Shounen no Namida (Final)


Title : Shounen no Namida (Final)

Fandom : JRock ~ Vidoll

Author : -Keka-

Finished : Jan 5th 2008

Note : malam2 Keka gadang cuman buat nyelesein fanfic ini. Idenya juga keluar tiba-tiba tanpa perencanaan. Hasilnya... bisa dilihat ^^


Gak bagus-bagus amat... tapi mayan lah dan cukup panjang ^^ mudahan gak capek bacanya.






------000------




Jarum jam sudah menunjuk pukul dua malam. Dan Shun belum juga datang. Rame bahkan sudah tertidur sekarang, meskipun dalam tidurnya dia sangat gelisah. Dia melihat Shun pergi dengan orang lain, seseorang yang sepertinya dia kenal namun tampak samar.




“Shun.. jangan pergi..”





Rame bergumam dalam tidurnya. Dia merasa sakit saat mengetahui Shun pergi meninggalkannya demi orang lain. Rame meyakinkan diri kalau itu semua hanya mimpi. Dan dia harus bangun sekarang, bangun dari mimpi buruknya.




Samar-samar Rame mendengar langkah kaki mendekatinya dan itu terdengar nyata. Bukan sebuah mimpi.




Lalu dia merasakan sentuhan lembut menelusuri wajahnya dan hembusan nafas hangat di telinganya.




“Aaah.. Shun.. kaukah itu..”




Rame mencoba membuka mata dan ingin memastikan bahwa orang yang membelainya memang benar-benar Shun. Dan tentu saja itu Shun. Selain dia, tidak ada lagi orang lain yang mempunyai kunci duplikat apartemennya.




Rame ingin segera memeluknya.




Tapi kenyataan memang tak selalu indah seperti yang diharapkan Rame.




Yang di hadapannya dan sedang membelainya bukanlah Shun, melainkan Giru.




Rame terkejut, spontan menampik tangan Giru di wajahnya dan menjauhkan diri sejauh mungkin dari sentuhan laki-laki itu.




“Bagaimana mungkin kau bisa...”




“Shun memberikan ini padaku. Dia mempercayakanmu padaku.”




Tidak! Bagaimana mungkin.. Bagaimana mungkin Shun memberikan kunci itu pada Giru..




Rame tidak ingin mempercayainya, tapi begitulah kenyataan.




“Berikan kunci itu padaku dan keluarlah dari sini!!”




“Ambillah dari tanganku.” Giru menjulurkan tangannya dan memperlihatkan kunci itu di hadapan Rame.




Rame tampak ragu. Saat ini dia sama sekali tidak percaya dengan apapun ucapan Giru. “Lemparkan kunci itu!” pintanya.




“Kenapa? Cukup ambil dari tanganku. Bukankah kita ini teman!? Kenapa kau begitu takut padaku?”




Rame memandang Giru dengan penuh kebencian. Bukankah alasannya jelas, tapi kenapa Rame... kenapa dia jadi begitu takut pada Giru. Dia itu hanya manusia dan laki-laki, sama seperti dirinya. Tapi kenapa Rame begitu takut..




Tidak. Aku tidak takut. Aku akan membunuhnya, jika dia berani menyakitiku.




Rame melangkahkan kakinya dengan berat. Dia harus mengambil kunci itu dari tangan Giru secepatnya.




Laki-laki itu menjulurkan tangannya dengan sedikit bergetar, ada keragu-raguan dan Giru bisa melihat itu semua pada diri Rame.




Giru tersenyum lalu menjatuhkan kunci di tangannya tepat saat Rame ingin meraihnya. Kemudian laki-laki itu menarik tangan Rame dan merengkuh tubuh itu dalam dekapannya, begitu cepat hingga Rame tidak bisa berkelit meskipun ia sudah berusaha melepaskan dirinya dari dekapan laki-laki itu.




Rame seperti kehilangan kata-kata. Ia tidak sanggup memohon pada Giru untuk melepaskannya, suaranya tercekat di tenggorokan dan dadanya sesak, apalagi setelah Giru melakukan hal lebih yang bukan hanya sekedar mendekapnya.




Giru mulai menciumi daerah leher dan pundak Rame. Laki-laki itu sudah melepaskan 2 kancing atas kemeja putih Rame dan menarik terbuka kerahnya hingga pundak Rame dan bagian dadanya setengah terbuka.




Giru mengecup daerah-daerah itu dengan dalam hingga meninggalkan noda-noda merah di kulit Rame yang mulus. Rame benci hal seperti ini terulang lagi. Ia membenci dirinya sendiri yang tidak sanggup berbuat apa-apa untuk melawan kehendak Giru.




Kenapa seperti ini...

Ini bukan Giru yang kukenal

Giru yang kukenal tidak seperti ini..




Rame berusaha lepas dari Giru bagaimana pun caranya. Tapi semakin ia banyak bergerak, semakin banyak juga tenaganya yang terbuang sia-sia. Yang diingat Rame saat ini hanya Shun. Ia ingin Shun datang dan melepaskan dirinya dari Giru yang sudah terbakar nafsu dan dipengaruhi bujukan rayuan setan.




Rame berteriak dalam hati, berusaha memberi kekuatan pada dirinya. Namun itu sama sekali tidak membantu, Giru menjadi sangat kuat hingga Rame seperti tidak berdaya dalam rengkuhan tangan dan tubuhnya. Giru memberi tekanan pada tubuh Rame dan membuat tubuhnya itu kini terbaring di atas ranjang.




Giru berlutut membuka kedua kakinya dan menghimpit kedua paha Rame, sementara ia sibuk berusaha menciumi wajah Rame.




Rame selalu menghindar saat laki-laki itu berusaha melumat bibirnya. Tingkahnya itu sedikit mengesalkan Giru yang nampak tidak sabar ingin merasakan bibir Rame. Giru melepaskan tangannya yang sejak tadi mengunci tangan Rame agar Rame tidak berontak. Dan kini tangannya itu ia fokuskan untuk memegangi wajah Rame hingga Giru bisa mendapatkan bibirnya.




Rame tidak bisa berbuat apa-apa saat Giru terus melumat bibirnya. Ia hanya membayangkan seandainya Shun lah yang sedang menciumnya dan bukan Giru.




Tapi tidak berhasil, permainan bibir kedua laki-laki itu sangat berbeda. Shun tenang, lembut, perlahan, namun meresap hingga Rame larut dalam buaian bibirnya dan bisa membalas dengan gerakan bibir yang juga perlahan namun memberinya gairah yang lebih dalam untuk lebih merasakan bibir Shun lebih lama lagi.




Giru sebaliknya, laki-laki itu melumat kasar bibirnya. Memberikan tekanan-tekanan dan permainan lidah yang begitu hebat hingga Rame tidak sanggup menutup mulutnya dan membiarkan bibirnya terbuka. Giru sepertinya sangat tahu bagaimana harus menyenangkan dirinya sendiri saat lawan mainnya tidak berdaya. Rame nyaris tidak sanggup bernafas, namun entah bagaimana ia menikmati setiap detik gerakan bibir dan lidah Giru. Ia sendiri tidak percaya dengan hal itu. Awal yang menjijikan itu perlahan memberikan gairah padanya. Sentuhan bibir Giru merangsang setiap saraf libido di bibirnya dan menjalar ke bagian tubuhnya yang lain.




Rame membiarkan kedua tangannya yang bebas begitu saja tergeletak di samping tubuhnya, tanpa berusaha mendorong tubuh Giru dengan kedua tangannya itu. Ia seperti larut dalam permainan Giru, dadanya naik turun dengan nafas yang semakin cepat. Giru melepaskan bibirnya dari bibir Rame, tapi ia semakin membuat Rame gila. Giru menciumi leher Rame dan menjilatinya, sementara tangannya mulai nakal dan menyentuh serta memberikan rangsangan pada bagian tubuh Rame yang sangat sensitif.




Rame terdengar mendesah saat tangan Giru bermain di dalam celananya. Ia tidak mampu berbuat apa-apa, terlebih saat Giru mulai menurunkan celana Rame sampai di bawah pinggulnya.




Rame hanya bisa mendongakkan wajahnya dan itu justru memberi ruang luas bagi Giru untuk terus memuaskan hasratnya. Laki-laki itu masih setia menghujani leher Rame dengan kecupan basah, membuat Rame begitu sangat menikmatinya. Mata Rame kemudian terpejam. Dan saat terpejam itu ia kembali mengingat Shun. Yang dicintainya hanya Shun, ia tidak boleh membiarkan orang lain menyentuh tubuhnya selain Shun yang melakukannya.




Tangan Rame merayap menuju meja kecil di samping tempat tidurnya, ia ingin mengambil sesuatu disana, sesuatu yang bisa membuat Giru melepaskannya. Rame berusaha mengalihkan perhatian Giru sementara ia masih berusaha mengambil benda di meja kecilnya.




Rame kembali mendesah saat Giru menjilati dadanya. Ia merasakan kenikmatan, meskipun ia harus mengakhirinya. Tangan Rame berhasil mengambil benda itu, sebuah botol farfum yang terbuat dari kaca. Rame menghantamkan botol itu tepat di kepala Giru dengan sekuatnya.




Giru berteriak kesakitan, lalu Rame mendorong tubuhnya itu dari atas tubuhnya. Rame turun dari tempat tidurnya dengan cepat, membetulkan pakaian secepatnya dan berniat keluar secepat mungkin dari apartemennya.




“Tunggu Rame.” Giru berusaha mencegah kepergian Rame, tapi Rame tidak mempedulikannya. Kemudian laki-laki itu mengambil HP Rame yang tergeletak di atas meja riasnya, sementara tangannya yang lain masih memegangi kepalanya yang terluka dan mengeluarkan darah. “Ini.” Giru menyerahkan HP mungil itu ke tangan Rame. “Hubungi laki-laki yang kau cintai itu. Suruh dia datang sekarang juga, kalau Shun memang mencintaimu, dia akan datang menjawab permintaanmu.”




Rame ragu namun akhirnya menggubris ucapan Giru dan melakukan apa yang diperintahkannya. Sungguh bodoh melakukannya. Rame yakin Shun akan mengabulkan permintaannya. Dan Giru bisa melihat betapa Shun sangat mencintainya, mencintai diri seorang Rame.




Rame percaya itu.




Tapi kenapa yang terjadi malah sebaliknya, Shun bahkan tidak menjawab panggilannnya, padahal Rame sudah mencoba menghubunginya berkali-kali. Rame seperti orang panik, sedangkan Giru sendiri tampak tersenyum menyeringai penuh kemenangan di hadapan Rame.




“Dia sibuk, bahkan sangat sibuk sampai tidak bisa mendengar panggilan di HPnya. Kau tahu apa yang dia lakukan?”




Rame tidak peduli dengan ucapan Giru itu dan tetap berusaha menghubungi Shun. Berapa kali pun gagal, namun Rame tetap mencobanya.




Giru kembali mendekatinya, memperhatikan usahanya yang sia-sia. Laki-laki itu kemudian mendekapnya lagi dari belakang, meskipun Rame sudah tidak peduli dan tetap berkutat dengan HP yang di genggamnya.




“Hentikan itu Rame, tidak ada gunanya.” Bisik Giru di telinganya. Rame berjengit mendengar bisikan itu, terutama saat lidah Giru mulai menyentuh telinganya. Lalu ia pun memutar tubuh Rame, hingga mereka saling berhadapan.




Rame terkejut, terlebih saat Giru mengambil HP yang ada di tangannya dan melemparnya begitu saja tanpa peduli benda itu akan rusak.




Giru menatap tajam mata Rame yang kosong. “Sudah kubilang itu sia-sia. Shun sibuk bersenang-senang dengan orang lain dan dia tidak peduli denganmu. Lupakan dia dan bebaskan dirimu agar bisa menerima kesenangan dariku. Aku tahu kau sangat menikmatinya. Benar begitu kan Rametan!?”




“Kau gila!!” Rame berteriak melepaskan diri dari Giru dan melempari Giru dengan benda apapun yang berhasil diraihnya.




Giru mengabaikan rasa sakit di kepalanya dan bergerak semakin mendekati Rame. Ia menarik Rame dan mencampakkannya di atas tempat tidur. Tidak, Rame tidak mau, tapi Giru lagi-lagi melakukan itu. Sekali lagi memaksa Rame, melucuti pakaiannya dan melakukan sesuatu yang betul-betul menambah kebencian Rame pada sosok Giru.




Rame meneriakkan nama Shun di dalam hatinya, tapi laki-laki itu juga tidak mungkin muncul di hadapannya saat ini. Dan ia harus kembali menerima perlakuan tidak layak dari Giru, perlakuan itu membuatnya memandang Giru tidak lebih dari seekor binatang buas yang kelaparan.




----000----




Jui menatap teman-temannya dengan aneh. Tidak biasanya seperti ini. Sesi latihan yang biasanya sangat menyenangkan berubah menjadi suatu hal yang sangat membosankan. Hanya dia dan Tero yang ribut berdua, sedangkan Rame dan Giru yang biasa selalu bercanda, sekarang malah tampak seperti bermusuhan. Shun juga tidak ada bicara sepatah kata pun, selain terus-terusan menatap Rame setiap 2 menit sekali.




Rame akhirnya memutuskan pulang duluan dengan alasan tidak enak badan. Jui dan Tero saling berpandangan. Akhir-akhir ini mereka merasa Rame sering kali merasa tidak enak badan dan wajahnya memang tampak pucat.




Shun memutuskan menyusul Rame. Dan tidak lama kemudian, Giru juga melakukan hal yang sama. Meninggalkan studio latihan dan pergi entah kemana. Sekarang hanya tinggal Jui dan Tero yang menatap kepergian mereka dengan tampang kebingungan, mereka berdua sama sekali tidak tahu apa yang terjadi antara Rame, Giru dan juga Shun.




(Keka: Tero Jui gak usah ikut-ikutan yee.. ayo cini main ma Keka aja ^^ )





----000----




Shun mengejar Rame sampai ke apartemennya. ia tidak mengerti kenapa Rame mendadak sangat marah padanya. Shun memang salah karena membiarkan Rame sendirian dan membuatnya terus menunggu.




“Rame.. aku mohon dengarkan aku. Aku salah dan aku minta maaf.”




Rame menatap Shun dengan perasaan bingung. Satu sisi, ia merasa sangat marah pada Shun. Tapi disisi lain, ia merasa tidak pantas menyalahkan Shun atas kesalahan yang sesunguhnya murni perbuatan Giru.




Rame tahu dari Jui bahwa pada malam dimana Rame menunggu kepulangan Shun, Giru memaksa Shun menegak banyak minuman keras dan membuatnya tak sadarkan diri. lalu Giru mengambil kunci apartemen Rame dari laki-laki itu dan membuatnya bisa masuk ke apartemen Rame dan kembali memperkosanya untuk yang kedua kali.




Rame memeluk Shun erat dan memaafkan laki-laki itu. Ia tidak salah, dan Rame tahu betapa Shun sangat mencintainya. Shun mendongakkan wajah Rame dengan lembut. Ia membelai rambut yang menutupi wajah Rame dan mengecup pelan bibir laki-laki itu.




Giru melihat itu semua dari balik pintu apartemen Rame yang tidak tertutup dengan rapat. Laki-laki itu mengepalkan kedua telapak tangannya dan wajahnya terlihat sangat marah.




---000---




Rame merendam tubuhnya dalam genangan air dan busa. Ia merasa sangat nyaman dan sedikit mampu melupakan beberapa kejadian buruk yang akhir-akhir ini menimpanya. Sesaat ia berpikir untuk memecat posisi Giru sebagai gitaris, tapi ia tidak mampu melakukan hal itu. Teman-temannya pasti akan menanyakan alasannya. Dan Rame tidak mungkin mengatakan bahwa Giru telah memperkosanya. Hal itu bisa saja tercium media masa dan membuat Vidoll menjadi bahan ceng cengngan. Vidoll bukan hanya miliknya, tapi juga milik teman-temannya. Rame tidak mungkin memikirkan egonya semata.




Dengan berat Rame menghembuskan nafasnya dan menenggelamkan tubuhnya dalam bathtub yang penuh terisi air. Baru beberapa detik ia melakukannya, ia merasa ada orang yang memasuki kamar mandinya. Rame mengeluarkan kepalanya dari dalam air dan melihat Giru yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandinya. Laki-laki itu hanya memakai selembar handuk.




“Kau..”




“Boleh aku ikut mandi bersamamu?” Giru bertanya, meskipun sepertinya ia tidak memerlukan jawaban Rame. Laki-laki itu sudah duduk di pinggir bathtub Rame dan membekap mulut Rame sebelum ia sempat berteriak. Lalu selanjutnya ia melakukan hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Menggerayangi tubuh Rame, menciumnya dengan paksa, memaksa Rame menjilat miliknya dan akhirnya menyetubuhi tubuh Rame di dalam bathtub itu.




----000----




Hari ini tepat sebulan setelah Giru memperkosa Rame untuk yang pertama kalinya. Rame menatap cermin dan sangat membenci dirinya sendiri yang terpantul dalam bayangan cermin itu.




Laki-laki lemah. Tidak berguna.




Giru sukses menjadikannya objek pemuasan nafsu. Sedikitnya sudah lebih dari sepuluh kali Giru memperkosanya selama sebulan ini. Dan Rame tidak sanggup melakukan apa-apa. Ia merasa tidak sanggup menatap teman-temannya lagi, apalagi jika harus menatap wajah Shun. Rame merasa membohonginya. Dan ia tidak sanggup mengatakan hal yang sebenarnya pada laki-laki itu.




Sungguh ironi. Kenapa Rame terus diam saat Giru melakukan hal itu padanya? Rame mencoba berpikir akan kebodohannya. Dan ia terkejut dengan kenyataan sesungguhnya yang ia rasakan.




Dari dalam lubuk hatinya, sebenarnya ia juga sangat menginginkan Giru. Ia memang menikmati semua perbuatan nista Giru terhadapnya.




Rame mulai merasa ketagihan dan ingin terus merasakannya. Laki-laki itu, Giru sangat hebat dalam urusan bercinta. Meskipun kasar, tapi ia mampu membuat Rame ejakulasi berkali-kali. Meskipun Rame harus menerima konsekuensinya, tubuhnya selalu penuh luka saat Giru selesai menyetubuhinya.




Sakit, tapi Rame kembali ingin merasakannya. Sudah hampir seminggu Giru tidak masuk kamarnya diam-diam dan memaksanya bercinta lagi. Rame tidak mengerti kenapa Giru tiba-tiba seperti itu, mungkin ia memang sudah bosan dan telah cukup puas dengan tubuh Rame.




Shun juga sudah jarang menemuinya, selain di tempat latihan. Rame merasa kesepian saat malam ini ia tidak bersama Shun maupun bersama Giru.




Giru..




Kenapa saat ini Rame justru lebih menginginkan sosok itu ada di sisinya?




Rame ingin menemuinya. Hingga ia perlu membuang harga dirinya. Rame mengambil kunci mobilnya dan pergi ke apartemen Giru. Ia tidak tahu kenapa ia melakukan hal bodoh itu.




Kini Rame sudah di depan pintu apartemen Giru. Ia baru saja ingin mengetuk, tapi pintu itu sudah sedikit terbuka. Rame ragu-ragu memasukinya, ia berusaha tidak menimbulkan suara, tapi ia malah mendengar suara lain.




Suara Giru yang sangat familiar di telinganya. Suara yang selalu menghiasi malam-malam Rame. Suara erangan dan desahan Giru, suara itu beradu dengan suara lain yang juga sangat dikenalnya.




Rame membekap mulutnya tidak percaya dengan pemandangan yang dilihatnya.




Giru memuaskan hasratnya dengan orang lain, orang yang sangat Rame cintai. Orang itu adalah Shun.




Giru melakukan hal yang sama pada Shun seperti saat Giru melakukannya dengan Rame. Shun bahkan tampak sangat menikmati semua permainan Giru. Laki-laki tampan itu mencengkram seprei di sekitar tubuhnya saat merasakan kenikmatan yang diberikan Giru.




Rame tercengang dengan kenyataan itu, bahkan kedua orang itu sampai tidak sadar Rame sedang melihat perbuatan mereka karena terlalu asiknya.




Rame merasa sangat tertipu. Bukan hanya Giru, tapi Shun juga menipunya.




Ia ingin marah, tapi ia tidak sanggup dan akhirnya pergi meninggalkan apartemen Giru dengan perasaan sakit.




---000---




Rame berdiri lama di depan pintu apartemen Giru sampai akhirnya ia memutuskan mengetuk pintu itu. hanya dalam sekali ketukan, Giru sudah membuka pintu itu dan tampak terkejut dengan kedatangan Rame.




Rame masuk tanpa basa-basi dan menatap laki-laki itu dengan wajah penuh kemarahan. Giru tersenyum meskipun Rame sama sekali tidak mempedulikannya.




“Apa yang membawamu kemari Rametan?” Tanya Giru saat ia memberikan segelas minuman dingin kepada Rame. Rame menerimanya lalu menyiramkan isi gelas itu ke wajah Giru.




“Kau sungguh menyebalkan. Manusia kotor!” Seru Rame pada Giru.




Giru menyeka air di wajahnya. Lalu menatap Rame dengan tajam. “Memangnya apa yang aku lakukan?” Giru bertanya sambil menarik tubuh Rame ke dalam pelukannya. Mata laki-laki itu terus menatap ke dalam mata Rame dan menuntut penjelasannya.




“Lepaskan!! Aku jijik disentuh olehmu! Aku akan mengatakan semua perbuatanmu pada Jui dan juga Tero.”




“Lalu bagaimana dengan Shun? Apa kamu juga akan mengatakan padanya?”




“Terserah. Aku juga tidak peduli dengannya. Kalian berdua sama saja.”




Giru tidak mengerti dengan ucapan Rame. Bagaimana mungkin perasaan Rame pada Shun mendadak berubah. Rame seakan juga membenci laki-laki itu sama seperti ia membenci Giru.




Giru semakin menatap Rame tajam dan akhirnya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengecup bibir Rame.




Rame mendorong laki-laki itu dengan kuat lalu menampar keras pipinya.




“Aku sudah tidak mau kau perlakukan lagi seenakmu. Kalau kau terus memaksaku, aku tidak segan-segan akan membunuhmu.” Ancam Rame.




Giru tertawa terkekeh mendengar ucapan Rame itu. ia seperti meremehkan ucapan Rame dan tetap berusaha mendapatkan tubuh Rame.




Rame berkelit menghindarinya, ia menatap sekelilingnya mencari sesuatu yang bisa menolongnya. Lalu ia melihat pisau itu. sebuah pisau yang Giru gunakan untuk memotong buah.




Rame mendekati pisau itu tapi Giru sudah menarik tangan kanannya dan berusaha memeluk tubuhnya. Akhirnya Rame mengambil pisau buah itu dengan tangan kirinya, sementara Giru masih terus berusaha mendapatkan tubuhnya dan ia kembali berhasil mendapatkan bibir Rame.




Rame sudah tidak sanggup menerima perlakuan dari Giru itu dan akhirnya ia menancapkan pisau buah itu ke dada Giru.




Spontan Giru berteriak dan melepaskan tubuh Rame. Ia terlihat sangat kesakitan saat memegangi dadanya yang telah dilubangi Rame dengan pisaunya. Rame pucat, dia tidak percaya dirinya telah menghujamkan pisau ke dada Giru. Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Pisau di tangan Rame mengalirkan darah segar Giru, dan Rame sangat ketakutan menyadari perbuatannya sendiri.




Pisau itu bergetar di tangan Rame dan akhirnya jatuh di lantai, tepat di bawah kaki Rame.




Giru menjulurkan sebelah tangannya seperti meminta pertolongan Rame, sementara tangannya yang lain masih memegangi dadanya sendiri. Rame tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Satu sisi, ia merasa ingin menolong Giru. Tapi sisi lainnya, ia merasa benci pada laki-laki itu dan tampak senang melihatnya kesakitan.




Biarkan Giru merasakan sakit itu



Ia pantas mendapatkannya




Rame masih terpaku berdiri di hadapan Giru yang kini sudah berlutut dan masih tampak menahan rasa sakitnya. Giru setengah merangkak dan berusaha meraih kaki Rame untuk meminta belas kasihan dari laki-laki itu. Tapi Rame yang masih ketakutan akhirnya malah menendang Giru, ia tidak mau tangan Giru yang berlumuran darah itu menyentuhnya.




Giru semakin mengerang sakit dan tidak ada jalan lain bagi Rame selain melarikan diri sekarang juga.




Rame meraih kunci mobilnya dan meninggalkan apartemen Giru secepatnya. Ia tampak panik dan tak ada henti-hentinya menolehkan wajahnya kesana kemari. Tidak ada orang. Gedung apartemen itu sangat sepi. Keberuntungan sedikit memihak pada Rame.




Sampai di tempat parkir, Rame mengeluarkan mobilnya dengan cepat dan membawanya ke jalan dengan kecepatan tinggi. Pikiran Rame kalut. Ia telah menusuk temannya sendiri dengan sebilah pisau.




Tidak

Giru bukan seorang teman

Dia itu setan yang pantas mati!!.




Rame meyakinkan diri dalam hati bahwa tindakannya itu sudah benar. Meskipun tadi ia tidak melihat Giru benar-benar sudah mati, tapi dengan darah yang mengucur deras itu, Rame yakin Giru tidak akan mampu bertahan. Tidak ada yang akan menolongnya. Laki-laki itu akan mati bersimbah darah di apartemennya.




Rame bersyukur karena ia kebetulan memakai sarung tangan saat menusuk Giru. Sarung tangan itu masih dipakainya dan ada noda percikan darah di sana. Rame berjanji dalam hati bahwa ia akan membakar sarung tangan itu sesampai di apartemennya nanti.




Laki-laki itu terus melaju dengan mobilnya, menembus jalanan yang gelap itu dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ia masih sangat takut. Pikirannya kembali melayang pada kejadian di apartemen Giru beberapa saat yang lalu.




Rame ngeri saat kembali mengingat bagaimana mata terkejut Giru saat Rame menancapkan pisau di dadanya. Pupil mata Giru mengecil dan sisa wajah kesenangan yang ia dapat dari mencumbui tubuh Rame mendadak hilang tergantikan dengan wajah kesakitan dan ketakutan saat menyadari bahwa kematiannya sebentar lagi.




Rame menutup mata sejenak berusaha menghapuskan bayangan-bayangan buruk yang memenuhi pikirannya.




Saat menutup mata itu, ia malah mengingat saat-saat menyenangkan bersama Giru. Saat Giru masih menjadi sosok baik di hadapannya, sosok yang penuh senyum dan senang bercanda.




Mata Rame mendadak panas, betapa ia sangat merindukan saat-saat itu. Bercanda bersama Giru menjadi momen yang sangat membahagiakan dalam hidup Rame.




Rame bisa tertawa lepas bersama laki-laki itu, sesuatu yang bahkan tidak pernah bisa didapatnya dari Jui, Tero atau bahkan bersama Shun sekalipun.




Sesuatu yang cair dan sedikit panas mengalir di pipi Rame. Rame menyekanya dan ia tidak percaya bahwa itu adalah air matanya.




Namida...

Untuk apa aku menangisinya??

Biarkan dia mati

Dia pantas mendapatkannya




Tapi Rame tetap saja mengeluarkan air mata, ia seperti tidak bisa menahan kesedihannya. Rame sendiri tidak bisa mendiskripsikan untuk apa sebenarnya air mata itu mengalir dari pelupuk matanya. Apa ia menangis karena bahagia akhirnya Giru yang menyebabkan kebahagiaannya musnah akhirnya tewas di tangannya? Ataukah ia benar-benar sedih karena akhirnya laki-laki itu mati...




Rame tidak bisa membohongi dirinya, ia sebenarnya sangat menikmati setiap perbuatan laknat Giru yang dilakukan terhadapnya. Ia sangat menikmati setiap lumatan bibir Giru pada bibirnya. Ia juga sangat menikmati setiap sentuhan tangan Giru yang menjelajahi seluruh permukaan tubuhnya, jilatan lidah Giru, dan terlebih saat ereksi Giru mulai membuatnya ejakulasi. (alamak bahasaku ^^ )




Tapi Rame semakin membenci Giru karena laki-laki itu tidak pernah puas. Ia bahkan merayu Shun dan membuat Shun terpikat permainan Giru. Giru tahu Rame mencintai Shun, tapi laki-laki itu malah merebut Shun darinya. Giru sepertinya sangat bahagia melihat kesedihan Rame dan itu membuat kebencian Rame semakin menumpuk.




Rame semakin tidak konsentrasi dengan kemudi yang dipegangnya. Ia menjadi sangat marah sekaligus merasa sakit dan sedih. Perasaan itu bercampur aduk dan membuatnya hilang kendali.




Entah bagaimana itu terjadi, Rame sendiri tidak bisa memperkirakan semuanya. Yang diingatnya hanya kilatan sinar menyilaukan dan suara deru serta bunyi klakson yang terdengar nyaring dan panjang seperti meraung-raung. Semuanya terjadi begitu cepat, secepat Rame membawa mobilnya melaju. Sinar menyilaukan itu semakin mendekat dan tanpa berpikir panjang Rame langsung menginjak rem terburu-buru meskipun semuanya sia-sia.




Tabrakan itu tidak terelakkan.




Rame melepas kemudi dan menutupi wajahnya dengan tangan tepat saat kaca depan mobilnya pecah dan menghujaninya. Laki-laki itu sempat berteriak saat bagian depan mobilnya ringsek dan kedua kakinya tercepit lalu kepalanya menghantam kemudi dengan keras. Semuanya mendadak berubah putih dan samar di bayangan Rame.




Ia tidak sadarkan diri.




----000-----




Betapa semuanya menyenangkan. Di atas panggung gemerlap dan ditonton ribuan orang, masa-masa melelahkan saat tur konser yang menyita banyak tenaga namun meninggalkan kesan yang begitu mendalam.




Rame melihat itu semua dalam bayangan pikirannya. Ia ingin kembali ke masa itu, namun ia sudah tidak bisa. Sesuatu seperti menyedotnya untuk pergi. Laki-laki cantik itu melihat Giru yang berdiri jauh darinya, ia tersenyum ramah bahkan sangat ramah. Wajah ramah itu yang sangat Rame rindukan dari diri Giru.




Saat melihat wajah ramah itu, Rame seperti sudah menghapus kebenciannya pada sosok Giru dan ia ingin menghampiri laki-laki itu. Namun sebuah suara lembut menyebut dan memanggil namanya. Berulang-ulang dan penuh pengharapan. Suara itu terdengar sedih dan membuat Rame ingin menjawab panggilan tersebut. Asal suara itu bertolak arah dari tempat Giru berdiri. Dan kini Rame di hadapkan pada pilihan.




Giru akhirnya melambai singkat dan akhirnya pergi meninggalkan Rame. Rame ingin mengejarnya, tapi suara itu kembali memanggilnya.




Itu suara Shun..




“Ss Shun..” Bibir Rame bergerak menyebut lirih nama itu.




Tangan Rame semakin hangat seperti ada yang menggenggamnya. Perlahan, Rame berusaha membuka mata dan matanya samar-samar menangkap sosok yang paling diinginkannya.




Shun ada di hadapannya.




“Rame... kamu sadar? Kamu dengar aku Rametan?!”




Rame tidak bisa menjawab, bahkan untuk mengangguk pun susah. Rame hanya bisa mengedipkan pelan kedua matanya.




Shun tersenyum, lalu memeluk tubuh Rame yang terbaring dan mencium keningnya.




“Yokatta, aku pikir kamu akan pergi meninggalkanku dan lainnya.”




“Apa yang terjadi?” Tanya Rame dengan suara pelan.




“Nanti saja ceritanya. Aku akan beritahu yang lain dan memanggil dokter untuk memeriksa keadaanmu.”




Rame menarik tangan Shun seperti tidak mengijinkannya pergi. “Tetaplah disini Shun. Jangan pergi lagi, aku sangat butuh kamu disisiku.”




Laki-laki bertubuh tinggi itu tampak terdiam, lalu akhirnya mengangguk dan kembali duduk di samping tempat tidur Rame dan kembali menggenggam erat tangannya. “Aku akan selalu disini menjagamu...”




----000----




Selang waktu sebulan. Aktivitas Vidoll dihentikan untuk sementara. Beberapa media sibuk memberitakan tentang kejadian tragis yang dialami salah satu band J-rock yang cukup ternama itu.




Salah satu personilnya meninggal dunia dan leadernya harus menjalani perawatan untuk memulihkan kondisi kakinya yang patah akibat kecelakaan mobil yang nyaris merengut nyawanya.




Berita ini tentu saja mengejutkan dan menjadi tanda tanya banyak pihak. Giru gitaris Vidoll meninggal dengan penuh misteri. Banyak media yang menyangkut-nyangkutkan kematian Giru itu dengan leader Vidoll yang tidak lain adalah Rame sendiri.




Rame sudah mendengar dan membaca beritanya sendiri. Ia pasrah seandainya ia harus digiring ke penjara karena menyebabkan kematian Giru. Memang ia yang membunuh Giru. Mungkin penyesalan sudah terlambat dan tidak ada alasan baginya untuk menutupinya lagi.




Vidoll akan hancur, tapi Rame yakin teman-temannya akan baik-baik saja. Vidoll akan tetap sukses meskipun Rame tidak ada di dalamnya.




Rame menghembuskan nafas dengan berat. Ia berusaha menggerakkan kakinya dan berusaha menggunakannya untuk berjalan. Memang sangat berat, tapi Rame berhasil melakukannya.




Rame sukses melangkahkan kakinya sebanyak lima langkah, dan pada langkah keenam, ia kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh. Untunglah Shun yang datang dengan cepat menangkap tubuhnya.




Rame memeluk laki-laki itu dan menangis di dadanya. Ia ingin mengatakan semuanya pada Shun, semua beban yang sudah semakin menghimpit pikirannya. “Tolong dengarkan aku Shun.” Pinta Rame di tengah isakan tangisnya.




Shun mengangguk dan membawa Rame ke tempat tidurnya agar laki-laki itu bisa menceritakan semua bebannya dengan lebih mudah.




Mata Rame masih berkaca-kaca dan Shun berinisiatif menghapus air mata Rame dari wajahnya. Setelah itu, Rame mulai membuka mulutnya dan akhirnya mulai mengucapkan sebuah kalimat yang cukup membuat Shun terpaku sejenak.




“Giru mati karena memang aku yang membunuhnya.” Ucap Rame dengan suara lantang.




Shun terdiam berusaha mengatur nafasnya. Wajahnya terlihat sedih, meskipun akhirnya ia tersenyum. Rame tidak mengerti kenapa Shun malah tersenyum.




“Aku tahu itu Rame.”




“Kamu tahu?!” Tanya Rame setengah tidak percaya.




Shun mengangguk lalu mencium kening Rame yang masih terbalut perban. “Itu bukan salahmu. Giru pergi karena keinginannya sendiri.”




Rame tidak mengerti dengan ucapan Shun itu. “Apa maksudmu?”




“Kamu pikir Giru meninggal karena pisau yang kamu tancapkan pada dadanya?!”




Rame mengangguk. “Tentu. Memang itu penyebab kematiannya. Media masa juga memberitakan seperti itu. Giru meninggal karena kehabisan darah!” Tegas Rame.




“Dia memang kehabisan darah, tapi penyebabnya bukan karena tusukan pisaumu. Darahnya memang habis dari tubuhnya, tapi darah Giru tetap ada.”




Rame semakin tidak mengerti dengan ucapan Shun itu. “Kamu membuatku bingung Shun. Apa belum cukup jelas kalau aku mengatakan memang akulah yang membunuh Giru?! Aku membunuhnya karena dia mencoba memperkosaku lagi! Dia sudah cukup sering memperkosaku dan itu membuatku menderita.”




Shun lagi-lagi mengangguk. “Aku juga tahu hal itu Rame.”




Ucapan Shun itu seperti bumerang yang balik menampar wajah Rame. Shun tahu dan ia diam saja. Rame sungguh tidak mengerti bagaimana mungkin itu terjadi.




“Dengar Rame... Giru sebenarnya jauh lebih menderita. Dari dulu dia berusaha menahan. Aku tahu dia sangat mencintaimu. Melihatmu bercanda dengannya.. a- aku merasa sangat iri.”




Rame terdiam mendengar pengakuan Shun itu. Tapi itu sama sekali tidak menjelaskan apa-apa. Sampai Rame mendengar ucapan Shun selanjutnya.




“Giru seorang Hypersexual. Selama ini dia sudah menjalani beberapa terapi untuk mengatasi kelainannya itu, tapi sama sekali tidak berhasil. Dia sangat mencintaimu, dia ingin melakukan hal itu hanya denganmu, orang yang paling dicintainya. Dia selalu mengubur keinginannya itu tapi dia tidak bisa menolak pesonamu. Semakin melihatmu, dia semakin ingin memilikimu. Sampai akhirnya dia memaksamu. Awalnya aku merasa sangat marah saat mengetahui itu. Melihat luka-luka di wajah dan tubuhmu serta reaksimu terhadap Giru, dari situ aku sudah tahu bahwa Giru menyakitimu.”




“Lalu kenapa kamu diam saja? Bukannya kamu juga mencintaiku?!” Tanya Rame tampak tidak sabar.




“Itu karena aku bodoh dan aku menyayangi kalian berdua. Aku tidak tega melihat Giru menderita dengan kelainannya. Giru menangis di hadapanku. Dia tersiksa mengetahuimu lebih mencintaiku daripada dirinya. Sebenarnya dia tidak mau menyakitimu lebih jauh, dia juga sangat tersiksa melihatmu menangis dan menjerit sementara dia tidak bisa mengontrol nafsunya pada dirimu. Dia tidak mau lagi memaksamu memenuhi hasrat birahinya yang meluap-luap, dia juga bilang kalau dia tidak bisa memuaskan hasratnya itu dengan seorang wanita. Maka dari itu aku membantunya. Kalau denganku, mungkin hasrat Giru bisa tersalurkan dan dia bisa perlahan berhenti menyakitimu.”




Rame tidak sanggup berkata apa-apa. Dia masih tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Shun itu.




“Percayalah Rametan.. Giru sangat mencintaimu. Malam saat kamu datang ke apartemennya.. hal itu sungguh diluar kuasanya. Dia memang sudah berjanji padaku tidak akan menyakitimu lagi, tapi Giru tidak bisa membohongi perasaannya. Dia lebih ingin melakukannya denganmu, daripada denganku. Dia selalu tidak bisa menahan keinginannya setiap melihatmu. Kamu sungguh terlihat sangat cantik di matanya. Dan bercinta denganmu selalu menjadi hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya.”




Rame kembali meneteskan air matanya. Ia sebenarnya sangat mengerti bagaimana beratnya perjuangan menahan hawa nafsu, apalagi bagi seorang penderita kelainan hypersexual seperti Giru. Rame semakin merasa bersalah karena telah membunuh temannya itu.




“Jangan menangis Rame.” Shun kembali mendekap tubuh Rame yang bergetar. “Sebelum meninggal, Giru memintaku agar menjagamu dan membuatmu tetap tersenyum tanpa air mata itu lagi.”




Rame menatap Shun dengan matanya yang masih berair. “Kamu sempat bicara dengan Giru sebelum dia meninggal?!”




Shun mengangguk. “Pisau yang kamu tancapkan itu tidak membunuhnya. Pisau itu hanya menembus dagingnya tanpa merusak organ bagian dalamnya. Dia bahkan bisa berjalan seperti biasa dengan luka itu di dadanya. Aku sempat khawatir saat menemukannya terkapar di lantai apartemennya, tapi ternyata dia tidak apa-apa. Dia masih bisa tersenyum dan menangis karena menyadari betapa saat itu kamu sangat membencinya sampai tega menusuknya dengan sebuah pisau.”




Shun tampak menarik nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan. “Kemudian Tero dan Jui mengabarkan kalau kamu kecelakaan. Giru sangat panik dan tidak ada henti-hentinya mencemaskan keadaanmu, padahal luka di dadanya sendiri masih mengucurkan darah. Tidak ada yang bisa menyelamatkanmu. Sampai akhirnya Giru mengorbankan dirinya untukmu.”




Mata Rame terbelalak.




Memangnya apa yang Giru korbankan untukku??




Shun menatap mata Rame itu dengan penuh kesedihan.




“Darah yang mengalir dalam tubuhmu...




Sebagian besar adalah darah Giru.




Di- dia mendonorkan darahnya sampai melewati batas maksimal karena belum mencukupi untuk menyelamatkan nyawamu, sementara persedian darah yang sesuai untukmu sudah habis. Hanya Giru yang mempunyai golongan darah yang sama denganmu. Tadinya kami ingin meminta donor dari keluargamu yang golongan darahnya sesuai denganmu, tapi waktunya tidak sempat. Kamu tidak punya keluarga disini. Giru tidak bisa memikirkan cara lain, selain memberikan banyak darahnya padamu. Dokter sudah sangat melarang itu, tapi dia tetap bersikeras. Itu semua dilakukannya semata hanya untuk menyelamatkanmu dan membuatmu tetap hidup. Karena dia sangat mencintaimu.”




Air mata Rame sudah tidak bisa terbendung. Dia menangis saat mengetahui kenyataan itu. Darah yang mengalir di tubuhnya ternyata adalah darah Giru.




Sebegitu besarnya kah rasa cintanya sampai ia mengorbankan nyawanya demi aku...




“Giru... Kenapa kau begitu bodoh..” Rame terisak di pelukan Shun dan tidak ada henti-hentinya meneriakkan nama Giru di kepalanya. Rame ingin laki-laki itu kembali. Ia ingin meminta maaf kepada Giru dan mengatakan kalau sesungguhnya ia juga mencintainya, mencintainya seorang Giru meskipun laki-laki itu telah menyakitinya.




“Kumohon kembalilah... aku tidak butuh darahmu. Aku hanya ingin dirimu...”




Shun berusaha menenangkan Rame, tapi laki-laki itu tetap menangis dan berusaha melepaskan pelukannya.




Shun akhirnya melepas pelukan itu, lalu dengan langkah terseok-seok Rame turun dari tempat tidurnya dan berusaha berjalan meskipun akhirnya terjatuh karena kakinya masih dalam tahap penyembuhan. Rame merangkak berusaha berdiri dan keluar dari kamarnya. Shun merasa iba melihatnya, ia berusaha membantu Rame berdiri tapi Rame bersikeras bahwa ia ingin melakukannya seorang diri.




Kemudian pintu kamar Rame terbuka. Tero beserta Jui memasuki ruangan itu dan terkejut melihat Rame yang menangis dan mati-matian berjalan. “Kenapa Rametan? Kamu masih sakit, jangan banyak bergerak.” Ucap Jui saat menghampiri Rame yang mati-matian berusaha menopang tubuhnya dengan kedua kakinya.




“Aku ingin bertemu Giru. Aku ingin mengembalikan darahnya. Aku ingin dia tetap hidup. Dia belum boleh mati. Aku ingin menendang bokongnya karena dia sudah begitu bodoh..”




“Tapi Giru sudah tidak ada..”




“Diam Tero! Dia masih hidup. Dia belum minta maaf padaku. Aku ini leadernya, dia belum boleh mati sebelum kontrak kerjanya habis.” Ucap Rame setengah berteriak dan terisak.




Ucapan rame itu membuat tiga temannya yang lain merasa sedih. Jui, Tero dan Shun menunduk. Mereka sangat kehilangan sosok Giru. Sama seperti Rame, mereka juga ingin Giru kembali. Meskipun itu tidak mungkin.




Karena kini Giru sudah tidak ada




Giru...




hanyalah tinggal sebuah kenangan.





-Fin-

0 komentar:

Posting Komentar