muddy cult #3

Title: muddy cult
Author: -Keka-
Chapter: 3
Fandom: Nega
Genre: Angst, Thriller,-- (???)
Rating: R


~ ~ ~



Tidak seperti biasanya, hari ini SAN berniat membuka cafe lebih pagi dari biasanya. Entahlah, tapi sepertinya pagi ini ia sangat bersemangat.

Rona keceriaan tergambar jelas di wajahnya. Dan seperti biasanya, ia juga yang selalu membersihkan seluruh ruangan cafe. Mulai dari memastikan meja dan kursi tersusun rapi, memastikan tidak ada debu yang menempel, sampai menyapu dan mengepel lantai. Ia lakukan itu semua dengan riang gembira.

Keringatnya sedikit mengalir dari keningnya. SAN menyeka itu dan tampak menghembuskan nafas berat seperti orang yang kelelahan. Matanya menyapu seluruh isi ruangan. Ia merasa puas karena telah memastikan semuanya sempurna.

Ini saatnya pintu cafe kita buka. Ucap SAN dalam hati. Lalu ia pun menuju pintu itu dan mengeluarkan sebuah kunci dari saku celemek yang dipakainya.

Butuh beberapa saat sampai SAN membuka sempurna pintu itu. Ia pun memandang lurus ke depan, dimana jalanan yang biasanya sangat lenggang, kali ini terasa semakin lenggang. SAN juga tidak mengerti mengapa ia memutuskan membuka cafe di rumahnya sendiri yang jauh dari keramaian dan hiruk pikuk suasana perkotaan. SAN hanya merasa damai di tempat itu, tempat dimana ia tinggal sekarang ini, karena tempat itulah satu-satunya peninggalan kedua orang tuanya.

Baru saja SAN ingin melangkahkan kakinya keluar saat ia merasakan menendang sesuatu.

Sebuah kardus.

Kardus yang tertutup lakban dengan sangat rapi.

SAN bingung, mengapa ada orang yang sangat isengnya meletakkan kardus itu di depan cafenya?

Jika itu sampah, seharusnya sampai itu di buang ke tempat yang semestinya dan bukan diletakkan begitu saja di depan cafenya.

SAN mencoba memeriksa kardus itu, dan sedikit terkejut saat membaca tulisan di kardus itu yang ternyata adalah alamat yang ditujukan padanya.

“Apakah kiriman yang kupesan beberapa waktu yang lalu?” Tanyanya pada diri sendiri.

Ia lalu mencoba mengangkat kardus itu. Namun ternyata benda itu cukup berat. SAN pun berinisiatif mendorongnya saja melewati pintu cafe. Dan setelah kardus tersebut berada di dalam cafe, SAN dengan segera mengambil cutter tajam untuk membongkar apa isi kardus itu.

Cukup sulit baginya melakukan itu karena kardus itu terbungkus dengan sangat rapi. Hal itu jugalah yang membuatnya sangat penasaran dan ingin segera mengetahui apa isi kardus itu.

Sementara SAN berkutat dengan pekerjaannya, saat ini Jin di dapur sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan untuk SAN. Meskipun tidak terlalu pandai memasak, namun ia tidak kesulitan oleh itu karena sudah terbiasa menyiapkan sarapan dan makan siang serta malam untuk dirinya sendiri.

Jin baru saja mengangkat telur dadar dari wajannya saat ia mendengar suara teriakan SAN yang begitu keras. Dari suara teriakan itu, tergambar jelas betapa SAN sangat ketakutan.


Tidak perlu waktu lama sampai Jin berlari cepat menuju tempat dimana SAN berada.

SAN duduk terpojok di sudut ruangan. Menekuk kedua kakinya dan mendekapnya dengan kedua tangan serta menenggelamkan wajahnya hingga keningnya menyentuh kedua lututnya itu. Tubuhnya bergetar. Jin sangat bingung dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

“Kau kenapa SAN?” Tanya Jin saat menghampiri SAN yang nampak begitu sangat ketakutan.

Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibir SAN. Pemuda itu juga tidak mengangkat wajahnya dan nampak bergetar hebat seperti orang yang baru saja melihat hantu.

Jin masih tidak bisa mencerna apa yang terjadi, sampai SAN mengangkat salah satu tangannya dan menunjuk sebuah kardus yang bagian atasnya tampak terbuka.

Ragu-ragu Jin mendekati kardus itu. Ia sangat penasaran mengapa kardus itu bisa membuat SAN begitu menjerit dan membuat sahabatnya itu begitu ketakutan. Apa sebenarnya isi kardus itu?

Langkah-langkah Jin sangat pelan dan nampak berhati-hati. Ia sendiri bingung mengapa memiliki insting yang menuntutnya untuk berhati-hati seperti itu.

Barulah setelah ia melongok pada isi kardus itu, akhirnya ia tahu apa yang membuat SAN sangat ketakutan. Ada sesuatu yang sangat mengerikan disana, sesuatu yang bahkan bisa membuat isi perut Jin menggeliat saat itu juga, seperti ada seekor ular yang bergerak di dalam lambung dan ususnya.

~ ~ ~

Beberapa polisi penuh di tempat itu dan beberapa diantara mereka seperti tidak ada putus-putusnya memberikan pertanyaan pada SAN yang masih terlihat begitu shock dan tidak sanggup berkata apa-apa. Jin lah yang lebih banyak menjawab pertanyaan dari polisi-polisi itu meskipun harus ia akui, bahwa setenang apapun ia berusaha, namun saat ini ia juga tidak jauh tertekannya seperti SAN.

Apa masih bisa dikatakan mampu bersikap tenang saat kita baru saja melihat enam belas potongan mayat di dalam sebuah kardus?

Sorot mata SAN bahkan nampak seperti mahkluk yang tidak hidup. Ia terus memegang lengan Jin dan seperti tidak mengijinkan sejengkal saja Jin pergi menjauh darinya. Jin sangat memahami hal itu. Mungkin dirinya bisa tahan karena sudah nyaris terbiasa melihat mayat bahkan melakukan beberapa operasi pembedahan kecil hingga besar pada mayat-mayat itu. Namun SAN tentu saja tidak terbiasa. Ia bahkan pernah menjerit histeris saat melihat mayat seekor kucing yang tertabrak mobil.

“Tolong berhentilah menanyakan pertanyaan yang sama. Teman saya masih sangat shock dengan ini. Kami benar-benar tidak tahu mengapa kardus berisi potongan tubuh manusia itu bisa diletakkan di depan cafe ini.” Ungkap Jin.

“Tapi kardus itu ditujukan untuk teman anda. Apakah kalian mengenal mayat di dalam kardus itu?”

“Ng itu..”

“Tidak! Kami tidak kenal.” SAN tiba-tiba menyambar pertanyaan polisi yang baru saja ingin dijawab Jin.

Polisi itu tampak mencatat-catat sesuatu dalam notebook kecil miliknya. Lalu kembali menatap secara bergantian ke arah Jin dan SAN.

“Baiklah, kami akan membawa potongan-potongan tubuh itu untuk diotopsi. Kami harap kalian bisa memberikan keterangan lebih lanjut perihal kejadian ini. Jika ada yang kalian curigai, jangan segan-segan untuk mengontak kami.”

Jin mengangguk singkat dan membiarkan polisi-polisi itu pergi dengan kardus berisi potongan tubuh manusia itu. Cukup ramai orang yang melihat dan penasaran dengan kejadian itu, bahkan beberapa diantara mereka nyaris melanggar police line yang mengelilingi TKP.

Diantara kerumunan orang-orang tersebut, Jin bisa melihat sosok itu.

Sosok yang begitu misterius dengan tatapan begitu dalam dan sorot mata yang tidak terbaca.

Jin tidak mungkin salah dalam penglihatannya. Meskipun hanya sepersekian detik, Jin yakin melihat pria itu tersenyum aneh. Senyum yang nampak seperti sebuah ejekan. Senyum itu tidak ditujukan pada siapapun, melainkan pada sebongkah kardus kaku berisi potongan mayat yang diangkut beberapa polisi dalam sebuah ambulan.

Pria itu, pria yang selalu memenuhi pikiran Jin selama ini. Pria yang sepertinya pernah ia kenali meskipun dimana dan kapan tepatnya, ia sama sekali tidak ingat. Apa yang dipikirkan pria itu? Mengapa sepertinya dia sangat menikmati kejadian ini?

Jin terus bertanya sampai ia lagi-lagi tidak sadar bahwa tatapan mata pria itu sekali lagi menabrak tatapannya. Mereka saling memandang beberapa detik sampai akhirnya Jin mengalihkan tatapan matanya pada SAN yang masih terus mendekap lengannya. Jin kembali berusaha menenangkan SAN. Lalu setelah merasa cukup tenang, Jin kembali menatap ke arah pria misterius itu kembali, namun di tempat itu, tempat dimana Jin baru saja melihat pria itu beberapa detik yang lalu, saat ini sosok itu sudah tidak ada di sana. Pria misterius itu telah pergi, tidak terlihat dimana pun juga. Kemunculan dan kepergiannya bagaikan hembusan angin yang bisa muncul kapan saja dan dimana saja secepat keinginannya untuk bergerak.

~ ~ ~

“Kau lihat wajahnya, Jin? Itu adalah potongan mayat wanita itu, wanita yang tadi malam mempermalukanmu.” Suara SAN terdengar depresi saat mengucap kata-kata itu.

“Tapi itu tidak ada hubungannya dengan kita.”

“Iya aku tahu, tapi kardus itu ditujukan kepadaku.” SAN mengacak rambutnya sendiri dan kembali menundukkan wajahnya menekuni gerakan ringan segelas air putih dari gelas yang diberikan Jin kepadanya beberapa saat yang lalu.

Jin hanya diam tanpa tahu harus berkata apa. Saat ini sebenarnya ia juga sangat bingung, terlebih karena kenyataan berkata bahwa potongan 16 tubuh itu adalah potongan dari tubuh wanita yang pernah dekat dengannya.

“Kau tahu Jin, semalam aku sangat berharap wanita itu mati mengenaskan. Tapi aku tidak meyangka kalau itu akan menjadi kenyataan. Aku juga tidak mengerti mengapa aku menjadi sangat membenci wanita itu. Aku hanya kesal karena gara-gara ulah wanita itu, kau jadi mendapat masalah.”

Jin reflek memeluk SAN. SAN memang sahabat terbaiknya saat ini. Tidak ada yang lain, hanya SAN yang selalu memahami masalah dalam kehidupannya dan ia tidak ingin sahabatnya itu sekarang menderita.

“Tenanglah SAN, pasti semuanya akan baik-baik saja.”

SAN mengangguk kecil. “Tapi pembunuh itu tahu sesuatu tentang diriku. Dia menuliskan alamat dan namaku dengan sangat baik seolah-olah ingin memberiku kejutan dengan potongan tubuh itu.”

“Apa kau takut?” Tanya Jin sambil menatap mata pemuda temannya itu dengan sangat lekat.

SAN menggeleng lemah. “Entahlah Jin, sebenarnya aku sudah tidak takut pada kematian. Aku selamat dari maut itu dengan kehilangan sebagian ingatanku. Aku anggap itu anugerah karena Tuhan telah memberiku kehidupan yang kedua, tapi tetap saja ada sesuatu yang aku sendiri tak tahu apa itu... aku kadang kala takut dengan itu. Aku takut ingatanku kembali, aku takut ingatan itu akan membuka suatu fakta yang mengerikan tentang diriku. Sampai saat ini aku belum mengenali diriku sendiri.”

“Tidak ada yang mengerikan dengan dirimu SAN. Kau yang dulu dan kau yang sekarang itu sama saja. Tidak ada yang perlu kau cemaskan atau takutkan.”

SAN kembali mengangguk kecil. “Terima kasih Jin. Aku selalu merasa lebih baik setelah mendengar kata-katamu.” Senyuman ringan ia torehkan kecil di wajahnya. Membentuk wajahnya menjadi lebih baik dari sebelumnya dan itu membuat Jin menjadi lebih lega. Namun Jin kembali teringat satu hal, hal yang ia ingin tanyakan tadi malam meskipun akhirnya ia lupa karena mendadak menjadi sangat lelah hingga tertidur tanpa ingat hal yang lainnya lagi.

Jin mengambil salah satu tangan SAN dan menatap bagian yang terluka goresan cukup dalam di tangan itu. “Ini kenapa?” Tanyanya tanpa perlu berbelit-belit.

SAN seperti ingin menghindar meskipun ia tahu ia tidak bisa menghindar selain menjawab pertanyaan Jin itu.

“Ng.. kemarin aku... pergi ke tempat Yu. Lalu entah mengapa.. tiba-tiba ia mengamuk saat berbicara padaku. Ia mengeluarkan benda tajam dan melakukan ini padaku..”

“Bagaimana Yu bisa mendapat benda tajam? Bukannya saat ini ia sedang diisolasi?!!”

“Aku juga tidak tahu Jin. Pihak rumah sakit memberitahuku bahwa keadaan Yu jauh lebih baik dan tenang. Mereka bilang Yu juga dikembalikan di bangsal sebelumnya. Karena itu aku ingin menemuinya. Awalnya sangat baik, Yu bahkan tertawa saat mendengar leluconku. Tapi tiba-tiba saja ia menjadi berubah saat aku bilang ingin membawanya pulang ke rumah ini setelah ia sembuh dan mengajaknya untuk mengunjungi makam orang tua kami.’

~ ~ ~

Pria itu menatap pemuda berambut panjang kecoklatan yang saat ini sedang terbelenggu dalam sebuah ruang sempit berkerangkeng yang sedikit pun tidak memiliki lubang ventilasi udara dan penerangannya juga sangat buruk.

“Kau menyedihkan sekali Yu.”

Yu, pemuda itu hanya melirikkan matanya tajam pada orang yang mengatakan dirinya menyedihkan. Ia kesal sekali hingga rasanya ingin mencekik orang itu sampai mati, meskipun saat ini ia tidak mampu melakukannya karena tubuhnya bahkan tidak bisa bergerak.

“Seharusnya kau turuti apa yang aku ucapkan padamu beberapa waktu yang lalu. Tapi kau malah menyerang SAN dan membuat mereka harus kembali mengurungmu di ruang isolasi ini.”

Yu mendongakkan wajahnya dan menatap pria itu semakin kesal. “Kalau kau datang mengunjungiku hanya untuk itu, sebaiknya kau pergi saja sebelum aku membunuhmu.”

Pria itu tertawa seperti mengejek. “Kau tahu dengan baik bahwa kau tidak akan mampu melakukan itu. Kau hanya tahu cara menyakiti dirimu sendiri dan takut jika harus menyakiti orang lain.”

Gemerutuk gigi Yu sangat menjelaskan bahwa saat ini ia memang sangat marah, namun pria di hadapannya itu benar.

Ia memang tidak mampu berbuat apa-apa. Terlebih dalam kondisi terbelenggu seperti sekarang ini.

“Bunuh saja aku... aku sudah tidak sanggup menjalani kehidupan terkutuk macam ini.”

“Kau bisa saja berkata seperti itu Yu, namun hal itu tidak semudah seperti apa yang kau pikirkan. Dosa itu harus kau tanggung karena kau memilih untuk menyelamatkan SAN daripada memikirkan nasibmu sendiri. Muddy cult itu telah menyeret kita dalam hidup terkutuk ini. Kau harus menerimanya jika tidak ingin melihat SAN menjadi korban berikutnya. Kau menyayanginya kan?! Karena itu kau ingin SAN membencimu agar ia menjauhimu dan bisa menjalani kehidupan barunya dengan lebih baik.”

“Kumohon Ray, jangan seret SAN lagi. Biarkan dia hidup dengan memori barunya dan jangan ingatkan lagi dia akan masa lalunya. Biarkan aku saja yang menanggung semuanya. Aku sudah tidak peduli karena hidupku sudah tidak ada gunanya saat ini.”

Pria bernama Ray itu kembali tersenyum tanpa berkata apa-apa. Bagi Yu, senyum itu bagaikan dua mata pisau yang sama-sama tajam. Tidak ada bedanya dan sama sekali tidak memiliki pilihan. Apapun yang akan dipilih hasilnya akan tetap sama.

Sama-sama terluka bila kita tergores olehnya.


* * *


t. b. Kontinyut~

0 komentar:

Posting Komentar