Shounen no Namida Part 2


Title : Shounen no Namida
Fandom : JRock ~ Vidoll,...
Author : -Keka-

~oOo~

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Rame tidak berani menampakkan dirinya di hadapan siapa pun. Tidak di hadapan Jui atau Tero. Tidak pula di hadapan Shun, apalagi di hadapan si brengsek Giru yang menyakitinya.
Terlalu menyakitkan, bahkan rasanya masih terasa sampai saat ini.

Rame menatap luka-luka lebam di sekujur tubuhnya. Bahkan sudah seminggu, tapi luka-luka itu masih tampak jelas. Bukan hanya luka fisik, tapi luka hatinya yang mungkin tidak akan pernah sembuh.

Tidak seharusnya Rame meratapi nasib seperti ini, menatap cermin yang memantulkan kesedihan wajahnya dan menangis.
Pantaskah laki-laki menangis?
Air mata itu terlalu sia-sia Rame...


Seharusnya sudah dari kemarin-kemarin Rame pergi ke kantor polisi dan melaporkan penganiayaan seksual yang dilakukan Giru terhadapnya.

Tapi Rame tidak melakukannya.

Apa gunanya?

Mungkin Giru memang akan dipenjara, tapi untuk berapa lama?
Tidak akan lama.
Setahun atau dua tahun dia akan keluar dari sana.

Sedangkan luka Rame akan membekas selamanya. Dan Shun...

Shun akan tahu kalau Giru telah memperkosanya.

Tidak.
Itu tidak boleh terjadi.

Tut tut tut..

Lagi-lagi HP Rame berbunyi untuk yang kesekian kalinya. Entah berapa banyak orang yang menelpon dan mengirim SMS kepadanya.

Rame tidak peduli. Meskipun dia tetap meraih HP itu dan melihat nama Shun di layar Hpnya.

SMS dari Shun.

Aku di depan pintu apartemenmu
Sekarang!

Begitu bunyi SMS itu.

Rame menjadi panik. Terlebih saat pintu apartemennya berbunyi.
Shun sudah mengetuknya.

Apa Rame akan membiarkannya begitu saja?
Membiarkan Shun mengetuk pintu apartemennya.

Ya.. biarkan saja
Shun pasti juga akan pergi seperti Tero dan Jui yang akhirnya meninggalkan apartemen Rame sia-sia karena Rame tak menggubris ketukan pintu mereka.
Shun juga pasti akan begitu.

Tapi setelah satu, dua, lima, sepuluh dan entah berapa menit
Kenapa Shun tak juga pergi?

Dia terus mengetuk pintu itu.
Membuat Rame bingung dengan apa yang harus dilakukannya.

Di satu sisi, dia tidak ingin Shun melihat keadaannya yang begitu buruk.

Tapi di sisi lainnya, dia begitu merindukan laki-laki itu dan begitu ingin melihat wajahnya, begitu ingin melihat senyumnya.

Tapi tidak boleh.
Tidak boleh Shun melihat keadaannya.

Rame menenggelamkan dirinya ke dalam selimut dan menutupi kedua telinganya dengan bantal. Dia tak mendengar apa-apa. Tak mendengar Shun mengetuk pintunya dan tidak juga saat Shun memanggilnya.

“Rame...”

Suara itu... suara Shun.. kenapa begitu dekat?
Padahal Rame sudah menutupi telinganya.

“Kau dengar aku Rame? Aku di sini, di apartemenmu, di samping tempat tidurmu.”

Rame terkejut.
Kemudian menyingkirkan bantal di telinganya, keluar dari selimut dan menatap Shun yang sudah ada di depannya.

“Bagaimana mungkin kau.. “

“Ini.” Shun menunjukkan sebuah kunci di hadapannya, kunci apartemennya. Rame lupa kalau Shun punya kunci apartemennya dan dia sendiri yang memberikannya agar laki-laki itu punya akses bebas keluar masuk apartemennya.

“Kenapa dari tadi mengetuk kalo kamu punya kunci itu?” Tanya Rame yang kembali menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut. Dia tidak mau Shun melihatnya lebih lama.

“Karena tadinya aku berharap kamu lah yang membuka pintu itu dan tersenyum seperti biasanya. Okaeri Shun...” Ucap Shun menirukan ucapan riang Rame jika menyambutnya.

Rame ingin tersenyum, tapi tak bisa. Dadanya terlalu sakit sekarang.

“Hei, kamu kenapa? Kenapa menghilang semingguan ini? Pesta yang lalu juga tidak datang, padahal kan kamu yang paling semangat.”

“Aku tidak enak badan.” Ucap Rame singkat. Padahal waktu itu dia memang sangat semangat, tapi semangat itu dirusak oleh perbuatan Giru.

“Kamu sakit Rame?” Tanya Shun tampak cemas.
Shun naik keatas tempat tidur Rame, menarik sedikit selimut yang menutupi wajahnya dan memeriksa panas tubuh Rame dengan menyentuhkan keningnya ke kening Rame.

Rame terkejut dengan tindakan Shun itu.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Hanya memeriksa panas tubuhmu.” Ucap Shun ringan.

“Aku tidak sakit. Hanya sedikit tidak enak badan.” Kata Rame, masih tetap memalingkan wajahnya dan tak mau menatap wajah Shun.

Tingkah Rame itu membuat Shun bingung dan memaksanya menyentuh wajah Rame, memalingkannya lembut kearah tatapannya.

“Aah~ ” Rame sedikit mengerang sakit saat Shun menyentuh bekas lebam di wajahnya.

“Hei, wajahmu kenapa? Kenapa seperti ini?” Tanya Shun saat melihat jelas wajah Rame.

“A- aku terjatuh beberapa hari yang lalu.”

Dan kumohon jangan tanya apa-apa lagi.

Pinta Rame dalam hati.

Shun memang tidak bertanya apa-apa lagi, tapi dia terus menatap wajah Rame seperti mencurigai sesuatu. Ya wajar saja, luka di wajah Rame memang bukan luka seperti orang yang habis terjatuh.

“Sudahlah Shun, jangan tatap aku seperti itu! Wajahku sedang jelek.” Kata Rame yang berusaha menyingkirkan kedua tangan Shun dari pipinya.

Shun tersenyum serasa mencairkan kebekuan di hati Rame. Dan dia membelai rambut Rame dengan lembut.

“Memang jelek..

Tapi aku suka.”

Kata-kata itu benar-benar membuat wajah Rame memerah.

“Kamu ini..”

“Kenapa? Memang aku suka kok, wajahmu itu lucu sekali.”

“Seperti badut maksudmu?!” Tanya Rame yang akhirnya bisa tersenyum meski hanya senyum kecil.

“Seperti bonekaku.” Ucap Shun dengan tangan membelai lembut wajah Rame. Membuat wajah Rame tiba-tiba memanas, meskipun dari kemarin dia memang sudah demam.

“Tubuhmu panas, apa kamu sudah minum obat?”

Rame mengangguk pelan, meskipun dia sama sekali tidak ada menelan obat kecuali obat tidur.

“Pasti berat seorang diri.” Ucap Shun yang kini sudah merebahkan tubuhnya di samping Rame dan masih terus membelai wajahnya, menatapnya lembut.

Shun berada di dekatnya, begitu dekat. Dan kenyataan itu membuat jantung Rame berdetak kencang.

“Aku akan menemanimu.”kata Shun lembut. Dan sebuah ciuman mendarat dengan begitu manis di kening Rame, bersama dengan dekapan tubuh Shun yang begitu menghangatkannya.

Shun membiarkan Rame membenamkan wajah ke dadanya. Membuat hati Rame lagi-lagi bercabang antara perasaan senang dan perasaan pedih yang begitu mengiris.

~~~

Keesokan harinya, Rame terbangun dengan senyum bahagia. Baru tadi malam dia bisa tertidur nyenyak dengan sosok Shun yang memeluknya erat. Itu benar-benar seperti mimpi, mimpi yang bahkan tak pernah Rame pikirkan akan benar terjadi.

“Shun.. “ Suara lirih Rame memanggil sosok itu. Sosok yang kini tidak ada di sampingnya.

Kau kemana Shun?

Apa yang tadi malam itu hanya mimpi?

Rame berusaha membuka matanya, mencari Shun yang sudah pergi atau memang sejak awal tidak ada. Itu hanya mimpi, meskipun terasa indah dan membuatnya bahagia.

“Kamu sudah bangun?”

Suara itu sedikit mengejutkan. Shun datang dengan membawa nampan sarapan pagi, memberikan ciuman lembut di kening dan meminta Rame membuka mulutnya.

“Ayo aaa~ “ Ujarnya sembari menyuapi Rame dengan semangkuk sup miso.

Ternyata bukan mimpi, tapi kenapa Shun begitu memperhatikannya? Apakah Rame masih bisa berharap?

“Aku kenyang.” Ucap Rame saat Shun memberinya suapan yang terakhir.

Shun tersenyum dan mengelap sisa makanan di bibir Rame dengan sangat hati-hati. Lalu dengan jemarinya, dia menyentuh bibir lembut itu. Rame terdiam merasakan jemari itu membelai bibirnya. Semakin dekat dan semakin lama, sampai akhirnya Rame merasakan sensasi luar biasa saat jemari itu tergantikan oleh bibir Shun. Bibir itu membelai bibirnya dengan lembut. Sangat berbeda seperti saat Giru menciumnya dengan kasar. sentuhan bibir Shun benar-benar membuatnya melayang.

“Aku mencintaimu Rame... kau boleh menamparku jika tidak suka dengan apa yang kulakukan barusan.”

Rame terkejut, bahkan sangat terkejut. Dia tidak menampar Shun dan tidak juga berkata iya atau mengatakan bahwa ia juga punya perasaan yang sama.

Rame hanya terdiam. Sampai akhirnya Shun membelai lembut rambutnya.

“Aku pergi dulu.. kalau kamu butuh sesuatu, hubungi saja aku.”

“Jangan pergi Shun!” Tanpa sadar Rame mengatakan itu.

“Tidak lama kok. Hanya sebentar. Aku akan minta Jui, Tero atau Giru untuk menemanimu di sini.”

“Tidak usah! Aku tidak mau!!”

Tidak Jui atau Tero, apalagi Giru. Manusia laknat itu, Rame tidak ingin melihatnya.

Shun sedikit bingung saat Rame menolak mentah-mentah tawarannya, meskipun akhirnya dia tersenyum.

“Baiklah, hanya sebentar. Aku janji.”

Rame akhirnya mengangguk, membiarkan Shun pergi meninggalkannya.

Hanya sebentar

Shun janji hanya sebentar

Dan Rame percaya itu.

~oOo~

tb. kontinyu~

0 komentar:

Posting Komentar