Nanairo CRAYON Part 4


Title: Nanairo CRAYON
Part: 4
Fandom: Jrock staring the GazettE, Kagrra, Kra, An Cafe, Alice 9, Sadie n more…
Author: Keka

* * *

Bou membuka kamar jendelanya. Ia melongok ke bawah jendelanya. Cukup tinggi untuk dilompati. Jarak 2 lantai untuk sampai ke permukaan tanah, namun Bou tidak pernah ragu untuk melompatinya. Ia sudah sering melakukan hal ini, melarikan diri dari kamarnya dengan cara keluar melewati jendela. Ada pohon besar di sebelah kamarnya, Bou sudah sangat terlatih memanfaatkan pohon itu untuk membantu pelariaannya.

Dengan gesit Bou menjejakkan kakinya di dahan pohon yang paling dekat dengan jendela kamarnya, ia lalu bergerak turun dari pohon itu. Tapi karena pohon itu baru selesai diguyur hujan, batang dan dahannya menjadi sangat licin untuk Bou pijak. Bou tergelincir pada ketinggaan kurang dari 2 meter.

Untunglah seseorang yang sudah menunggunya di bawah, sigap untuk menangkap tubuhnya walaupun akhirnya mereka sama-sama terjatuh dengan tubuh Bou di atas tubuhnya.

“Kamu tidak apa-apa Bou?”

Bou tidak menjawab sampai ia berhasil mengatur nafas dan menghilangkan keterkejutannya. Dilihatnya laki-laki yang menolongnya dan sekarang berada di bawah menopang tubuhnya.

“Aku tidak apa-apa Kanon. Lepaskan tanganmu dariku, biarkan aku berdiri.”

Kanon melepaskan tangannya yang melingkari tubuh Bou, ia tidak sadar telah memeluk erat tubuh majikannya itu saat Bou terjatuh menimpahi dirinya.

“Kamu mau kemana Bou?” Tanya Kanon saat melihat Bou dengan ransel besar di punggungnya. “Apa kamu mau melarikan diri dari rumah?” Tanyanya lagi.

“Apa ayahku memintamu untuk memata-mataiku?”

Kanon menggeleng cepat. “Aku akan menemanimu kalau kamu ingin lari dari rumah ini.”

“Tidak perlu.” Bou tampak melangkahkan kakinya dengan cepat. Dia ingin segera meninggalkan halaman rumah yang mengurungnya selama ini. “Aku ingin pergi sendiri. Kamu tidak perlu mengikutiku.”

Kanon tetap mengikuti Bou dan berusaha menjajari langkahnya yang cepat. “Aku tahu kamu akan melarikan diri pagi ini, makanya aku sudah menunggumu di bawah pohon tadi.”

Bou menatap Kanon sekilas. “Terima kasih sudah menolongku. Tapi aku tidak ingin kamu mengikutiku. Ayahku pasti marah besar pada orang tuamu kalau dia tahu kamu ikut melarikan diri bersamaku. Dia pasti mengira kamu yang menyebabkanku melarikan diri dari rumah. Jadi sebaiknya kamu pulang saja dan anggap kamu tidak tahu apa-apa tentang kepergianku.”

Kanon nampak tidak peduli dengan ucapan Bou dan tetap mengikuti langkah Bou yang sudah jauh meninggalkan rumahnya. “Aku ingin selalu di sampingmu.”

Bou menghentikan langkahnya dan menatap Kanon tajam. “Dengar.” Bou tampak menarik nafas panjang dan menghembuskannya sebelum melanjutkan ucapannya. “Aku sudah bilang kamu tidak perlu mengikutiku. Apa kamu tidak mengerti dengan ucapanku?!”

“Kamu tidak suka aku di sampingmu? Apa aku menganggu?”

Bou ragu menjawab, tapi akhirnya dia berkata tegas. “Ya, kamu menganggu. Bahkan sangat sangat menggangguku. Aku tidak mengerti alasanmu masuk ke kamarku tadi malam dan..”

“Maaf Bou, a- aku tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi.” Kanon memotong ucapan Bou dan menunduk minta maaf.

Bou melanjutkan langkahnya lagi, dan kali ini lebih cepat hingga Kanon yang masih menunduk tidak sadar kalau Bou sudah jauh meninggalkannya.

“Tu- tunggu Bou.” Kanon yang akhirnya sadar bahwa Bou telah pergi, akhirnya mengejar laki-laki itu dan kembali menjajari langkahnya. “Kamu mau memaafkanku... a- aku tidak sadar dengan apa yang kulakukan tadi malam.”

Bou mengacuhkannya. Bou sudah memaafkan Kanon, meskipun ia masih tidak bisa menerima apa yang dilakukan laki-laki yang dianggapnya sahabat itu semalam. Kanon bukan hanya masuk kamarnya diam-diam, tapi juga melakukan hal lain yang sangat membuat Bou marah.

Awalnya saat Bou terbangun, Kanon akhirnya mengutarakan maksudnya untuk mengajak Bou melarikan diri dari rumah bersama-sama dengannya. Bou menggeleng, dia memang ingin melarikan diri tapi tidak dengan melibatkan Kanon. Keluarga Kanon sangat bergantung pada keluarga Bou, Bou sangat tahu kalau ayahnya akan membuat keluarga Kanon kehilangan pekerjaan kalau sampai ia tahu Kanon melarikan anaknya. Yah setidaknya itulah yang akan dipikirkan ayahnya saat Bou dan Kanon tidak lagi ada di rumahnya.

Bou menolak tegas lalu meminta Kanon meninggalkan kamarnya, namun laki-laki itu malah menciumnya. Mencium bibirnya dengan paksa. Bou sangat terkejut, bahkan seperti kehilangan nafasnya. Kenapa Kanon melakukan hal itu padanya??

Bou yang masih shock diatas tempat tidurnya, makin terkejut saat Kanon merebahkan tubuh mungil itu di tempat tidur dan Kanon sudah memegangi kedua tangannya lalu berusaha menindih tubuhnya. Bou melihat tatapan Kanon yang berbeda, matanya saat itu mirip seperti mata orang itu. Tatapan mata yang tidak ingin diingatnya. Bou berteriak, namun Kanon meredam teriakannya itu dengan mencium paksa Bou sekali lagi dan membuat anak laki-laki itu menangis.

Kanon sadar perbuatannya sangat salah dan membuat Bou menderita. Dia melepaskan Bou dan meminta maaf, tapi Bou tidak berkata apa-apa selain memintanya keluar dan masih terisak. Kanon keluar sambil mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia merasa sangat bodoh telah menyakiti Bou.

“Maafkan aku Bou... kumohon.. biarkan aku menemanimu.” Ucapan Kanon terdengar miris. Sepertinya dia tulus dan itu membuat Bou merasa iba.

“Baiklah.. kamu boleh ikut.”

----- 000-----

“Ini rumahnya?” Bisik Nao tidak percaya di telinga Izumi saat melihat rumah megah di hadapannya.

Izumi mengangguk.

“Tapi penampilan anak itu tidak seperti anak orang kaya.” Nao berkata seolah masih tidak percaya.

Yuura memencet bel rumah dan tidak berapa lama pintu pagar rumah yang menjulang itu terbuka otomatis. Yuura masuk ke dalamnya tanpa ragu, dia juga mengajak Nao dan Izumi turut serta. Kedua laki-laki itu menurut, meskipun Nao masih tampak bingung dan terlihat sangat norak saat matanya membulat dan mulutnya menganga melihat kemegahan rumah itu.

Yuura disambut banyak orang di rumah itu, dan mereka semuanya pelayan wanita dengan wajah imut-imut yang sangat memikat hati Nao, meskipun tidak ada yang bisa benar-benar memikat hatinya seperti yang telah dilakukan Hizaki padanya.

“Yuura-sama kemana saja? Kami semua sangat mencemaskan anda.” Seorang gadis muda berpakaian maid itu berkata dengan wajah cemas, bahkan salah seorang temannya yang lain sampai terisak. “Anda tidak pulang sampai malam hiks... Kami pikir hiks..terjadi sesuatu yang buruk pada anda.” Ucap gadis itu disela-sela isak tangisnya.

Yuura menggaruk-garuk kepalanya. Dia tidak menyangka kalau kepergiannya sampai membuat kecemasan banyak orang. Apa Kai juga mencemaskannya seperti gadis-gadis ini..

“Kai..” Yuura mencari-cari sosok Kai. “Kai dimana?” Tanya Yuura pada seorang pelayannya.

“Dia tidak ada. Dari semalam dia mencarimu dan sampai sekarang belum kembali. Itu semua karena ulahmu. Dari mana saja kau Yuura?”

Yuura menahan nafasnya saat ‘pemilik rumah’ tiba-tiba muncul dan bertanya seperti itu padanya. “ng.. aku..” Yuura seperti kehilangan alasan dan tidak sanggup mengucapkan apa-apa. Ia lalu menundukkan wajahnya dan menggigit bibir bawahnya.

Laki-laki tampan itu mendekatinya. Wajahnya yang tegas bahkan sanggup membuat nyali Nao yang berdiri di dekat Yuura menjadi ciut. Nao mundur dan lebih memilih berdiri di samping Izumi yang berada di belakang Yuura. Laki-laki tampan itu mendongakkan wajah Yuura dengan tangannya dan menatap wajah itu dengan serius.

“Lain kali jangan pernah berbuat seperti ini lagi. Kau tinggal di rumahku dan kau harus mematuhi aturanku.”

Yuura mengangguk pelan meskipun tetap tidak mau melihat mata laki-laki yang begitu dekat di hadapannya sekarang ini.

“Berikan alasan tepat kenapa semalam kau tidak pulang?”

“I- itu karena.. aku..” Yuura masih tidak bisa memberi alasan. Rasanya aneh kalau ia mengatakan bahwa ia tertidur di kereta yang membawanya entah kemana, lalu kepalanya sakit dan ia ingin menolong seseorang tapi malah ia sendiri yang pingsan dan akhirnya ditolong oleh orang yang sebelumnya ingin ia tolong.

“Semalam dia pingsan.” Nao berkata tiba-tiba. Laki-laki tampan itu mengalihkan pandangannya pada Nao sesaat, lalu kembali menatap Yuura lagi.

“Siapa dia? Temanmu Yuura?!”

Yuura mengangguk. “Dia yang menolongku.”

“Pingsan!? Memangnya kau pingsan kenapa?”

Yuura menarik nafas dalam sebelum akhirnya menceritakan yang sejujurnya pada pemilik rumah. Laki-laki itu menatapnya lama dalam diam. Dia pasti tidak percaya. Begitu yang Yuura pikirkan.

Tapi pemilik rumah itu malah tersenyum. “Kau terlalu ceroboh. Bagaimana mungkin kau bisa tertidur di kereta dan sampai di tempat yang cukup jauh seperti itu. Lain kali jangan lupa bawa ponselmu agar kau bisa meminta seseorang di rumah ini untuk menjemputmu.” Laki-laki itu mengusap rambut Yuura kemudian mencium kening pemuda itu. “Aku harus panggil dokter untuk memeriksa keadaanmu.”

“Ti- tidak perlu. Aku sudah baikan.”

“Tapi semalam kau pingsan.”

“Teman Nao seorang dokter dan dia sudah memeriksaku. Aku hanya kelelahan.”

Nao hanya bisa bergumam dalam hati. Akiya baru seorang calon dokter, bukan dokter seperti ucapanmu Yuu-chan.

“Baiklah, sekarang kau istirahat saja di kamarmu.” Perintah pemilik rumah.

“Tapi Kai...”

“Dia tidak apa-apa. Sebentar lagi dia akan pulang.”

Yuura mengangguk dan berniat ke kamarnya, tapi sebelumnya dia ingin mengucapkan terima kasih pada Nao dan Izumi sekali lagi. “Terima kasih bantuan kalian.” Yuura menggenggam tangan mereka berdua secara bergantian.

“Pergilah ke kamarmu Yuura. Biar teman-temanmu mengobrol sedikit denganku.”

Ucapan ‘pemilik rumah’ itu membuat Nao diam tak bergeming. Memangnya apa yang ingin diobrolkan orang ini denganku dan Izumi? Tanya Nao dalam hati.

Yuura mengangguk lalu tersenyum kearah Nao dan Izumi sebelum akhirnya pergi ke kamarnya.

----000----

Chiru menatap sekilas laki-laki kecil di sampingnya. Dia sebenarnya enggan laki-laki itu ikut bersamanya, tapi sepertinya Keiyuu ada gunanya juga. Chiru sudah menunggu Aoi lebih dari 2 jam, tapi laki-laki itu belum juga muncul. Chiru merasa sangat bosan, tapi dengan adanya Keiyuu, setidaknya Chiru bisa menghilangkan sedikit rasa kebosanannya itu. Apalagi Keiyuu tampak manis.

Sesekali Chiru melihat beberapa gadis yang melewatinya tampak memandang kearahnya, lebih tepatnya ke arah Keiyuu dan berbisik-bisik sambil tertawa lirih. “ah kawaii, anak itu manis ya.. wajahnya lucu dan menggemaskan.” Bisik seorang gadis pada seorang temannya. Temannya itu ikut memandang sekilas kearah Keiyuu, kemudian ia tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju.

Chiru merasa ikut bangga bisa duduk di sebelah Keiyuu. Beruntungnya punya teman-teman yang cakep dan manis. Keiyuu baru satu, masih ada Akiya, Nao dan yah.. Mizuki juga cakepan, trus Aoi.. hwahahaha...

Chiru tertawa dalam hati dan membayangkan seandainya salah satu dari mereka bisa menjadi pacarnya, khususnya Aoi. Membayangkannya saja sudah membuat wajah Chiru bersemu merah. (Keka : khayalan yg gak mungkin ^^)

Saking larutnya dalam khayalan, Chiru sampai tidak sadar Keiyuu telah memangil-manggil namanya, bahkan menyenggolnya berkali-kali. “Chi.. Chi, lihat itu Chi. Sepertinya itu Aoi.”

Chiru malah terlihat senyum-senyum seorang diri dan sibuk memainkan jemarinya sampai Keiyuu harus berteriak di telinganya.

“Kenapa sih teriak-teriak?!!” Chiru terdengar membentak Keiyuu dan mengusap telinganya yang masih berdenging.

“Itu Aoi.” Keiyuu tampak menunjuk ke depan. Banyak orang berlalu-lalang dan tidak ada satu orang pun yang Chiru kenali sebagai Aoi.

“Aoi nya mana?” Tanya Chiru yang masih kebingungan mencari sosok Aoi diantara banyak orang. Dia malah menangkap sosok lain. Laki-laki bertubuh tinggi yang sangat tampan memakai kacamata hitam dan berjalan sangat anggun. “Aaah.. hansamu na hito.” Gumam Chiru terdengar lirih.

“Ngomong apa sih Chi? Itu Aoi di sebelah orang yang pake kacamata hitam itu.”

Chiru mengalihkan pandangannya dari laki-laki berkacamata hitam itu. Keiyuu benar, Aoi ada tepat di sebelahnya. Bahkan saking berkilaunya aura laki-laki berkacamata hitam itu, Chiru sampai tidak bisa melihat Aoi yang berjalan di sebelahnya. Tapi kenapa Aoi bersama laki-laki berkacamata hitam itu? Bahkan mereka berbicara sangat akrab dan sesekali laki-laki berkacamata hitam itu berbisik di telinga Aoi.

“Itu siapa ya Kei?” Tanya Chiru pada Keiyuu.

Keiyuu menggeleng, dia juga tidak tahu siapa laki-laki di sebelah Aoi itu. Seingat Keiyuu, Aoi tidak pernah punya teman seperti itu.

“Kita hampiri saja mereka Kei.” Ajak Chiru. Tapi Keiyuu menghalanginya.

“Tunggu disini aja Chi. Sepertinya Aoi masih sibuk dengan temannya itu.”

Chiru dan Keiyuu melihat Aoi memeluk laki-laki itu dengan akrab, lalu membiarkan laki-laki itu pergi dan Aoi melambaikan tangan kearahnya serta memberi kode bahwa ia akan menghubunginya lagi nanti.

“Mereka seperti teman yang sudah lama tidak bertemu.” Ucap Keiyuu. Tapi Chiru malah berpikir hal yang sebaliknya. Mereka seperti sepasang kekasih.

Chiru menggelengkan kepalanya dan meyakinkan diri bahwa Aoi tidak seperti itu. Keiyuu lalu memanggil Aoi saat laki-laki itu mulai dekat dengan mereka. Aoi tersenyum ceria dan menghampiri mereka.

“Maaf menunggu lama.”

Chiru menatapnya dengan sedikit kesal. “Pesawatnya sudah sejam lalu mendarat, tapi kenapa kamu baru nongol sekarang Aoi?” Tanya Chiru curiga.

“Ada yang harus kutemui terlebih dulu sebelum menghampiri kalian.”

“Jadi kamu sudah melihat kami sejak tadi?”

Aoi mengangguk dan nyengir dihadapan Chiru dan Keiyuu. “Gomen..”

Chiru merengut meskipun akhirnya tersenyum. Mana bisa tidak tersenyum kalau melihat Aoi nyengir dan tampak manis seperti itu.

Keiyuu membantu Aoi membawa beberapa bawaannya dan tampak terpesona melihat kulit Aoi. “Waah.. kulitmu berubah coklat Aoi.. Hawai panas sekali ya..”

Aoi mengangguk dan mengacak rambut Keiyuu lalu kembali nyengir. Sepertinya Aoi sangat gembira hari ini. Bahkan kegembiraannya melebihi saat keberangkatannya ke Hawai. Chiru jadi penasaran mengetahui bagaimana hasil turnamennya.

“Bukannya kamu baru akan pulang minggu depan?” Tanya Chiru.

“Aku kalah.” Ucap Aoi tanpa beban. “Gak ada alasan aku berlama-lama disana, lagipula ada yang harus aku kerjakan disini.”

“Sesuatu yang sangat penting?!” Keiyuu ikut-ikutan bertanya. Dan Aoi menjawabnya dengan sekali anggukan. “Lalu orang yang bersamamu tadi siapa?” Tanya Keiyuu lagi. Pertanyaan itu juga yang ingin ditanyakan Chiru pada Aoi.

“Ah, kalian melihatnya?! Dia teman lamaku. Seharusnya aku bawa dia berkenalan dengan kalian, tapi dia buru-buru. Lain kali pasti akan kukenalkan dia pada kalian.”

Syukurlah hanya teman. Ujar Chiru dalam hati merasa lega dengan ucapan Aoi tersebut. (Keka : oi Chiru.. nape pake lega?? Mangnya Aoi tu sapa mu?? XDD )

----000----

Mata Yuura sedikit berair saat ia menguap menahan kantuknya. Entah mengapa ia merasa sangat lelah dan ingin kembali tidur secepatnya. Yuura membuka pintu kamar dan seperti terpaku saat melihat kamarnya sendiri. Kamar itu sangat rapi dan bersih. Buku-buku yang biasa berserakan disana-sini, kini tertata rapi di raknya.

Yuura menatap sekeliling kamarnya dan tercekat saat melihat tubuh itu terbaring di lantai, tertidur dan memeluk erat sweater yang sering ia gunakan.

“Kai..”

Yuura mendekati Kai dan duduk berlutut di samping tubuhnya. Ternyata ‘Pemilik Rumah’ berbohong padanya. Kai tidak pergi mencarinya, tapi dia ada di kamar Yuura, menunggu kepulangannya.

“Kenapa tidur disini?” Tanyanya pelan sembari mengusap rambut Kai dengan lembut. Dia tidak tega membangunkannya.

“Maaf membuatmu mencemaskanku..” Yuura berkata lirih dan merebahkan tubuhnya di samping laki-laki itu. Ia memandang lama wajah Kai, wajah orang yang paling ia sayangi di dunia ini.

Yuura mengambil tangan Kai yang masih memeluk erat sweaternya. Ia menggenggam hangat tangan itu dan membiarkan dirinya tertidur di sebelah Kai yang disayanginya.

----000----

Sedikit tidak percaya Nao menatap selembar kertas di tangannya. “Apa selembar benda ini bisa diuangkan?” Tanyanya berkali-kali pada Izumi. Nao terlihat bodoh saat menatap selembar cek yang ada di tangannya. Dia bukannya tidak percaya kalau cek itu bisa ditukarkannya dengan sejumlah uang yang nominalnya tertera di atas cek itu, tapi dia hanya terkejut dengan jumlah nominalnya.

Seratus ribu yen. Nao menghitung jumlah nol di cek itu berkali-kali. Jumlahnya ada lima. Ya benar-benar lima. Nao merasa ini adalah hari keberuntungannya. Seumur-umur dia belum pernah memegang uang lebih dari sepuluh ribu yen. Dan dengan cek itu, dia bahkan bisa mengantongi sepuluh kali lipat dari jumlah uang terbanyak yang pernah ia miliki.

Nao melirik sekilas kearah Izumi. Dia nyaris lupa jika Izumi bersamanya dan itu artinya dia harus membagi dua jumlah yang harus di dapatnya.

Nao tampak berpikir. Izumi pasti tidak akan protes jika Nao hanya memberinya sepersepuluh dari jumlah itu. Toh izumi hanya seorang pelajar. Dia tidak butuh banyak uang. Tidak seperti Nao yang menganggur dan perlu makan serta membayar uang kos yang tertunggak selama lima bulan ini.

“umm.. Izu.. aku perlu mengucapkan sesuatu padamu..”

Izumi tampak tersenyum dan menepuk pundak Nao dua kali. “Tidak usah. Aku tahu Nao mau bilang apa. Cek itu ambil saja untuk Nao semua. Tidak usah pikirkan aku.” Ucap Izumi terdengar bijak.

Nao lagi-lagi tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Dia sampai memeluk Izumi saking senangnya. “Kamu memang temanku.” Ujarnya bahagia.

Izumi sampai terkejut karena Nao memeluknya dengan erat. “Su- sudah Nao. Kamu membuat orang-orang disini memperhatikan kita.”

Nao melepaskan pelukannya dari Izumi, meskipun tampaknya dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. “Aku gak percaya orang kaya itu ngasi cek sebesar ini cuma karena aku nolong adiknya.”

“Uang segitu sama sekali gak ada artinya buat mereka.”

Nao mengangguk membenarkan ucapan Izumi. Seratus ribu yen mungkin hanya cukup untuk menggaji satu pelayan mereka dalam sebulan. Dan mereka sedikitnya punya sepuluh pelayan. Nao tidak bisa membayangkan seberapa kayanya si tuan tampan itu. Dia berusaha membayangkan seandainya dia juga kaya dan dikelilingi pelayan-pelayan cantik seperti itu. Tapi itu tidak mungkin. Membayangkannya saja sudah sama mustahilnya seperti membayangkan Hizaki yang menari bugil di hadapannya.

Hizaki...

Entah kenapa Nao kembali teringat dengan sosok itu. Satu-satunya jalan untuk bisa mengenal lebih dekat sosok Hizaki adalah dengan mengorek keterangan dari Rika.

Senyum Nao terukir begitu jelas di wajahnya, dan Izumi melihatnya aneh. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan Nao sampai tersenyum seperti itu. Sepertinya bukan karena cek yang tadi, Nao tersenyum untuk hal lain yang jauh lebih membahagiakannya. Izumi melihat Nao berjalan cepat di depannya, tapi langkah Nao seperti lilung dan tidak menentu. Baru saja Izumi hendak memperingatkan, tapi Nao sudah menabrak seseorang yang tampak sangat terburu-buru.

Entah Nao atau orang itu yang salah, tapi mereka berdua sama-sama meminta maaf. Orang yang ditabrak Nao itu tampak anggun dan cantik, tapi ia bukan seorang wanita melainkan seorang pria. Pria yang bisa disebut cantik dan tampan dalam waktu yang bersamaan.

Nao menatapnya beberapa saat dan mengerutkan keningnya. “Apa kita pernah bertemu?” Tanya Nao yang merasa tidak asing dengan sosok dan wajah itu meskipun ia sama sekali tidak ingat siapa.

Laki-laki itu tampak memandangnya beberapa saat, sampai akhirnya dia menggeleng. “Anda salah. Kita tidak pernah bertemu kecuali hari ini. Mungkin anda hanya teringat seseorang, dan akhirnya melihat saya seperti orang itu.”

Nao mengangguk meskipun masih ragu. Laki-laki itu kemudian pergi meninggalkannya dan meninggalkan satu pertanyaan di benak Nao, ia tetap yakin kalau ia pernah melihat laki-laki itu entah dimana.

====000====

Bou merasa lelah. Entah sudah berapa jauh ia berjalan dan akhirnya ia memutuskan duduk di sebuah bangku taman yang jauh dari keramaian.

“Kamu baik-baik saja Bou?”

Bou mengangguk. Ia sudah mulai bosan dengan pertanyaan Kanon itu. Sudah berpuluh kali Kanon mengucapkannya. Bou sudah terlalu lelah, bahkan untuk menganggukkan kepalanya saja ia sudah tidak sanggup. Sepanjang perjalanan, ia selalu saja berpikir... bukan ide baik membiarkan Kanon mengikutinya. Ia menatap Kanon sekilas. Bou sedang memikirkan satu hal, satu cara yang bisa membuatnya lepas dari pandangan Kanon sebentar saja.

“Kanon..” Laki-laki itu menatapnya. Bou menghembuskan nafas sebelum akhirnya melanjutkan. “Tolong aku.. aku sangat haus.”

Kanon mengangguk dan menatap sekelilingnya. Tidak ada seorang pun yang menjual minuman di taman itu, taman itu bahkan sangat sepi. Hari memang hampir senja, dan matahari sebentar lagi akan tenggelam. Bou tampak sangat kehausan dan bagaimana pun caranya, Kanon harus mendapatkan air minum untuk Bou.

“Tunggu disini Bou, aku akan segera kembali membawakan minuman untukmu.”

Bou mengangguk dan membiarkan laki-laki itu pergi. Itu memang tujuannya, dia ingin Kanon pergi meninggalkannya dan memberi celah kepadanya agar terlepas dari laki-laki itu.

“Maaf Kanon, tapi aku tidak bisa mengajakmu ikut bersamaku.” Ucap Bou lirih saat Kanon sudah tidak lagi terlihat olehnya. Ia lalu cepat-cepat berdiri dari bangku taman dan sesegera mungkin pergi dari taman itu sebelum Kanon kembali.

Sebenarnya Bou tidak tahu kemana tujuannya. Ia juga tidak membawa cukup banyak uang, namun ia terus saja melangkahkan kakinya terburu-buru. Ia mungkin bisa minta bantuan Izumi atau Hiroto.

Tidak Izumi. Bou segera mengkoreksi pikirannya. Ia tidak boleh menyusahkan senpainya itu. Izumi sudah terlalu sering membantunya dan Bou merasa tidak enak untuk menyusahkannya lagi. Pilihan Bou akhirnya jatuh pada Hiroto. Ia pun mencari-cari ponselnya dan berniat menghubungi teman sekelasnya itu. Saat berusaha mencarinya, Bou dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba merangkul pundaknya. Bou menengadah ke samping karena orang itu lebih tinggi darinya. Dan saat itu pula wajah Bou memucat. Sisa-sisa kebahagiaan diwajahnya mendadak hilang.

----ooo----

Tangan Kai merasa hangat seperti ada yang menggenggamnya. Laki-laki manis itu kemudian bergerak dari posisi tidurnya menghadap ke samping sambil terus memeluk sweater Yuura, sweater yang Kai rasakan sebagai pengganti Yuura, bau tubuh Yuura tertinggal di sweater itu dan Kai bisa merasakan tidur nyaman sambil terus memeluknya. (Keka: deuuh Kai segitunya >.< nih peyuk sweater Keka aja biar dirimu tetap merasakan diriku dalam tidurmu *plak* XDD )

Kai semakin merasa hangat. Ia merasakan hembusan nafas hangat yang menyentuh wajahnya. Laki-laki itu pun berusaha membuka mata dan bangun dari tidurnya. Butuh waktu lama sampai ia bisa melihat jelas seseorang yang juga berbaring di sampingnya dan tertidur dengan wajah yang menghadap kearahnya.

Kai nyaris tidak percaya. Ia pun ragu-ragu menyentuh wajah itu dan mengelusnya. Mungkin ia sedang bermimpi, tapi sentuhannya terasa nyata.

“Yuura... kamu sudah pulang..” Kai masih tidak percaya dengan penglihatannya. Ia masih terus saja menyentuh wajah pemuda itu.

Yuura bergerak terbangun merasakan sentuhan Kai di wajahnya. Ia pun membuka matanya dan tersenyum setelah benar-benar melihat Kai yang menyentuhnya. “Kai.. maaf..” Kata itu yang pertama ia ucapkan. Dan Kai langsung memeluk tubuhnya.

“Kamu pergi kemana? Kenapa tidak mengatakan apa-apa? Apa kamu marah padaku?”

Yuura menggeleng dan balas memeluk Kai. “Maafkan aku..”

Kai menghentikan ucapan Yuura itu dan memintanya dalam diam untuk terus memeluknya. Rasanya baru sehari, tapi Kai merasa.. Yuura sudah pergi meninggalkannya selama berbulan-bulan. Kai tidak mau lagi seperti itu, ia tidak mau kehilangan Yuura dan  ingin terus memeluknya seperti ini.

----ooo----

“Apa kabarmu adikku?”

Pertanyaan itu membuat jantung Bou nyaris berhenti. Dia tidak bisa menjawabnya, pertanyaan dan kemunculan sosok itu benar-benar membuatnya terkejut seperti tersengat arus listrik bertegangan tinggi.

Sudah tiga tahun Bou tidak melihatnya, namun kini sosok itu muncul di hadapannya pada saat yang tidak tepat.

“A ki...” Bou menyebut nama itu dengan suara lirih. Dia masih sangat terkejut.

Laki-laki itu bisa melihat keterkejutan di wajah Bou, wajah seorang adiknya. Dia memanfaatkan itu, Aki mengambil saputangan yg sudah ia bubuhi chloroform dan membekap hidung serta mulut Bou dengan saputangan itu. Seketika itu juga Bou tidak sadarkan diri dan jatuh dalam dekapannya.

Tidak ada orang di sekitar yang melihat kejadian itu, tempat itu memang sepi dan jauh dari keramaian. Aki tersenyum menyeringai dan mengecup rambut Bou dengan lembut. Sudah lama ia tidak menyentuh tubuh adiknya. Lalu ia pun menggendong tubuh mungil itu dan membawanya masuk ke dalam mobilnya tanpa seorang pun yang melihat tindakannya.

Saat pingsan, Bou menjatuhkan HP yang tadi sempat ia genggam saat ingin menghubungi Hiroto. HP itu kini tergeletak di pinggir jalan, tempat dimana terakhir kali Bou meninggalkan jejaknya.

Sementara itu di tempat yang tidak begitu jauh, Kanon masih mencari-cari Bou dengan bingung. Ia tidak mengira Bou akan pergi begitu saja tanpa dirinya. Kanon terlihat panik dan tampak berlari-lari menghampiri siapa saja orang yang terlihat melintas di sekitar daerah itu.

Kanon tampak menjelaskan ciri-ciri Bou pada seorang laki-laki separuh baya, tapi orang itu hanya menggeleng. Ia tidak melihat anak laki-laki dengan ciri-ciri seperti yang diungkapkan Kanon. Kanon pun mendadak lemas dan berjalan dengan langkah lunglai. Ia menendang kerikil di jalan dengan ujung sepatunya. Sedikit perasaan menyesal dan perasaan tidak berguna menderanya. Bou betul-betul tidak ingin ia ada di sisinya. Kenyataan itu begitu menyakitkan.

Kanon sangat bingung dan saat bingung itulah ia menendang benda yang lebih besar daripada sekedar kerikil. Kanon menundukkan wajahnya dan melihat HP berwarna pink itu. Itu HP milik Bou. Kanon memungutnya dan memeriksa keadaan HP itu. Hanya sedikit tergores dan Kanon yakin HP itu memang milik Bou. Tampaknya sebelum menjatuhkan HP itu, Bou ingin menghubungi seseorang. Dan Kanon melihat nama Hiroto di layarnya.

----000----

Tepukan meriah di rumah itu menandakan kepulangan Aoi. Wajah laki-laki itu begitu gembira saat mendapat sambutan selamat datang dari teman-temannya. Hiroto melihat Aoi seperti melihat orang yang dituakan oleh teman-temannya. Sesekali beberapa temannya tampak bermanja-manja di sampingnya. Tapi tidak dengan Mizuki. Hiroto melihat Mizu seperti tidak senang dengan kepulangan Aoi. Dia terlihat merengut saat Aoi bercanda garing di depan teman-temannya, dan teman-temannya malah tertawa gila mendengar candaan garing itu.

“Apanya yang lucu?!” Mizuki mendengus kesal di depan Hiroto. Dan Hiroto hanya bisa tersenyum.

Baru saja Hiroto mau menghibur Mizuki yang sedang kesal, namun HPnya tiba-tiba berbunyi. Hiroto melihat panggilan dari Bou, dan tersenyum kecil saat menjawab panggilan dari temannya itu.

“Hei Bou ada apa?”

Sesaat Hiroto mengkerutkan daerah di sekitar kedua alis matanya. Suara yang menjawab pertanyaannya bukanlah suara riang Bou melainkan suara laki-laki lain.

“Aku Kanon. Apa Bou ada menghubungimu dan mengatakan ia kemana?”

Hiroto tidak mengerti dengan ucapan orang itu, apalagi suaranya terdengar tidak jelas karena ruangan ditempat Hiroto berada sekarang ini sedang dipenuhi gelak tawa. Ia pun pergi ke ruangan lain yang lebih tenang agar bisa menjawab pertanyaan laki-laki itu.

“Bou tidak ada menghubungiku dan tidak ada mengatakan ia mau kemana. Umm.. memangnya dia tidak ada di rumahnya?”

Laki-laki itu tidak menjawab dan hanya mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya memutuskan percakapan secara sepihak. Hiroto merasa sedikit aneh. Laki-laki bernama Kanon itu terdengar panik saat menanyakan Bou kepadanya. Hiroto pun menjadi cemas dengan keadaan Bou, dan ia pun berinisiatif menghubungi Izumi. Biasanya Izumi selalu tahu apa saja yang menyangkut tentang Bou.

----000----

Izumi berdiam di kamarnya, sendirian dan tidak tahu apa yang ingin ia kerjakan. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba orang tuanya memutuskan berlibur dan mengajak kedua adiknya pergi, sementara ia sendiri ditinggal di rumah. Yah.. tidak sendiri, setidaknya laki-laki itu menemaninya di rumah. Tapi sebenarnya justru itu yang membuat Izumi gelisah. Izumi semakin tidak mengerti mengapa ibunya meminta laki-laki itu menemaninya.

Murakami Isshi. Laki-laki aneh yang sering memakai kimono wanita. Sekarang dia ada di rumah Izumi.

Sedikit terkejut saat Izumi pulang, ia melihat sesosok laki-laki asing di kamarnya. Izumi sempat tidak mengenali karena laki-laki itu berpakaian layak, pakaian yang memang dipakai layaknya seorang laki-laki. Murakami Isshi terlihat lebih muda dan cukup tampan.

Laki-laki itu tersenyum kearah Izumi dan mengatakan kalau ia diminta untuk menemaninya selama 3 hari. Selama satu jam saja sudah merupakan bencana, apalagi sampai 3 hari. Pikir Izu yang merasa kurang nyaman saat Isshi bersamanya. Entahlah kenapa ia merasa tidak nyaman. Mungkin karena Isshi selalu menatap matanya, padahal Izu tidak suka ditatap seperti itu.

Izumi melempar bukunya ke atas meja dan memutuskan untuk tidur meskipun hari belum terlalu malam. Ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi pada buku yang dibacanya.

Baru saja matanya ingin terpejam, laki-laki itu sudah masuk ke dalam kamarnya. Izumi memutuskan berpura-pura sudah tidur agar laki-laki itu tidak mengajaknya ngobrol. Ia sangat malas harus berbasa-basi dengannya.

“Izumi.. kamu sudah tidur?” Tanya Isshi padanya. Izumi diam tidak menjawab dan tetap memejamkan matanya.

Isshi duduk di pinggir tempat tidur Izumi, lalu membelai rambut laki-laki yang sedang terbaring itu. “Kamu melupakan sesuatu.” Bisik Isshi di telinga Izumi. Perbuatannya itu membuat Izumi bergidik, meskipun ia masih tetap bertahan untuk memejamkan mata.

Tahan Izumi.. tahan..

Meskipun demikian, Izumi semakin merasa geli saat Isshi mulai menyentuh bagian lain dari tubuhnya. Ia tidak bisa lagi menahan dan akhirnya cepat-cepat membuka matanya.

“Kenapa mengganguku?!!” Tanya Izumi setengah membentak laki-laki yang ada di hadapannya.

Isshi tersenyum dan memperlihatkan sebuah HP yang ada di tangannya. “Kamu meninggalkan benda ini di atas meja makan tadi. Dan barusan ada seseorang yang menghubungi, dia bilang akan menghubungimu lagi nanti.”

“Berikan padaku.” Izumi berusaha meraih HP miliknya, tapi Isshi menarik tangannya agar Izumi tidak bisa meraih HP itu.

“Tersenyum dulu padaku.” Pinta laki-laki itu dengan wajah menggoda.

Izumi merasa kesal dan akhirnya tersenyum dengan terpaksa. Rasanya itu adalah senyum terjelek yang pernah ia torehkan di wajahnya.

Isshi tertawa dan akhirnya menyerahkan HP itu ke tangannya. “Kamu lucu sekali.” Ujarnya semakin membuat Izumi merasa kesal dengannya.

Tidak lama kemudian, HP Izumi berbunyi. Panggilan dari Hiroto. Izumi menyapanya riang, meskipun akhirnya ia tampak serius. “Aku sama sekali tidak tahu. Dia sudah 3 hari tidak menghubungiku.” Kata Izumi, menjawab pertanyaan Hiroto menyangkut prihal kepergian Bou. Izumi memang betul-betul tidak tahu. Terakhir kali ia bertemu dengan Bou adalah pada saat mereka bersama-sama mengembalikan dompet Yuura. Dan sejak saat itu Bou tidak menampakkan dirinya lagi di hadapan Izumi.

Izumi meletakkan HPnya di atas meja setelah percakapan singkatnya dengan Hiroto selesai. Ia juga merasa cemas dengan keadaan Bou, meskipun saat ini ia lebih cemas dengan hal lain. Laki-laki itu masih di kamarnya dan terus menatapnya.

“Kenapa masih disini?” Tanya Izumi pada Isshi yang masih setia duduk di pinggir tempat tidurnya.

“Aku pikir... berdua lebih baik daripada seorang diri.” ucap laki-laki itu.

Aaaaaa...APA!!??

Izumi ingin menolak dan memaksa laki-laki itu keluar dari kamarnya. Tapi terlambat. Isshi sudah membaringkan tubuhnya di samping Izumi.

-----000-----

Sementara Izumi memutuskan tidur cepat dan akhirnya malah direpotkan oleh Isshi, Yuura dan Kai malah menghabiskan malam mereka dengan berjalan-jalan di tengah kota. Sudah sejak lama Yuura menginginkan hal seperti ini. Sejak Kai selalu sibuk dengan pekerjaannya di restoran, Yuura seperti tidak punya waktu untuk menghabiskan waktunya dengan Kai.

Mereka baru saja makan malam dengan semangkuk ramen yang dibeli di kedai pinggir jalan di bawah jembatan penyebrangan. Meskipun murah, tapi ramen itu cukup enak dan membuat mereka puas. Kini Kai dan Yuura sudah dalam perjalanan pulang. Mereka juga tidak mau berlama-lama di luar rumah karena khawatir membuat pemilik rumah marah.

“Apa pemilik rumah mau makan ini?” Tanya Yuura sambil menunjukkan bungkusan okonomiyaki yang tadi dibelinya untuk oleh-oleh pemilik rumah.

Kai tertawa manis dan menggelengkan kepalanya. “Aku juga tidak tau. Orang itu tidak pernah terlihat makan di hadapanku. Mungkin dia memang tidak makan dan hanya menghisap darah.” Ujar Kai bercanda.

Yuura juga ikutan tertawa. “Waktu itu dia marah karena aku masukan banyak wasabi di hidangan sarapan paginya.”

“Kamu nakal Yuura. Bisa-bisa dia mencekikmu.”

“Dia memang mau mencekikku, tapi aku sembunyi di lemari pakaiannya.”

“Dia tidak tau?!”

Yuura mengangguk dan kemudian tertawa lebih keras. “Aku menemukan sesuatu yang menarik.”

“Apa itu?” Tanya Kai penasaran.

Yuura lalu membisikinya sesuatu yang membuat tawa Kai semakin tidak terbendung. “Hontou ne??!” Tanyanya seperti tidak percaya saat Yuura membongkar aib sang pemilik rumah.

“Iya, aku betul-betul melihatnya. Pemilik rumah itu mengkoleksi banyak sekali celana dalam berwarna pink dengan beraneka macam motif. Ada yang bunga-bunga, polka polka, sampai yang berbentuk hati juga ada.” Seru Yuura yang kembali tertawa saat mengingat barang temuannya di lemari pakaian si pemilik rumah.

“Itu hal tergila yang kudengar tentangnya.” Kata Kai di sela-sela tawanya.

Yuura juga masih tertawa sampai akhirnya dia menyadari satu hal. Dia merasa ada yang memperhatikannya. Yuura menatap sekelilingnya. Dia hanya melihat beberapa muda-mudi sedang asik pacaran, dan tidak ada dari mereka yang tampak mencurigakan.

“Yuura, ada apa?” Tanya Kai yang bingung saat Yuura menolehkan wajahnya kesana kemari. Yuura menggeleng dan kembali tersenyum dengan wajah menggemaskan di depan Kai.

“Kai.. gendong.. aku capek jalan terus.” Pintanya dengan manja.

Kai manyun dan memukul Yuura pelan. “Tubuhmu lebih tinggi daripada aku, masa minta gendong!?” ujarnya protes.

“Tapi kakiku sakit Kai..”

“Sudah jalan aja, gak usah banyak ngeluh.”

Yuura yang berganti manyun di hadapan Kai. Dia berdiri diam seperti ngambek dan tidak mau jalan menjajari Kai. Kai tetap mengacuhkannya, Yuura memang sering seperti itu. Toh dia akan menyusul Kai apabila Kai sudah jauh meninggalkannya.

“Ayo Yuura cepat sedikit. Nanti kamu kutinggal.” Seru Kai yang sudah berada beberapa meter jauh di depan Yuura.

Yuura mau tidak mau menyusulnya dan mempercepat langkahnya. Lalu dia kembali terdiam. Dia semakin yakin bahwa ada yang memperhatikan dan mengikutinya. Yuura melepas kacamatanya. Dengan mata telanjangnya, dia selalu sukses melihat hal-hal ajaib yang tidak bisa dilihat mata orang biasa pada umumnya. Yuura juga selalu bisa menangkap sosok yang bersembunyi dengan matanya itu.

Kecelakaan mobil, pembunuhan, perpisahan sepasang kekasih dan tawa-tawa bahagia sekaligus beberapa duka yang Yuura berhasil tangkap dengan matanya. Ada banyak kejadian yang pernah terjadi di persimpangan jalan itu. yuura juga melihat akan ada seorang pemuda yang terjatuh dari sepedanya saat melintasi persimpangan itu, dan itu memang terjadi beberapa saat kemudian. Tapi Yuura tidak melihat seorang pun sedang menguntitnya, dia tidak melihat satu orang pun dengan gelagat mencurigakan.

Kai berjalan mendekatinya dan Yuura buru-buru memakai kacamatanya lagi. Dia tidak mau melihat apapun tentang Kai. Yuura sudah pernah melihat Kai akan celaka, lalu melihat masa lalu Kai yang buruk. Dan dia tidak mau lagi melihat Kai dari sisi pandang yang tidak biasa, dia hanya ingin memandang Kai dengan pandangan normal, meskipun kadang kala Yuura masih mencoba mengintip masa depan Kai dengan matanya. Sejauh dia memastikan bahwa Kai baik-baik saja, Yuura masih merasa lega. Hal yang terburuk yang akan dialami Kai dalam setahun ke depan hanyalah kecelakaan ringan di dapur saat dia sedang memasak.

“Kenapa malah diam? Kamu ini memang menyusahkan. Ayo sini aku gendong. Dasar manja.” Kai mengomel, meskipun akhirnya dia merelakan diri untuk menggendong Yuura yang lebih tinggi beberapa centi dari tubuhnya.

Yuura nyengir kesenangan dan naik ke punggung Kai, padahal dia cuma main-main, tapi Kai malah serius mengiranya memang ingin minta di gendong.

Kai terengah-engah. Meskipun tampak kurus, tapi Kai tidak mengira tubuh Yuura yang digendongnya ternyata berat juga. Kai berusaha menyeimbangkan badannya, tapi dia oleng saat ada seseorang yang terburu-buru tiba-tiba menyenggolnya. Yuura, Kai dan orang itu mundur bersamaan saat mereka saling bertabrakan, untunglah mereka tidak terjatuh.

Kacamata yuura terlepas dan jatuh. Dia berusaha mengambilnya, namun dia malah memungut benda lain yang dijatuhkan oleh orang yang menabraknya tadi.

Yuura terkejut saat memegang benda itu. ada perasaan ketakutan yang dirasakan pemilik benda itu, ketakutan itu juga dirasakan Yuura. Itu bukan ketakutan Yuura, melainkan ketakutan orang lain yang dia lihat dari sebuah benda mungil di tangannya. Yuura tahu siapa orang itu. dia membalik tubuhnya menghadap orang yang tadi menabrak Kai dan dirinya.

“Kanon..” Sapa Yuura mengenali laki-laki yang menabraknya itu.

Kanon tampak bingung dan tidak tahu harus bagaimana. “Yu- Yuura.. maaf. Aku buru-buru.” Kanon berniat pergi, tapi Yuura menghentikannya sejenak.

“Kamu menjatuhkan ini.” Yuura menyerahkan benda yang tadi dipungutnya. “Ini milik Bou kan?!”

Kanon tampak terkejut. “Bagaimana kau tahu?” Tanya Kanon saat mengambil HP milik Bou dari tangan Yuura.

“Terlihat dari warnanya.” Yuura berkata asal, sebenarnya bukan itu yang membuat Yuura tahu bahwa HP itu adalah milik Bou. “Kamu buru-buru Kanon, apa kamu sedang mencari Bou?”

Lagi-lagi Kanon bingung darimana Yuura tahu itu semua. “Iya kau benar. Maaf Yuura aku harus pergi.”

Yuura mengangguk. “Cepatlah Kanon, Bou... sangat membutuhkanmu.” Yuura ragu-ragu mengucapkannya. Kanon tampak mengangguk dan pergi dengan buru-buru.

“Dia temanmu Yuura?” Tanya Kai saat Kanon sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Yuura mengangguk dan tampak cemas. Kai bisa melihat wajah kecemasannya itu. “Ada apa Yuura?”

Yuura menggeleng dan memakai kacamatanya lagi. “Ayo Kai kita pulang. Kamu harus senang karena aku memutuskan jalan kaki sendiri.”

“Memang sudah seharusnya begitu.” Ucap Kai riang saat merangkul pundak Yuura. Yuura tersenyum walaupun dia masih merasa cemas. Sebenarnya saat dia memegang HP Bou, dia melihat bayangan beberapa waktu lalu saat Bou dibius oleh seseorang dan dibawa entah kemana. Yuura bisa merasakan ketakutan Bou saat dia melihat laki-laki yang kemudian membiusnya itu. dari situ Yuura menyimpulkan bahwa Bou sedang dalam bahaya...

----000----

t.b.c.

0 komentar:

Posting Komentar