Nanairo CRAYON Part 3


Title: Nanairo CRAYON 
Subtitle: Sabishii Otoko
Part: 3
Fandom : Jrock staring The GazettE, Kagrra, Kra, Alice Nine, An Cafe, Sadie n more…
Author : Keka

* * *

Tak sengaja beberapa jam yang lalu Kanon mendengar pembicaraan serius antara Bou dan ayahnya. Pembicaraan itu dibumbui dengan ketegangan. Sepertinya masing-masing pihak baik Bou maupun ayahnya, tetap mempertahankan idealisme masing-masing. Sesekali Yonekura-san terdengar membentak anak laki-lakinya itu.

“Jangan sampai aku mengusirmu seperti aku mengusir bocah keparat kakakmu itu dari rumah ini!” Seru Yonekura-san. Ancamannya seperti serius, tapi Kanon yakin kalau itu hanya gertakan semata. Mana  mungkin laki-laki berumur itu akan mengusir Bou yang sekarang menjadi anak tunggalnya. Sejak kematian Ai- adik Bou dan kepergian Aki- kakaknya, Bou secara tidak langsung menjadi anak tunggal keluarga Yonekura.

Kanon terkadang merasa kasihan melihat Bou yang seperti terkekang untuk menuruti dan mematuhi semua perintah ayahnya. Tak jarang Bou berkata kepada Kanon bahwa ia mau bebas seperti angin. Kanon mengerti mengapa Bou sampai berkata seperti itu.

Karena alasan itulah Kanon berdiri di depan pintu kamar Bou. Sudah terlalu larut malam, Kanon yakin Bou sudah tidur. Tapi mungkin tidak akan apa-apa kalau Kanon membangunkannya. Ia pun mengetuk pintu kamar Bou dan berharap Bou terbangun karena mendengar suara ketukannya.

Meskipun harapan Kanon sia-sia karena Bou tetap tidak bangun dan tidak mendengar ketukannya. Mungkin Bou sangat lelah. Batin Kanon. Ia pun berniat kembali ke kamarnya, tapi ia tertarik untuk menyentuh gagang pintu kamar Bou. Kanon lalu menekan gagang pintu itu ke bawah sampai kamar Bou terbuka. Rupanya Bou lupa mengunci kamarnya, tapi seingat Kanon, Bou memang paling malas mengunci kamarnya saat tidur.

Kanon merasa lancang sampai harus masuk ke kamar majikannya tanpa ijin, tapi hal itu tetap dilakukannya karena Kanon sangat ingin melihat wajah Bou yang tertidur. Anak laki-laki yang dua tahun lebih muda darinya itu tampak tenang dalam tidurnya. Wajah tidurnya tampak damai dan seperti tanpa beban. Kanon lama memperhatikannya tanpa berbuat apa-apa, dia tidak tega membangunkan anak itu, tapi akhirnya Kanon tidak tahan untuk tidak menyentuh Bou. Sedikit saja, Kanon ingin merasakan kulit Bou yang lembut dan hangat.

Kanon mengelus pipi Bou dengan punggung tangannya. Terasa lembut seperti Kanon memakan gula-gula yang langsung lumer di dalam mulutnya. Kanon semakin tidak bisa mencegah tangannya untuk tidak menyentuh bagian lain, padahal Kanon sudah melarang dirinya sendiri untuk tidak berbuat sesuatu yang tidak sopan. Kanon lalu duduk di pinggir tempat tidur Bou dan mengenggam tangan Bou erat serta menciumi tangan itu seperti tak mau kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.

Tangan Bou yang kecil namun hangat itu mampu mengisi kekosongan diri Kanon. Selesai mencium tangan itu, Kanon lalu mendekatkan tangan itu di pipinya sendiri, menempelkannya di sana agar ia dapat terus merasakan kehangatan tangan Bou yang mungil.

Kanon nampaknya tidak sadar kalau perbuatannya itu menyebabkan Bou terbangun. Laki-laki kecil itu mengejapkan matanya beberapa saat lalu tampak terkejut saat sadar bahwa Kanon ada di sisinya.

“Kanon!? Apa yang kamu lakukan di kamarku?”

Pertanyaan Bou itu jauh lebih membuat Kanon terkejut daripada keterkejutan Bou saat melihat Kanon di kamarnya dan menggenggam tangannya.

--- --- ---

“Tante itu nyuruh orang mukulin kamu?!” Tanya Akiya saat mengobati luka-luka di wajah Nao.

Nao mengangguk dan sesekali mengaduh saat Akiya menyentuh lukanya dengan sedikit kasar.

“Diamlah! Jangan berisik. Kamu mau Riku bangun dan marah begitu tahu kamu ada di sini apalagi ada anak itu.” Akiya melemparkan pandangannya pada sosok Yuura yang masih pingsan dan ia baringkan di atas tempat tidurnya.

“Bagaimana keadaannya?” Tanya Nao saat ia juga melihat Yuura.

“Aku sudah memeriksanya dan tak ada sesuatu yang gawat. Mungkin dia cuma kelelahan.” Ujar Akiya yang merupakan calon dokter ini. Akiya adalah mahasiswa fakultas kedokteran yang akan menyelesaikan kuliahnya sebentar lagi.

“Baguslah.” Nao menghembuskan nafasnya lega, lalu melepaskan pakaian bagian atas yang ia kenakan dan menatap Akiya penuh arti. “Aki... lakukan sesuatu padaku.”

“Sekarang?” Akiya bertanya dan tampak tersenyum menatap tubuh bagian atas Nao yang terbuka.

“Iya.. malam ini.. aku butuh sentuhanmu.” Nao bergerak semakin mendekati Akiya, lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Akiya.

“Jangan begini Nao. Aku tidak bisa melakukannya kalau kamu begini. Tegakkan tubuhmu sebentar. Akan kuambil alas agar kamu bisa nyaman merebahkan tubuhmu di lantai saat aku melakukan itu.”

Nao menurut dan menegakkan kepalanya dari pangkuan Akiya agar temannya itu bisa bangkit dan mengambilkan sesuatu yang membuatnya nyaman berbaring di lantai.

Akiya berdiri dan mengambil selimut tebal dari lemarinya, lalu menggelar selimut itu di lantai dan meminta Nao berbaring di atasnya. “Ayo kemari.”

Nao lagi-lagi menurut. Ia membaringkan tubuhnya di atas selimut dan bergidik geli saat Akiya mulai menyentuh dadanya. “Tu- tunggu Aki..”

Akiya menatap Nao bingung. “Ada apa lagi?”

Nao kemudian menyentuh kedua pipi Akiya dengan kedua telapak tangannya, lalu mendekatkan wajah itu ke wajahnya masih dalam posisi berbaring. Kemudian sedikit memalingkan wajah Akiya hingga Nao bisa berbisik di telinga temannya itu. “Lakukan dengan lembut...”

Akiya tersenyum dan menyentil lembut hidung Nao. “Kalo aku gak puas dengan gerakan lembut, aku akan melakukannya dengan sedikit kasar dan jangan berteriak Naoran! Nanti semua orang di rumah ini bisa tahu apa yang kita lakukan. Tahan suaramu saat aku melakukannya.”

Nao mengangguk dan membuka mulutnya lagi. “Tahan bibirku dengan bibirmu kalau aku mulai berteriak.” Ucapnya dengan senyum nakal.

--- ---- ----

Mizu mengumpat tertahan. Dia paling benci saat tengah malam begini, tiba-tiba dia ingin ke toilet. Jarak toilet dari kamarnya cukup jauh. Rumah kos sialan ini cukup banyak hantunya. Pikir Mizu was was. Dia pun memandang sekeliling dengan takut-takut. Chiru pernah bilang kalau dia melihat hantu anak wanita di sekitar toilet.

“Sial. Kenapa tiba-tiba aku ingat cerita itu.”

Hasrat Mizu pun tak tertahankan. Dia semakin kebelet ingin ke toilet. Lalu saat itulah dia mendengar suara itu.

Seperti sebuah desahan tertahan. Bukan desahan wanita. Suara itu sangat dikenalnya.

Itu suara Naoran.

Asalnya dari kamar Akiya.

Naoran ada dikamar Akiya?? Mizu bertanya-tanya bingung dalam hati. Lalu karena penasaran, ia pun mendekatkan telinganya di pintu kamar Akiya. Dari pintu kamar itu, Mizu bisa mendengar suara Nao dan suara Akiya dengan cukup jelas.

“Tenanglah Nao. Suaramu itu bisa membangunkan satu rumah ini.”

“Aaah.. Aki.. Akiya.. aku sudah gak kuat.”

“Sedikit lagi.. tahanlah.. setelah itu kamu pasti akan merasa nyaman.”

“Tapi yang kamu lakukan itu sedikit menyakitiku.”

“Aku melakukan ini karena keinginanmu. Sabarlah Nao.. tidak akan sakit. Ini akan menghangatkanmu.”

“Aaaah.. A- ki.. jangan sentuh itu!”

“Lemaskan tubuhmu Naoran.”

“Tapi pelan-pelan.. aaaah.. haah.. hmmpp.. aaa..”

Nafas Nao memburu. Bulu kuduk Mizu mendadak berdiri mendengar suara-suara itu.

Mereka sedang berbuat apa??

Apa mereka tidak takut dikutuk karena melakukan hal seperti itu di rumah berhantu ini...

Sudahlah Mizu. Biarkan saja mereka. Ingat tujuanmu!

Mizu melepaskan telinganya dari pintu kamar Akiya dan berbalik ingin segera ke toilet. Tapi ia dikejutkan dengan hal lain. Dua mahkluk pendek itu ada di hadapannya.

“Rika, Keiyuu.. apa yang..”

“Ssstt!!” seru Rika dan Keiyuu bersamaan. Mereka tampak serius mendengarkan.

“Aaah.. Aki.. jangan tekan terlalu kuat! Sakit!!”

“Diamlah! Kalo gak begini, gak puas! Balikkan tubuhmu lagi.”

“Eh, apa yang kamu pakai itu?”

“Hanya sedikit pelumas supaya kamu gak kesakitan. Sudah diam saja dan rasakan kenikmatan sentuhanku.”

Nao terdengar diam beberapa saat, sampai dia terdengar bersuara lagi.

“Iya.. ini lebih baik. Teruskan Akiya.. enaaak.. aaah..aah..”

Keiyuu menutup telinga Rika saat erangan dan desahan Nao semakin liar. “Ini gak baik di dengar anak kecil.” Seru Keiyuu.

“Kamu juga kecil Kei!” Rika berusaha melepaskan kedua tangan Keiyuu dari telinganya.

“Kalian berdua ini. Sedang apa malam-malam begini?” Tanya Mizu pada Rika dan Keiyuu.

“Aku mau ambil minum di dapur, tapi gak berani. Jadi minta temanin Keiyuu, terus kita lihat Mizu lagi nguping di pintu kamar Akiya.”

“Aku bukannya nguping! Tapi mau ke toilet.”

“Tapi penasaran dengan suara-suara aneh kan!?” Keiyuu cekikikan, sementara Rika yang sudah duduk menyandarkan punggungnya di dinding luar kamar Akiya tampak menunduk dengan wajah bersemu. “Aku gak nyangka kalo Akiya dan Nao begitu...” Ujarnya tampak malu-malu.

“Dari dulu aku juga sudah menduga. Mereka itu pasangan sahabat yang aneh. Kadang mereka tampak saling cuek, tapi aku sering mergokin mereka selesai berendam di onsen berdua aja tengah-tengah malam. Gelagat yang mencurigakan.” Ungkap Mizu dengan volume suara yang cukup memekakkan.

“Sssst.. Mizu!! Jangan nyaring-nyaring dong! Nanti mereka sadar kita disini.” Seru Rika dengan suara yang dipelankan.

Keiyuu masih menempelkan telinganya dipintu kamar Akiya, berharap mendengar suara Nao dan Akiya lagi.

“Apa mereka masih melakukannya?” Tanya Mizu penasaran. Ia pun kembali menempelkan telinganya di pintu kamar Akiya. Wajahnya tampak serius, sepertinya ia mulai lupa tujuan utamanya tadi.

“Ada apa Akiya? Kenapa berhenti? Apa kamu sudah lelah? Aku masih ingin.” Ucap Nao dengan suara manja.

Akiya terdengar tidak menjawab. Mizu menduga saat ini Akiya pasti sudah terkapar di samping tubuh Nao dan sibuk mengatur nafasnya agar masih bisa melanjutkan pertempuran dan memuaskan Nao dan dirinya kembali. Membayangkan hal itu, Mizu jadi makin merinding. “Apa yang seperti itu bisa menyenangkan kalau dilakukan dengan sesama jenis?” Tanya Mizu pada Keiyuu. Lagi-lagi dengan suara cukup nyaring.

“Bisa gak sih kamu bersuara lebih kecil sedikit!?”

“Mau sekecil apalagi? Suaraku ini sudah cukup kecil.” Mizu merengut.

Keiyuu nampak tidak peduli, dia masih serius mendengarkan. Tapi baik suara Akiya maupun suara Nao sudah tidak terdengar lagi. Suasana hening beberapa saat, sampai Keiyuu mendengar kenop kunci terbuka dan pintu kamar Akiya terbuka dengan cepat hingga membuat Keiyuu dan Mizu yg menempel di pintu itu terdorang jatuh masuk kamar Akiya.

“Apa yang kalian lakukan di depan kamarku?” Tanya Akiya tampak galak.

Keiyuu dan Mizu nyengir karena ulah mereka ketahuan oleh Akiya. Rika yang terkejut kemudian melongok melewati pintu kamar Akiya. Tadinya dia takut menemukan pemandangan tidak seharusnya, tapi di kamar itu hanya terlihat Nao yang berbaring dilantai beralas selimut dengan tubuh bagian atas terbuka dan di sampingnya banyak terdapat obat dan perlengkapan medis. Akiya sendiri masih berpakaian lengkap.

Akiya semakin membuka pintu kamarnya lebar dan seperti mempersilahkan tiga orang itu masuk. Keiyuu, Mizu dan Rika pun masuk tanpa ragu. Lalu Akiya menutup pintu di belakang mereka dan menguncinya. “Kau dan Nao tadi sedang melakukan apa Aki-kun?” Tanya Rika polos.

“Itu sudah jelas kan!? Kenapa juga kamu masih nanya hal itu Rika-chan?” Bisik Mizu di telinga Rika. Mizu pun lalu melihat ada orang lain selain Nao dan Akiya di kamar itu. Sosok laki-laki yang tergeletak diatas tempat tidur Akiya nampak tak berdaya. “oh God. Mereka melakukan triple attack. Satu diantara mereka malah sudah gak kuat dan terkapar disitu.” Tunjuk Mizu kearah laki-laki yang terkapar ditempat tidur Akiya.

“Aku lagi mengobati luka Nao dan memijatnya karena beberapa bagian tubuhnya keseleo.” Ungkap Akiya jujur. “Kalian pikir.. aku dan Nao sedang melakukan apa?” Tanyanya tampak curiga.

Keiyuu dan Rika pun menggeleng bersamaan. “Gak mikir apa-apa kok. Kita juga tau kalau Aki-kun Lagi mijitin Nao-chan. Iya kan Rika!?” Keiyuu menyikut Rika pelan dan cewek itu pun mengangguk membenarkan.

“Kalian plin plan, tadi kan kalian tidak berpikir seperti itu.” Mizu pun menceritakan hal yang sebenarnya pada Akiya dan Nao. Kedua pemuda itu kemudian tertawa tertahan karena tidak mau ambil resiko membuat Riku terbangun dari tidurnya.

“Aku dan Akiya!!? Hummpp.. pikiran kalian bertiga rusak ya.”

“Abis suara desahan Nao bikin curiga sih.” Kata Rika yang kemudian menjadi penasaran dengan cowok yang tampak tertidur diatas tempat tidur Akiya. “Ini siapa Aki-kun?”

Akiya dan Nao saling berpandangan beberapa saat lalu Akiya mulai menceritakan semuanya.

“Aki-kun ternyata perhatian ma Nao. Sampai mencari Nao segala. Aku pikir Aki gak peduli walau Nao gak pulang sampai malam.” Ucap Rika begitu Akiya menyelesaikan ceritanya.

“Iya.. aku juga gak nyangka kalau Akiya segitu perhatiannya padaku. Kalau dia terus manis seperti ini, aku bisa jadi benar-benar mencintainya. Akiya... nikahi saja Nao mu ini.” Nao berkata manja dihadapan Akiya. Sudah pasti ucapannya hanya bercanda.

“Aku potong jarimu kalau kamu berkata seperti itu lagi Naoran.” Ancam Akiya dengan mimik wajah serius. Nao pun cengengesan.

“Lalu anak ini bagaimana? Riku pasti gak senang kalau ia sampai tau.” Tanya Keiyuu cemas.

“Makanya kalian semua diam! Jangan ada yang bilang tentang hal ini ke Riku.” Seru Akiya yang dibalas semua anggukan teman-temannya.

“Tenang.. Besok pagi-pagi buta, Riku harus sudah berangkat ke pedesaan di sekitar wilayah Gifu bersama Chiru. Ada hal penting yang harus mereka lakukan disana. Mungkin pulangnya baru lusa.” Ungkap Rika.

“Baguslah. Kalo gitu beres, ah iya aku mau ke toilet. Sudah diujung, gak tahan lagi.” Mizu pun buru-buru bangkit dan keluar dari kamar Akiya.

“Hati-hati Mizu, banyak hantu loh di toilet kalo malam-malam gini.” Seru Keiyuu memperingatkan, tapi sepertinya Mizu gak dengar karena sudah kepalang gak tahan menahan hajat buang air kecilnya.

--- --- ----

Laki-laki itu menatap laki-laki lain yang tertidur di hadapannya dengan mata penuh keajaiban. Wajah laki-laki yang tertidur itu mengingatkannya pada seseorang yang sangat begitu ia cintai beberapa tahun yang lalu. Seseorang yang selalu ia panggil kakak.

Ya.. Kai mirip sekali dengan kakak

Laki-laki itu pun lantas menyentuh wajah Kai dengan lembut. Susah sekali membuatnya tenang dan tertidur saat ia terus-terusan mencemaskan keadaan Yuura. ‘Pemilik rumah’ begitu yuura menyebutnya, sampai harus meyakinkan Kai bahwa ia sendiri yang akan membawa anak itu ke hadapan Kai dalam keadaan utuh dan baik-baik saja.

Ia memang sudah meminta beberapa orang kepercayaannya untuk mencari Yuura, meskipun anak itu tidak meninggalkan jejak sedikit pun yang menjelaskan kemana ia pergi, tapi laki-laki itu yakin jika orang-orang kepercayaannya mampu menemukan Yuura dan membawa anak itu pulang.

Laki-laki itu seperti tidak puas terus menatap wajah Kai. Sepertinya ia ingin lebih, tapi ia masih mampu menahan keinginannya itu dan kembali ke kamarnya sendiri. Kamarnya yang gelap dengan penyinaran tanggung dan perabotan yang minim. Laki-laki itu kemudian duduk di sebuah kursi dengan sandaran yang tinggi, ia lalu mengambil dan membuka sebuah kotak berisi cerutu dan mengambil salah satu cerutu di kotak itu.

Sebelum membakarnya, terlebih dahulu ia mencium aroma cerutu itu. Lalu memasukkan ujung cerutu itu ke dalam mulutnya dan membakar ujung yang lain dengan zippo kesayangannya. Biasanya bukan ia sendiri yang membakar cerutu itu, ada orang lain yang begitu dengan ihklasnya membakar ujung cerutu itu untuknya. Laki-laki yang ia tahu sangat mencintainya.

‘Pemilik rumah’ yang kesepian. Yuura selalu mengejeknya seperti itu. Anak itu bahkan sering menyebutnya ‘perjaka tua gak laku’, sebutan yang sering kali membuatnya ingin mencekik anak itu atau membawa anak itu dengan paksa ke kamarnya dan memperkosanya disana. Laki-laki itu tersenyum sambil menghembuskan asap cerutunya ke udara. Ia teringat saat Yuura tidur satu ranjang dengannya. Anak yang sangat hiperaktif, bahkan saat ia tertidur pun, Yuura tidak ada henti-hentinya bergerak dan menendanginya. Membuatnya sulit mendekati anak itu, meskipun dari awal ia memang tidak berniat lebih selain hanya ingin Yuura tidur di sampingnya dan dapat mengerti alasan Kai begitu melindunginya.

Yuura pernah bertanya padanya.. “Kenapa pemilik rumah yang tampan tidak juga beristri?”

Laki-laki itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu, pertanyaan sama seperti yang sudah sering dipertanyakan oleh ayahnya yang sudah semakin tua dan semakin mendekati ajalnya.

Yuura benar. Dirinya memang pantas disebut sebagai laki-laki kesepian, ia tidak sedang mencintai seorang wanita pun saat ini. Baginya, dengan adanya Kai dan Yuura di sisinya saja itu sudah cukup. Tapi kedua pemuda itu tentu saja bukan orang yang ingin ia manfaatkan. Laki-laki itu sudah cukup puas dengan hanya melihat keakraban mereka berdua.

Saat ini, ia hanya ingin laki-laki tampan itu kembali. Laki-laki yang sanggup mengisi kekosongan hidupnya, laki-laki yang menjadi satu-satunya alasan kenapa ia tak juga ingin menikah. Karena ia hanya ingin laki-laki itu yang menjadi pendamping hidupnya, tapi itu tidak mungkin. Karena laki-laki itu adalah seorang laki-laki. Ayahnya sempat nyaris mati karena serangan jantung saat mengetahui ia mempunyai hubungan khusus dengan laki-laki itu.

“Maafkan aku... aku mencintaimu.. tapi kita tak mungkin bersama. Orang tuamu menentang hubungan ini. Aku akan pergi darimu, tapi aku akan selalu mencintaimu...” Ucap laki-laki itu terakhir kali. Ia pun mendapat ciuman terakhir dari laki-laki itu. Ciuman yang selalu hangat seperti biasanya. Meresap kedalam bibirnya, membuatnya bergolak ingin terus merasakan kenikmatan sentuhan dan geliatan sensasi lidah di dalam mulutnya.

Ia tersadar dari lamunannya. Semakin ia mengingat hal itu, semakin ia ingin laki-laki itu kembali dan masuk dalam kehidupannya. Bersamanya, si ‘pemilik rumah’ ini bisa merasakan arti cinta. Laki-laki itu yang menemaninya bermain billiard dan diatas meja billiard itu juga mereka memuaskan hasrat cinta mereka yang membara. Betapa ia sangat merindukan saat-saat itu, saat-saat paling mendebarkan dalam hidupnya.

Laki-laki itu pun menunduk dan mengucapkan sesuatu dengan suara lirih..

“Aku ingin dirimu.. aku mohon.. kembalilah You..”

---- ---- ----

Sepertinya banyak orang yang tidak bisa tidur nyenyak malam ini. Laki-laki bertubuh tinggi dengan paras tampan itu juga nampak gelisah dalam tidurnya. Sesekali dia terbangun hanya untuk menatap ranjang lain di seberang ranjangnya.

Ranjang itu biasa ditempati Pon Pon. Dan sekarang Pon Pon tidak ada. Laki-laki itu tidak tahu dimana anak itu berada dan dia merasa sangat gelisah. Menurut keterangan pemilik kos, Pon Pon pindah ke tempat kos lain yang lebih dekat dengan sekolahnya. Tapi untuk apa...

Seingatnya, Pon Pon tidak pernah mengeluh biarpun tempat kosnya jauh dari sekolah.

“Asal bersama aniki, Pon gak papa tinggal disini.” Ucapan Pon Pon itu begitu diingatnya.

Laki-laki itu pun berusaha menutup matanya lagi sampai akhirnya dia dikejutkan kedatangan laki-laki lain yang tiba-tiba mengganggu tidurnya.

“kamu cemas? Apa tidak sebaiknya kita cari Pon Pon sekarang juga?” Tanya laki-laki bertampang bishounen itu.

“Jangan Saga. Ini sudah terlalu malam.” Ucap laki-laki itu tanpa memperhatikan wajah Saga yang tampak serius memperhatikannya.

“Hei Tora.. ucapan dan sikapmu sangat tidak sesuai. Kamu seolah berkata tidak mencemaskan Hiroto, tapi dari sikapmu itu sudah sangat terlihat kalau kamu mencemaskannya.”

“Jadi aku harus bagaimana?” Tanya laki-laki bernama Tora itu.

“Berhentilah gelisah dan tidurlah dengan nyenyak. Besok pagi kita cari Hiroto.”

“Aku rasa itu tidak perlu. Hiroto pergi karena keinginannya sendiri, dia pasti tidak mau kita mencarinya.”

Saga menipiskan bibirnya dengan senyuman. “Kamu tidak menyesal berkata seperti itu? Aku cuma tidak mau melihatmu terus-terusan terbangun setiap lima menit dan menatap ranjang itu.”

Tora menggeleng. “Sudahlah Saga. Berhentilah mencecarku. Kalau kamu memang ingin aku tidur nyenyak, lakukanlah sesuatu padaku.”

Saga menatap Tora dengan tatapan nakal, laki-laki itu lalu memainkan lidahnya dan membuatnya tampak sensual di hadapan Tora. “Ide yang luar biasa. Aku pikir kamu hanya menginginkanku untuk membuat si gigi tikus itu merasa cemburu, tapi ternyata...”

“Jangan berpikir hal yang macam-macam. Aku cuma ingin kamu kembali ke kamarmu dan membiarkanku tidur nyenyak disini sendirian.”

Saga kecewa mendengar ucapan Tora itu. “Baiklah pria tampan. Aku ini memang belum cukup seksi untuk menggodamu.” Laki-laki itupun lantas meninggalkan kamar Tora dengan senyum tipis yang tetap menghiasi wajahnya.

“Tunggu Saga.”

Saga tampak menghentikan langkahnya dan kembali menatap Tora. “Apa lagi?”

Tora melempar senyum memikat kearah Saga yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. “Jangan kunci kamarmu. Mungkin aku berubah pikiran dan mencarimu untuk mendapat sedikit kesenangan.” Ucap Tora terdengar nakal.

“wow, u’re so unpredictable.” Saga kembali memainkan lidahnya seperti ingin melumat Tora. “oke tampan.. aku akan tunggu kedatanganmu.” Kerlingan Saga membuat Tora tersenyum.

Bercanda seperti itu nampaknya cukup membuat Tora sedikit lebih tenang dan sedikit menghilangkan kecemasannya terhadap Hiroto yang kini juga tidak bisa tidur karena memikirkan anikinya tersebut.

~ ~ ~

Saat membuka mata, Yuura mendapati suatu pemandangan berbeda dari biasanya. dia tidak sedang berada di kamarnya, tapi di kamar orang lain. Yuura mencari-cari kacamatanya dan akhirnya menemukan benda itu di atas meja kecil yang terletak di sebelah ranjang yang kini dia tempati.

Yuura memakai kacamatanya lalu memegangi kepalanya sendiri. Sakit yang semalam dia rasakan, rupanya sudah tidak terasa lagi sekarang. Yuura merasa jauh lebih baik. Dia pun bangkit dari tempat tidur dan menjejakkan kakinya di lantai sambil mengamati ruangan tempatnya berada sekarang ini.

Ruangan itu cukup rapi. Ada buku-buku tebal yang tersusun di rak dan tergeletak di atas meja. Lalu ada kotak obat, bola basket, beberapa pasang sneaker dan sebuah gitar akustik di dekat perlengkapan audio dan tumpukan CD.

Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dan Yuura melihat Nao bersama seorang laki-laki bertubuh cukup tinggi masuk ke dalamnya.

“Wah kau sudah sadar?!” Nao menyapa Yuura dengan riang. “Kau baik-baik saja?”

Yuura mengangguk. “umm.. boleh aku tanya ini dimana?” Tanya Yuura tampak ragu.

“Kau di kamar Akiya. Dia yang menggendongmu sampai sini waktu kau pingsan dan dia juga yang memeriksa keadaanmu.”

Yuura menatap laki-laki di samping Nao yang bernama Akiya itu, lalu ia membungkuk pelan dan mengucapkan terima kasih.

“Sudahlah Yuura, jangan terlalu formal. Akiya senang bisa menolongmu, iya kan Aki?!”

Akiya hanya tersenyum simple. Dan sekali lagi Yuura mengucapkan terima kasih padanya.

“ng.. aku harus pulang sekarang. Orang-orang di rumah pasti cemas mencariku.” Kata Yuura dengan wajah sedikit bingung.

“Kau tinggal dimana? Biar aku antar.” Nao menawarkan diri. Dan Yuura merasa senang sekali.

Yuura lalu mencari-cari sesuatu di dalam saku celananya dan mengeluarkan dompetnya dari sana. Dia membuka dompetnya dan melihat beberapa puluh yen saja yang tersisa di dalamnya. Dia lalu mendapati sesuatu yang dicarinya dan menyarahkannya kepada Nao. “Aku tinggal disitu. Apa cukup jauh letaknya dari sini?”

Nao melihat kartu yang bertuliskan sebuah alamat tempat tinggal Yuura. Ia lalu mengerutkan keningnya. “Aku gak tau dimana ini. Apa kamu tau Akiya?”

Akiya melihatnya beberapa saat, lalu ia mengangguk. “Letaknya memang agak jauh dari sini. Sekitar satu jam jika ditempuh dengan kereta dan untuk sampai ke alamat itu, kita masih harus naik bis dan mungkin perlu berjalan kaki sedikit lama. Aneh, gelandangan yang suka berkeliaran sepertimu tidak tahu daerah ini Nao?!”

Nao merengut. “Aku tau, tapi rumah itu sepertinya jauh dari keramaian kota.”

“Iya kau benar. Masih di bagian Tokyo tapi jauh di selatan. Aku saja harus menempuh waktu lama jika ingin ke mini market yang terdekat.” Ucap Yuura.

“Baiklah aku akan tetap mengantarmu. Tapi jangan sekarang. Aku lapar.” Nao meringis memegangi perutnya. Dan Yuura juga bisa mendengar perutnya menjerit. Ia juga kelaparan.

---- --- ---

Suasana rumah itu entah kenapa menjadi semakin ramai pagi ini. Hari ini memang hari libur, semua penghuninya nampak senggang dan tidak punya aktivitas diluar rumah. Keiyuu, si pendek itu entah kenapa terus bolak-balik dan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas. Lalu Rika tampak sibuk di dapur bersama Pon Pon dan seorang cowok tanggung bertubuh pendek berisi yang sangat cekatan mengolah makanan.

Mizuki muncul dengan langkah yang indah, di sampingnya ada Chiru yang sudah berdandan sangat rapi.

“Loh Chi gak ikut Riku ke Gifu?” Tanya Rika bingung.

Chiru menggeleng. “Ada hal yang lebih penting daripada nemanin si mamih kesana.” Ucapnya riang. Wajahnya tampak berseri-seri.

Keiyuu yang menatapnya tampak curiga. “Wah wah, Chiru mau kencan bareng Mizu ya?” Tanyanya dengan wajah cengengesan.

Chiru menatap Keiyuu dan Mizu bergantian. “Chiru kencan ma orang ini!?!!” Chiru menunjuk Mizu dengan tampang berjengit. “Nehi!!” Serunya dengan kepala menggeleng berkali-kali.

Mizu menjulurkan lidahnya kearah Chiru. “Aku juga gak bakal mau kencan ma kamu.” Laki-laki itu kemudian menghampiri Pon Pon yang sibuk membantu temannya memasak.

Chiru mengalihkan pandangannya pada teman Pon Pon itu. “Ah Izumi.. sedang apa disini?” Tanya Chiru riang saat mengenali cowok pendek berisi yang tidak lain adalah Izumi itu.

“Gak liat dia lagi masak?!!” Ucap Mizu ketus.

Chiru mengacuhkannya. Dia lebih tertarik mendekati Izumi dan mencubit pipi cowok itu.”Iiih gemes!! Dah lama gak liat kamu.”

Izumi hanya bisa meringis. “Iya gomen. Belakangan ini sibuk belajar untuk persiapan masuk universitas tahun depan.” Ucapnya kalem.

“Aku yang telpon dia Chi. Kangen ma hamburger buatan dia.” Rika juga ikut-ikutan mencubit pipi Izumi. (lecet dah pipi anak orang)

“Aku gak tau kalo sekarang Pon tinggal disini.”

Hiroto hanya tersenyum mendengar ucapan Izumi itu. Izumi adalah senpainya di sekolah dan mereka juga cukup akrab.

Rika kemudian berbisik di telinga Izumi. “Dia ada masalah dengan Tora dan Saga. Jadi jangan singgung-singgung dua orang itu di hadapannya.”

Izumi mengangguk tanda mengerti. Dan tidak berapa lama kemudian, dapur itu semakin penuh dengan kedatangan tiga orang.

“Makanannya apa sudah siap? Aku lapar nih.” Tanya Nao tampak antusias saat menatap hamburger buatan Izumi.

Izumi tersenyum, lalu tampak terkejut saat melihat orang lain di samping Nao.

“Yuura!?”

Yuura juga terkejut melihat Izumi.

“Kalian saling kenal ya?” Tanya Nao yang dibalas anggukan Izumi.

“Baru beberapa hari yang lalu. Aku dan temanku mengantar dompet Yuura ke rumahnya.” Ucap Izu.

Chiru yang tidak tahu siapa Yuura akhirnya bertanya pada Rika. “Sst sst.. ada lagi cowok kinyut kinyut. Siapa lagi tuh? Penghuni baru disini kah?!” Tanya Chiru dengan suara berbisik.

“Bukan. Dia itu cowok yang ditolong Nao dan Akiya tadi malam. Katanya Nao sih, tiba-tiba dia pingsan. Makanya dibawa kesini.” Terang Rika. Dan Chiru hanya bisa menganggukkan kepalanya.

“Izu, kamu tau rumah Yuura?”

Izumi mengangguk.

“Kalau gitu kamu temanin aku antar dia pulang ke rumahnya ya?”

Izumi lagi-lagi mengangguk mendengar ajakan Nao itu.

Nao tampak puas. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Chiru yang tidak bisa berhenti menatap Yuura. “Heh, ngedip dong! Ntar tu mata bisa bintitan lho.”

Chiru memukul Nao dengan kesal. Chiru memang gak tahan dan selalu penasaran bila melihat orang baru yang baru dilihatnya. Apalagi kalau orangnya semanis Yuura.

Akiya juga tampak penasaran saat melihat Chiru dengan pakaiannya yang rapi. “Mau kemana Chi? Bukannya kamu ikut Riku ke Gifu?!”

Chiru mesam-mesem mendengar pertanyaan dari Akiya itu. Dia akhirnya mengaku. “A- aku.. mau jemput Aoi di bandara. Dia pulang dari Hawai hari ini.”

Semua kecuali Yuura dan Izumi, tampak terkejut. “Si manju mau pulang hari ini!!? Bukannya masih minggu depan?!!”

Chiru menggeleng. “Aku juga gak tau. Katanya ada urusan tiba-tiba disini, makanya dia meninggalkan turnamennya.”

Mizuki memegangi kepalanya. Entah kenapa dia merasa ada yang aneh dengan kepulangan Aoi yang tiba-tiba. Setahunya, Aoi tidak akan pulang sampai turnamennya selesai. Turnamen itu begitu penting baginya dan sesuatu yang membuatnya pulang lebih awal, pastilah urusan yang sangat penting. Meskipun Mizuki tidak peduli dengan urusan Aoi itu. Dan itu memang tidak ada kaitannya dengannya.

0 komentar:

Posting Komentar