kun telah membuat obachu ini menangis."

Kali ini Karin dan Shinno yang menatap bingung kearah Kyrie, berusaha mendapat jawaban dari pemuda berambut panjang itu. Meskipun autis dan bodoh, namun Danchou tentu tidak berbohong saat mengatakan Kyrie telah membuat gadis yang terbunuh itu menangis beberapa waktu yang lalu.

* * *

Sudah agak siang saat K datang dan membawa sebuah surat kabar seperti biasanya.

"Berita kematian lagi. Korban ditemukan setelah empat hari tewas di sebuah mansion tua yang sudah tidak terpakai. Jika tidak ada bau busuk yang menyengat, kemungkinan masyarakat sekitar tidak tahu jika ada mayat di mansion tua itu." K membaca salah satu headline news di hadapan Karin.

"Lanjutkan K."

K menggeleng dan malah melempar surat kabar itu ke tangan Karin. "Baca saja sendiri. Oh iya Danchou mana? Aku ingin mengajaknya menyusun action figure."

"Dia di ruang tengah sedang bermain dengan kereta apinya."

K bersiap kesana, namun langkahnya terhenti saat ia mendapati selembar foto yang diletakkan diatas meja.

"Gadis ini kekasihnya Kyrie ya?? Dia sering sekali kemari mencari Kyrie."

"Hah?!! Apa kau bilang?? Gadis ini pernah kemari?? Ke rumah ini?!!" Tanya Karin seperti tidak percaya.

K mengangguk. "Kalo tidak salah ingat... sepertinya tiga kali aku melihatnya disini."

"Kapan?? Kenapa aku tidak pernah tahu?!!"

"Kau tidak tahu?!! Aku pikir kau tahu karena gadis ini sering sekali menemani Danchou bermain. Aku pikir dia ini kekasih Kyrie karena aku sempat melihatnya berbicara serius dengan Kyrie."

Karin terdiam dan mencoba berpikir. Ia memang tidak selalu berada di rumah karena harus bekerja sebagai pelayan kafe. Mungkin di saat-saat itulah gadis itu datang dan menemani Danchou bermain.

Pantas Danchou seperti sangat mengenalnya.
Lalu kenapa Kyrie bersikap seperti tidak mengenal gadis ini padahal nyatanya ia tahu?

* * *

Aneh. Mengapa mereka sama sekali tidak percaya saat Kyrie mengatakan bahwa ia sungguh-sungguh tidak mengenali gadis yang terbunuh itu?

Melihatnya saja rasanya tidak pernah.

Ia bahkan berani bersumpah dengan ucapannya. Lagipula jika misalnya ia memang mengenal gadis itu -namun lupa- toh tidak ada pengaruhnya apa-apa dengan berita kematiannya.

Namun Kyrie tetap saja ikut merasa aneh. Bukan hanya Shinno yang mengatakan bahwa gadis itu mengenal Kyrie, tapi Danchou dan K juga demikian. Bahkan K mengatakan bahwa ia pernah melihat dari kejauhan saat gadis itu berbicara dengannya.

Kyrie betul-betul tidak mengerti.
Bagaimana ia bisa sangat lupa mengenai gadis itu...

Saat berusaha mengingat, Kyrie malah menatap sesuatu yang nyaris di lupakannya. Dalam sebuah frame foto di salah satu meja di kamarnya, tampak sebuah foto bahagia ia bersama keluarganya, berdiri di depan bangunan kokoh yang tidak lain adalah rumahnya beberapa tahun yang lalu.

Saat itu Kyrie masih berusia sekitar tujuh tahun. Ia anak tunggal dari pasangan suami istri yang kaya, mereka hidup bahagia. Sampai kemudian kedua orang tuanya di temukan tewas dengan keadaan pucat seperti kehabisan darah. Kyrie tidak mengingat apa-apa saat itu. Ia hanya berdiri kaku dan tidak bisa menjawab apa-apa ketika polisi berulang kali menanyakan perihal kematian orang tuanya. Hari-harinya dipenuhi mimpi buruk setelah itu, ia seolah melihat sesosok pria yang sama yang selalu memenuhi tidur-tidur panjangnya di malam hari.

Kyrie tiba-tiba saja rindu pada kedua orang tuanya. Ia pun mengambil beberapa album kenangan dan membalik-balik isinya. Ia betul-betul lupa bagaimana wajah ayah dan ibunya. Bahkan ia tidak ingat bagaimana kehidupannya saat masih kanak-kanak, juga tidak ingat dimana ia tinggal saat itu. Yang diingatnya adalah saat ia tinggal dengan kakeknya, pria tua yang sangat menyayanginya. Pria itu telah meninggal tiga tahun yang lalu, dan setelahnya Kyrie memutuskan pergi dan hidup mandiri. Bertemu Karin, teman semasa SMAnya dan tinggal bersama di rumahnya.

Kyrie menatap foto-foto itu, ia lupa jika dulu ia tinggal di sebuah mansion yang sangat besar. Dan rasanya mansion itu tidak asing dalam ingatannya. Ia pernah melihatnya baru-baru ini meskipun keadaannya sungguh berbeda.

* * *

"Untuk apa kau mengajakku ke tempat ini? Bukankah ini mansion berhantu yang sangat terkenal di wilayah ini?! Aku pernah dengar kabarnya suami istri pemilik mansion ini meninggal kehabisan darah 15 tahun yang lalu. Mungkin ada vampire yang hidup di sini.."

"Tidak ada. Kau tidak perlu takut karena aku disini bersamamu."

Pemuda itu mendekap gadis di sampingnya dengan lebih erat, membuat wajah gadis itu bersemu merah dan malu-malu.

"Kau sungguh-sungguh mencintaiku?"

"Iya tentu saja. Aku bahkan sudah menyiapkan hadiah spesial yang ku simpan di tempat ini untukmu."

"Benarkah?! Kalau aku boleh tahu... apa hadiah spesial itu?"

"Tunggu saja sampai kau melihatnya nanti."

Gadis itu nampak sangat penasaran, meskipun ia tidak bertanya lebih jauh dan hanya terus mengikuti kemana pemuda yang bersamanya itu mengajaknya pergi melewati lorong-lorong gelap dengan bantuan sebuah lentera kecil saja.

"Sudah sampai. Lihatlah... ini hadiah yang kujanjikan padamu." Cahaya lentera kecil menyinari permukaan benda itu. Memanjang dengan kain putih berbecak merah yang menutupinya.

"A- apa itu? Kau yakin itu hadiah yang ingin kau berikan padaku..."

"Iya. Buka saja dan lihatlah apa ini.."

Pemuda itu mundur seperti mempersilahkan gadis yang berdiri dengan tubuh bergetar di hadapannya untuk melihat apa yang ingin ditunjukkannya.

Ragu-ragu gadis itu berjalan merendahkan tubuhnya dan mencoba membuka kain putih yang telah disentuhnya. Perasaannya menjadi semakin tidak nyaman. Apa sebenarnya ini? Ia bertanya-tanya dan mencoba membuang jauh pikiran negatifnya.

Tidak mungkin sesuatu yang buruk. Pasti ini memang benar-benar kejutan.

Dan tentu saja itu kejutan besar baginya.

Di hadapannya terbaring sesosok tubuh dari orang yang dikenalnya. Terikat tak berdaya dengan mulut tertutup lakban dan luka penganiayaan yang bisa dibilang tidak sedikit di sekujur tubuhnya.

Gadis itu menutupi mulutnya karena terkejut, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"A- apa ini?? Mengapa kau lakukan ini padanya?? Lepaskan dia!!"

"Dia kekasihmu kan?! Kau mengkhianatiku dan berkencan dengan pria ini. Kau menipuku!!"

Kali ini gadis itu menggeleng. "A- aku tidak bermaksud seperti itu... A- aku hanya mencintaimu... tapi kau jarang sekali memperhatikanku.."

"Lalu kau memilih mengkhianatiku dengan pria ini?!" Pemuda itu menendang pria yang terbaring di bawah kakinya.

"Maafkan aku... kau tidak perlu terlalu berlebihan seperti itu."

"Berlebihan? Kau sebut ini berlebihan?! Kaulah yang berlebihan. Janin yang kau kandung di perutmu bukan anakku.. benar begitu kan?! Kau hanya menjebakku agar aku bertanggung jawab atas janin itu. Kau tahu dengan sangat pasti bahwa aku tidak pernah menyentuhmu meskipun hanya satu kali. Itu mungkin anak dari pria brengsek ini atau orang lain yang aku tidak tahu siapa."

Gadis itu menundukkan kepalanya dan tampak tidak bisa menahan air matanya. Tubuhnya semakin bergetar hebat, lebih hebat daripada sebelumnya.

"Baiklah, aku mengaku... janin di perutku ini memang bukan anakmu. Tapi aku sungguh-sungguh saat aku mengatakan bahwa aku mencintaimu. Aku ingin hidup bersamamu.."

"Tapi sayang sekali aku tidak mau... kau bukan wanita yang aku inginkan. Kau tidak mengenalku. Aku bukan diriku. Sosokku yang sekarang bukan sosok yang selama ini kau ketahui. Aku hanya memanfaatkanmu seperti kau yang memanfaatkanku." Pemuda itu tampak menyeringai dingin. Ada yang berbeda dengan penampilannya. Ia tetap sosok yang tampan, hanya saja tampak lebih mengerikan.

Taring tajam tampak menghiasi senyumnya, membuat siapapun yang melihatnya akan bergidik ngeri atau mungkin terpikat dengan ketampanannya.

"Si- siapa kau sebenarnya??" Tanya gadis itu dengan wajah ketakutan.

"Aku... keturunan terakhir dari bangsa vampire yang hidup di negri ini. Ibuku berdarah murni vampire, sedangkan ayahku adalah manusia biasa. Aku terlahir dan dibesarkan seperti manusia pada umumnya. Aku tidak minum darah saat aku memang benar-benar tidak menginginkannya, aku nyaris tidak punya ingatan. Ingatanku sebagai vampire akan hilang saat aku terjaga dari tidur."

"Jadi cerita itu benar... penghuni rumah ini mati karena kau??"

Pemuda itu menggeleng. "Mereka orang tuaku. Aku tidak mungkin menghisap darah mereka. Tapi keadaan memaksaku seperti itu. Tubuhku lemah dan sakit-sakitan. Sebagai seorang manusia, orang tuaku tidak pernah mengijinkan naluriku sebagai vampire untuk berkembang. Aku lemah sebagai manusia dan nyaris mati... sampai akhirnya ibuku mengorbankan diri dengan merelakan darahnya untuk kuhisap. Ayah yang melihat itu menjadi marah dan ingin membunuhku, tapi naluriku sebagai vampire lebih besar dan memaksaku mengahibisi nyawanya. Setelah itu.. aku menjadi sangat ketakutan dan tidak ingat dengan apa yang baru saja kulakukan. Aku hanya menangis seperti layaknya anak kecil yang kehilangan orang tuanya. Kakek datang dan memelukku, mengatakan bahwa semua bukan salahku. Itu insting alamiku sebagai seorang vampire, meskipun aku masih tidak ingat apa-apa dengan apa yang terjadi. Semua terasa samar dan abu-abu."

"La- lalu... sekarang... a- apa yang ingin kau lakukan pada kami? Ja- jangan katakan bahwa saat ini kau sangat haus darah..."

Lagi-lagi pemuda itu menyeringai.

"Kau benar... aku sangat haus darah... Selama ini saat insting vampire-ku muncul, aku selalu bisa menahannya karena kakek sebagai pemilik rumah sakit besar selalu menyuplai kebutuhan darah segar untukku. Tapi sejak kakek meninggal tiga tahun yang lalu, aku menjadi kesulitan menemukan darah segar dan terpaksa mencuri kantung-kantung darah dari bank darah di rumah sakit peninggalan kakek yang diwariskan kepadaku. Aku tidak bisa terus melakukan itu karena pengawasan rumah sakit yang semakin ketat. Karena itu aku butuh darah segar saat ini. Aku mencari wanita-wanita jalang sepertimu sebagai target makananku. Dan pria busuk ini sebagai bonusnya." Pemuda itu merendahkan tubuhnya, menyentuh pria yang terbaring dengan sekujur luka di lantai yang dingin. Pria itu masih bernafas dan sadar dengan mata melotot tajam. Hanya saja ia tak mampu bersuara karena mulutnya yang tertutup lakban.

Taring-taring tajam masuk dan menembus kulit lehernya. Mengalirkan darah-darah segar yang masuk melewati bibir dan kerongkongannya.

Pemandangan itu membuat gadis itu lemas seketika. Tidak percaya bahwa apa yang dilihatnya sungguh nyata. Ia tidak boleh terus terpaku, ia harus lari dan pergi sebelum menjadi mangsa berikutnya.

Namun semua itu terlambat.

Pemuda itu kembali menajamkan matanya dan menatapnya dengan penuh hasrat. Angin yang tiba-tiba masuk ke lorong ruangan itu membuat cahaya api dari lentera kecil menjadi padam. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya langkah-langkah ketakutan yang terus berlari dan teriakan panjang mengharap pertolongan itu teredam oleh kesunyian malam.

Ia memeluk wanita itu dalam dekapan hangatnya, membiarkan tangannya menari dalam lekukan indah tubuh sang gadis, membisikinya kata-kata yang bagai hipnotis dan membuatnya tenggelam dalam gelora asmara mendalam. Memberi kecupan akhir yang begitu hangat hingga akhirnya ia membenamkan taringnya pada leher sang gadis dan menghisap darah segar itu sebagai pengobat dahaganya yang selama ini tertahan.

Tidak sampai disitu saja. Ia menggerayangi perut sang gadis jalang. Ada kehidupan kecil disana. Kehidupan yang sia-sia dari sebuah perbuatan dosa yang terasa manis namun menjijikan. Entah siapa ayah dari janin itu. Ia tidak peduli, dan hanya merasa kecewa karena gadis jalang bermain-main dengan perasaannya. Membuat perasaannya terluka dan membuat kebenciannya tumbuh.

Kuku-kuku tajam itu mencuat begitu saja, begitu cepat hingga akhirnya menembus melewati perut itu. Mengorek-ngorek isi di dalamnya dan menarik apa yang diinginkannya.

Nafas terakhir berhembus dengan berat dan detak jantung itu berhenti seketika, seiring dengan hilangnya 3/4 darah dari tubuhnya.

Gadis jalang kehilangan nyawanya.

Ia tewas dalam dekapan tubuh sang pemuda vampire.

Kyrie melihat itu semua. Secara jelas dan nyata. Termasuk saat pemuda vampire itu menoleh padanya dan menunjukkan wajahnya.

Kyrie tidak percaya...

Yang dilihatnya sedang berdiri di hadapannya saat ini ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah...

Dirinya sendiri.

Ia terperanjat dan terjaga dari tidurnya dengan nafas memburu kencang.

Ia baru saja mengalami satu mimpi buruk.

Mimpi sejenis yang akhir-akhir ini sering dialaminya.

Apa sebenarnya yang terjadi??

Mengapa lagi-lagi ia tidak ingat segalanya??

Bahkan mimpi buruk itu hanyalah tinggal mimpi buruk...

Mimpi buruk yang akan segera dilupakannya setelah ia kembali terlelap dan terjaga pada keesokan harinya.


-FiniSh-

0 komentar:

Posting Komentar