Shounen no Namida part 2 – Story Behind Last Lover (Afiy Vers.)


Shounen no Namida part 2 – Story Behind Last Lover (Afiy Vers.)
Author : Afiy
Fandom : J-Rock – Vidoll
Disclaimer : V.I.D Concert SEAT FOR LAST LOVER, Keka Vidoll fiction – Shounen  no Namida part 1


~ ~ ~

“Sepuluh menit lagi”, EO konser promo album V.I.D melihat jam tangannya dengan sedikit resah. Semua member sudah siap di belakang pintu masuk panggung, kecuali Giru dan Rame.

“Ah, kemana mereka?!”, Tero tampak kesal. Ia berdiri dari sandarannya berniat menyusul Giru dan Rame.

“Biar aku saja.”, sergah Shun yang dari tadi tampak tenang. Shun pun berbalik menuju ruang rias dan wardrobe, tempat ia terakhir melihat Giru dan Rame.

Sementara Shun pergi, Tero memperhatikan Jui yang terlihat murung.

“Kau baik-baik saja?”


“Eh?”, Jui seperti dikagetkan dengan pertanyaan Tero. “Mm.”, angguk Jui.

“Apa kau yakin akan menyanyikannya nanti?”

“Akan kuusahakan.”, jawab Jui sambil berusaha tersenyum.

“Oe, Giru-kun...”, Shun mencari Giru di ruang kostum, namun ia tak melihat ada orang di sana kecuali tim penata kostum.

“Kalian lihat Giru dan Rame?”

“Aku tidak melihat Giru. Tapi sepertinya Rame masih di ruangannya.

“Oh.”, Shun bergegas ke tempat yang dimaksud salah seorang penata kostum tadi.

“Clik”

Terkunci.

Ini aneh. Rame tidak biasanya mengunci pintu ruangan ini. Lagipula ini ruang umum.

“Rametan…apa kau di dalam? Rametan?”

“Shun…”, bisik Rame.

Rame ingin berteriak. Meneriakkan rasa sakit di tubuhnya dan mengaduh dihadapan pria yang ia cintai.
Giru mengenakan kostumnya dengan ringkas dan mengunci resletingnya. Ia bercermin, melihat luka-luka cakar di lehernya.

“Sial! Tapi sudahlah, di luar gelap, dan lampu panggung terlalu remang untuk menampakkan luka-luka ini. Aku saja yang buka pintu. Kau...”

Deg!

Giru diam. Ada sesuatu yang mencengkiknya hingga ia menghentikan kata-katanya. Saluran nafasnya terasa sesak ketika melihat Rame yang masih duduk bersandar, membalut tubuhnya dengan selimut.

 “Kau, cepat rapikan dirimu.”, Giru memunguti helai-helai set pakaian lolita putih yang sudah ia lepas dari tubuh Rame. Dan memberikannya pada Rame.

Rame menerimanya tanpa menoleh sesentipun ke wajah Giru.

“Oe, Rametan, Ra…”

“Yo!”, Giru muncul dari balik pintu dan mendongah.

Shun mengernyitkan dahinya. Sudah tiga kali ia mengetuk tanpa jawaban, tapi tiba-tiba Giru yang keluar dari ruangan itu. Shun mencoba berpikir apa yang Rame dan Giru lakukan di dalam.

“Rame ada di dalam?”, tanya Shun sambil mencoba mengintip ke dalam kamar.

Tentu saja Shun tidak bisa melihat Rame. Rame masih tidak bisa bergerak dari tengah ranjang. Shock.

“Ya, sebentar lagi juga keluar. Kita duluan saja.”, Giru memutar tubuh tinggi Shun dan mendorongnya untuk kembali ke pintu panggung.

“Ra-Rame bagaimana?”

“Tenanglah, sebentar lagi juga selesai.”

“Drak!”, Rame memukul meja rias dengan kepalan rapuhnya. Ia tak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi.

“Tidak. Aku tidak mau keluar. Bagaimana caraku tampil dengan keadaan seperti ini?”

Rame duduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tubuhnya begitu lemas, seperti telah dihisap energinya oleh tenaga masif. Badannya gemetar. Matanya terpejam mencoba melupakan apa yang telah Giru lakukan padanya.

Namun tiap ia menggelapkan pandangannya, semua yang ingin dilupakan justru terlihat. Wajah giru yang begitu menyeramkan, cengkramannya yang mengerikan, lumatan lidahnya yang melunturkan semua polesan di wajah Rame, dan sengal nafas yang berehembus meniupkan udara hangat di punggungnya.

Mengerikan!

Tanpa terasa, kedua pipi Rame sudah basah, dialiri tetetasan air dari sudut matanya.

Rame no namida.

Ia menangis. Mengulang kata-kata penyeselannya. Andai aku bisa lebih cepat pergi dari ruangan ini, andai aku, andai aku…

Kejadian ini tak pernah ia prediksi. Yang ia kenal, Giru adalah seorang teman yang selalu siap untuk diajak bercanda dan tertawa. Yang ia kenal, Giru tak pernah menyakiti seseorang. Yang ia kenal, Giru adalah sosok ramah dan loyal.

Yang kutau, kau lebih banyak diam daripada mengeluh.

Yang kutau, kau lebih banyak tersenyum daripada murung.

Rupanya rentang waktu ini tak cukup membuatku tau banyak tentangmu.

Air matanya tak kunjung berhenti mengalir. Melewati luka di bibirnya dan membuatnya merasa semakin
perih, hatinya dan fisiknya.

Tiba-tiba dalam bias matanya, melalui celah jemari kecilnya, Rame melihat sebuah foto. Sebuah foto yang ia tempel di pinggir cermin bersama foto-foto lain di atas dan dibawahnya.

Dilepaskannya foto itu dan dilihatnya dengan seksama.

Ini...

Dalam foto itu, Rame melihat dirinya, Jui, dan seorang gadis tersenyum manis di tengah-tengah mereka. Air muka gadis itu terlihat sangat gembira meski hanya tersenyum kecil. Ia terlihat senang ketika Rame menggandengnya, dan Jui mengecup pipinya.

Gadis itu…

Ya, gadis dengan senyum kecil itu adalah adik Jui yang baru saja tewas dalam kecelakaan mobil. Gadis yang membuat Jui menciptakan lagu indah yang akan ia nyanyikan malam ini.

Batin Rame semakin bergejolak. Ia harus memilih, antara diam dan menghancurkan konser ini untuk meredakan kekecawaannya, atau menguatkan diri untuk Jui dan teman-teman lain.

Rame mengusap air matanya. Ia berdiri, melihat pantulan dirinya dalam cermin. Memandang wajahnya yang dinodai luka memar dan merah bekas tamparan Giru.

Sekali lagi Rame memejamkan matanya, menarik nafasnya dan menghembuskannya pelan-pelan.

Dengan pasti tangannya menggapai kotak make-up miliknya. Ia mengambil pembersih. Dan dengan cekat memperbaiki make-up yang rusak oleh adegan liar persembahan Giru. Memalsukan noda membiru di pipi dan pelipisnya.

Terakhir, Rame mengusapkan ujung lipstick merah di bibirnya. Dan menambahkan lip-gloss agar berkesan mengkilap.

“Itte..!!”

Zat kimia perona bereaksi pada luka di bibir Rame. Membuatnya merasa perih seperti teriris silet.

Aku harus bisa. Ini untuk teman-temanku, dan untuk semua yang datang ke sini.

Kini wajah Rame kembali terlihat cantik, bagai boneka yang siap di sorot lampu pertunjukan. Berwajah cantik dengan kilau di ujung mata, bibir, dan pipinya. Ya, boneka,
dengan paras gemilau, tapi hatinya kelu.

“Drap-drap-drap”

Rame berlari menelusuri lorong. Sesaat air matanya menetes lagi, mengucurkan kekecewaan dalam hatinya. Dan sesaat itu pula ia menghapusnya. Ia tau bahwa dirinya masih tidak bisa menerima apa yang Giru lakukan. Tapi...

Ini bukan acaraku seorang. Ini acara kami, aku dan teman-temanku. Aku tidak bisa menghancurkannya begitu saja. Aku...Aku...biar aku saja yang kecewa malam ini, bukan mereka.

Shun...

Jika saja kau mendengar suara lirih ini. Aku ingin mengeluh
dipangkumu.

***

0 komentar:

Posting Komentar